Masuk Daftar
My Getplus

Aceh, Turki, dan Rusia

Sultan Aceh pernah mengirim surat kepada kaisar Rusia meminta Aceh menjadi bagian dari protektorat Rusia.

Oleh: murizal hamzah | 09 Mar 2022
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva ziarah ke makam perwira Rusia di kompleks pemakaman Merbabu, Sabang, Aceh, pada 20-22 Februari 2022.

Serbuan Rusia ke Ukraina belum berakhir. Berbagai pengamat menyebutkan ini bisa jadi cikal bakal Perang Dunia III. Rakyat Indonesia mempertanyakan di mana posisi Indonesia dalam perang tersebut, mendukung Rusia atau Ukraina?

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menjelaskan posisi Indonesia terkait situasi konflik Rusia dan Ukraina bahwa konstitusi memandatkan Indonesia menjaga perdamaian dunia.

Retno menyebut Ukraina dan Rusia adalah sahabat dekat Indonesia dan ingin membangun persahabatan yang lebih kuat dengan kedua negara tersebut. Retno sudah melakukan pembicaraan per telepon dengan Menteri Luar Negeri Ukraina dan Menteri Luar Negeri Rusia, untuk membahas konflik yang terjadi.

Advertising
Advertising

“Perdamaian tidak dapat terwujud jika terjadi perang,” kata Retno dalam jumpa pers pada awal Maret 2022.

Baca juga: Dari Ukraina untuk Indonesia

Retno menjelaskan, politik luar negeri Indonesia selalu konsisten. Pada penerapan hukum internasional dan piagam PBB, termasuk masalah penghormatan integritas wilayah dan penghormatan terhadap kedaulatan.

Bagaimana hubungan Rusia dengan Nusantara ratusan tahun lalu?

“Kerajaan Aceh memiliki hubungan baik dengan kerajaan Marsya,” kata sejarawan Aceh Haeka Afifa, Jumat (4/3/2022). Marsya adalah sebutan kepada Rusia.

Baca juga: Jejak Nazi di Ukraina

Alumnus Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia itu menyebutkan ratusan tahun lalu, Kerajaan Aceh berhubungan erat dengan dua negara yakni Turki dan Marsya alias Rusia.

Ketika Turki menghajar Rusia pada 1853, Sultan Aceh Alauddin Mansurshah mengirim bantuan perang 10.000 dolar Spanyol kepada Sultan Turki yakni Sultan Abdul Majid. Ketika Belanda menyatakan perang pada 1873, Aceh meminta pertolongan kepada Turki. Sayangnya, Turki tidak bisa membantu Aceh karena Turki terlibat perjanjian diplomatik dengan Belanda. Sehingga permohonan Aceh agar menjadi bagian dari Kekhalifahan Utsmani ditolak.

“Turki pernah membantu kita saat Aceh melawan Portugis, tapi bukan sebagai bagian anggota Kekhalifahan, tapi lebih kepada solidaritas. Karena tidak ada satu pun bukti sejarah yang membuktikan bahwa Aceh bagian dari Kekhalifahan Utsmani,” ungkapnya.

Baca juga: Aceh Dibantu Turki Menaklukkan Aru dan Johor

Pada 1879, Aceh yang tengah berperang melawan Belanda mengirim surat kepada kaisar Rusia di bawah Tsar. Isi surat itu agar Aceh mendapat pengakuan sebagai warga negara Rusia. Namun, Rusia menolak demi menjaga hubungan politik dengan Belanda.

“Kemudian pada Februari 1904, Sultan Aceh kembali mengirim surat kepada kaisar Rusia Tsar Nicholas II memohon Aceh dimasukkan ke protektorat Rusia. Namun, Rusia menolak untuk menjaga hubungan politik dengan Belanda,” ungkapnya.

Baca juga: Kesultanan Aceh Pernah Minta Jadi Vasal Turki Usmani

Rusia pun tidak mendukung Aceh melawan Belanda bahkan tidak menginjak kaki ke Aceh. Ratusan tahun kemudian, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva menginjakkan kakinya di Aceh selama tiga hari pada 20-22 Februari 2022, ditemani Atase Militer Sergey Zhevnovatyy dan pejabat kedutaan lainnya. Mereka berziarah ke makam perwira Rusia di kompleks pemakaman Merbabu, Kota Sabang.

Itu adalah makam Letnan Khoklov yang berdinas di kapal perang Poltava. Menjelang Perang Dunia I terjadi persaingan dan perebutan pengaruh di Manchuria, Korea, dan konflik Boxer. Kekaisaran Rusia mengirim Angkatan Laut yang bermarkas di Kronstadt ke Port Arthur pada September 1900 untuk menjaga Asia dan sekutunya dari ancaman Jepang.

Baca juga: Tentara Rusia di Angkatan Laut Indonesia

Pengiriman kekuatan militer Angkatan Laut itu melibatkan kapal perang termodern. Mereka tiba di Hindia Belanda pada awal tahun 1901. Letnan Khoklov mengalami kecelakaan kerja di kapal pada September 1901 dekat perairan Sabang, setelah berlayar melalui Laut Mediterania-Terusan Suez-Samudera Hindia pada 27 Februari-12 Maret 1901. Khoklov tewas karena terempas jangkar kanan ketika diturunkan. Besi penahan terlepas dan menghantam kepala Khoklov.

Pada masa itu, Sabang menjadi pelabuhan internasional untuk mengisi batu bara di gerbang Selat Malaka. Kapal yang melintasi Selat Malaka singgah di Sabang untuk mengisi bahan bakar batu bara, mengisi air, atau menyiapkan perbekalan.

Jenazah Khoklov dikebumikan di pemakaman Eropa (kerkhoff) di Sabang. Seluruh warga Eropa di Sabang menghadiri pemakaman. Salvo tiga kali tembakan dilepaskan ketika jenazah diturunkan dari kapal Poltava.

Penulis adalah wartawan Aceh dan penulis buku.

TAG

aceh turki rusia

ARTIKEL TERKAIT

Thomas Nussy versus Anak Cik Di Tiro Kopral Roeman Melawan Teungku Leman Sejumput Kisah Sersan Baidin Strategi Napoleon di Balik Kabut Austerlitz Sersan Zon Memburu Panglima Polim Waktu Punya Tupolev, Angkatan Udara Indonesia Kuat Di Masa Revolusi Rakyat Aceh Menerima Pengungsi Getirnya Tragedi di Stadion Luzhniki Sebelum Sersan Pongoh ke Petamburan Darlang Sang "Radja Boekit" Meninggal di Meja Bedah