USAI menyatakan ambisinya menyatukan Nusantara, Bali menjadi wilayah pertama di luar Jawa yang menjadi target Maha Patih Gajah Mada dan pasukannya. Kesaktian raja Bali, Sri Asthasura Ratna Bhumi Banten (Ida Dalem Bedulu), yang terkenal itu membuat sang maha patih turun sendiri untuk menanganinya.
Pertempuran hebat pun tak terhindarkan. Kakawin Nagarakrtagama mencatat gempuran pertama terjadi pada 1343 M. Peperangan itu pada akhirnya dimenangkan pihak Majapahit, ditandai dengan Prabu Ida Dalem Bedulu. Dengan kejadian tersebut, maka habislah pengaruh garis keturunan Bali Kuno sebagai penguasa di negerinya.
“Setelah kerajaan runtuh, maka Pulau Bali menjadi kacau balau. Semuanya ini menjadi tanggungan Gajah Mada,” tulis Muhammad Yamin dalam Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara.
Akibat kehilangan penguasanya, rakyat Bali dilanda kepanikan. Kekacauan terjadi di mana-mana. Umumnya mereka mencoba mengungsi ke tempat aman. Namun tidak sedikit yang menghimpun kekuatan untuk mengambil alih kekuasaan kembali.
Baca juga: Majapahit Menaklukkan Bali
Pemberontakan pun semakin membesar di banyak tempat. Masyarakat Bali Aga, yang menyebut dirinya sebagai keturunan Bali Kuno, tak kunjung surut. Mereka menentang kekuasaan raja baru dan menghimpun banyak kekuatan untuk memberontak. Walau Gajah Mada telah melakukan banyak siasat, tetapi dibutuhkan waktu setahun untuk dapat menundukkan kerajaan Bali. Rakyat sangat gigih mempertahankan wilayahnya dari cengkraman Majapahit.
Agar kekacauan tidak berlarut-larut, Gajah Mada meminta bantuan Danghyang Kepakisan, seorang Brahmana dari Kediri. Tiga cucu Danghyang Kepakisan –Sri Juru, Sri Bima Sakti, dan Sri Aji Kresna Kepakisan– kemudian diangkat oleh Gajah Mada menjadi Cakradara (raja daerah). Masing-masing bertanggung jawab atas Blambangan, Pasuruan, dan Bali.
“Selanjutnya, berdatangan para Brahmana, Arya, dan Ksatria untuk menempati wilayah-wilayah yang telah dikuasai Majapahit di Bali,” tulis Tjokorda Raka Putra dalam Babad Dalem: Warih Ida Dalem Sri Aji Kresna Kepakisan.
Para Arya (masyarakat kasta tinggi) yang membantu menaklukan Bali disebar ke desa-desa strategis di Bali. Tujuannya adalah untuk mempengaruhi rakyat Bali agar tunduk pada raja baru dan Majapahit, serta mengganti elit penguasa yang lama sebagai penjaga keamanan di Bali.
Baca juga: Raja-Raja Perempuan di Bali
Menurut kisah Babad Dalem, Arya Kenceng ditempatkan di Desa Gelgel, Arya Kepakisan di Desa Bedahulu, Arya Beleteng di Desa Tangkas, Arya Belog di Desa Kaba-Kaba, dan Arya Sentong di Desa Pacung. Semuanya adalah titik penting dalam proses penguasaan Bali.
Sementara itu, pada 1352 Gajah Mada mewakili Kerajaan Majapahit secara langsung memberikan kekuasaan tertinggi di Bali kepada cucu terakhir Kepakisan, yaitu Dalem Sri Kresna Kepakisan. Raja baru Bali itu lalu mendirikan istana di Samprangan, Gianyar. Sehinga munculah kerajaan Samprangan sebagai penguasa baru di Bali.
“Samprangan sebagai lokasi pusat pemerintahan yang baru dipilih berdasarkan pertimbangan jarak dan untuk menjauhi desa-desa pedalaman yang masih terus melakukan pemberontakan,” tulis I Wayan Ardika, dkk. dalam Sejarah Bali: Dari Prasejarah hingga Modern.
Dalam upayanya memajapahitkan Bali, Kresna Kepakisan sempat merasa lelah. Ia meminta dipulangkan ke Jawa karena perlawanan rakyat Bali tak kunjung surut. Raja lalu mengirimkan utusan ke Majapahit. Gajah Mada yang mendengar hal itu segera menolak permintaannya.
Untuk melegitimasi kekuasaan Cakradaranya di Bali, Gajah Mada menghadiahi pakaian kebesaran kerajaan, lengkap dengan sebuah keris bernama Ki Durga Dingkul dan tombak bernama Si Olang Guguh. Selain itu dibuat juga piagam pengesahan yang seluruh permukaannya dilapisi emas.
Baca juga: Meninjau Kembali Wilayah Kekuasaan Majapahit
Karena masih diliputi kecemasan, Gajah Mada pun bertolak ke Bali untuk menemui Kresna Kepakisan. Di sana Gajah Mada membantu mengubah seluruh struktur kenegaraan di Bali. Untuk urusan pemerintahan dan birokrasi mereka sepenuhnya mengadopsi sistem dari Majapahit. Sementara sosial, ekonomi, dan budaya, disesuaikan dengan kebiasaan setempat.
Demi menjaga ketentraman kerajaannya dan memutus rantai pemberontakan, atas saran Gajah Mada, sang raja memutuskan untuk menjalin hubungan baik dengan keturunan raja-raja Bali Kuno. Mereka yang sebelumnya disingkirkan, mulai dirangkul menjalankan kekuasaan di daerah-daerah yang masyarakatnya masih setia kepada Kerajaan Bali Kuno. Pelaksanaan upacara agama dan leluhur juga terus dilestarikan di seluruh Bali.
“Sri Dalem Kresna Kepakisan dianggap sebagai raja yang telah berhasil menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai fasilitator Majapahit di Bali dan wilayah taklukannya,” tulis I Wayan Ardika, dkk.