Masuk Daftar
My Getplus

Tiga Faktor yang Membuat Sriwijaya Jadi Kerajaan Kuat

Untuk menancapkan kekuasaannya, Sriwijaya mengeluarkan enam prasasti kutukan.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 26 Mar 2019
Prasasti Baturaja yang baru saja ditemukan tahun lalu. (Dok Kemendikbud).

Kerajaan Sriwijaya berkuasa dari tahun 683 M sampai kira-kira tahun 1183 M. Ia pernah menjadi kerajaan yang kuat karena letak geografis, sumber daya alam, dan jejaring perdagangan.

Ninie Susanti, arkeolog Universitas Indonesia, menguraikan ketiga faktor tersebut. Pertamaletak pantai timur Sumatra sangat strategis ditambah angin musim yang bertiup secara teratur menjadikannya jalur perdagangan penting sejak awal abad Masehi. Jalur ini menghubungkan Samudra Hindia, Laut Cina Selatan, dan Samudra Pasifik.

“Sriwijaya menguasai sisi Selat Malaka yang merupakan lalu lintas strategis jalur perdagangan masa lalu,” kata Ninie dalam acara International Forum on Spice Route (IFSR) di Museum Nasional, Jakarta.

Advertising
Advertising

Baca juga: Inilah Akta Kelahiran Sriwijaya

Keduahasil alam berupa rempah, kayu cendana, kapur barus, kemenyan, besi, timah, emas telah disebut di dalam kitab-kitab sastra dari India sebagai komoditas yang dicari dalam perdagangan. “Sriwijaya mengeluarkan sekira 100-an prasasti dari timah, pasti karena hasil timahnya yang melimpah,” kata Ninie. 

Ketiga, Sriwijaya menjalin perdagangan dengan pedagang dari India dan Arab, kemudian Tiongkok. Waktu itu India dan Tiongkok merupakan bagian dari kekuatan dunia. Berdasarkan kronik Tiongkok, hubungannya dengan Sriwijaya baru mulai terjadi pada abad ke-5 M. 

“Tiga dasar yang kuat itu merupakan awal dari proses perkembangan kesadaran yang mendorong munculnya Sriwijaya yang kuat sebagaimana disebut di dalam prasasti-prasastinya dari abad ke-7 M,” kata Ninie.

Prasasti Telaga Batu yang berisi kutukan.

Prasasti Kutukan

Kekuatan Sriwijaya juga terlihat dari kerajaan-kerajaan yang mengakui kedaulatannya, yaitu Kedah, Ligor, Semenanjung Melayu, Kota Kapur, Jambi, Lamoung, dan Baturaja. 

“Kedatuan dari kata datu atau orang yang dituakan. Dalam prasastinya tidak pernah menyebutnya sebagai kerajaan,” kata Ninie. 

Mandala-mandala yang di bawahinya itu memiliki kepentingan yang sama. Kepentingan utamanya, yaitu berdagang, menjadi konsesus bersama di antara masyarakat sipil yang ada di wilayah Kedatuan Sriwijaya.

Menurut Ninie, tokoh intelektual pembentukan pemerintahan maritim adalah para datu (pemimpin mandala, red.) yang mempunyai konsensus bersama dengan Sriwijaya. Ini muncul dalam Prasasti Karangberahi, Kotakapur 1 dan 2, Ligor, Baturaja, Palas Pasemah, Boom Baru. 

Baca juga: Raja-raja yang Bertakhta di Sriwijaya

Di samping itu, untuk menancapkan hegemoninya, Sriwijaya mengeluarkan enam prasasti kutukan. Isinya adalah ancaman bagi mereka yang berani melawan raja. Pun ada lebih dari 25 prasasti Jayasiddhayatra, yang memuat perjalanan suci menaklukkan daerah-daerah sekitar. 

“Ini sebagai bukti bagaimana ia diakui,” kata Ninie. 

Sriwijaya juga menunjukkan kebesarannya dengan mendirikan bangunan untuk agama Buddha di Ligor, Thailand Selatan pada 775 M. Ia juga mendirikan asrama di perguruan Nalanda, India. Asramanya, yang dibangun atas perintah Balaputradewa menjadi salah satu yang terpenting dan masih bisa disaksikan hingga kini.

TAG

Sriwijaya

ARTIKEL TERKAIT

Cerita dari Negeri Segantang Lada Arab dan Tiongkok Berebut Rempah di Riau Tanpa Pajak, Palembang Kaya Catatan Tentang Kerajaan Tulang Bawang Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya Sungai yang Membangun Peradaban di Sumatra Angin Muson, Mesin Perkembangan Budaya Menjemput Berkah dari Situs Percandian Muarajambi Jejak Peradaban di Sepanjang Sungai Batanghari Saksi Bisu Dua Kekuatan Besar Sumatra