Masuk Daftar
My Getplus

Tan Sam Cai, Menteri Keuangan Kesultanan Cirebon

Kisah seorang Muslim Tionghoa yang mengabdikan diri pada Kesultanan Cirebon. Dicap murtad hingga harus dimakamkan di pekarangan rumah sendiri

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 04 Sep 2020
Makan Tan Sam Cai. (@kelilingcirebon/twitter).

Di sini ada kuburannya Tumenggung Aria Wira Tjoela. Ia Tan Sam Tjaij Kong orang Tiongkok yang dikasih pangkat dan gelaran nama Tumenggung Aria Wira Tjoela oleh kanjeng Sultan Kasepuhan dan dikasih tanah Sukalila. Wafatnya hari Senin tanggal 24 tahun Jawa 1739 dan dikubur tana Sukalila. Mufakatnya Major Tan Tjin Ki tanah kuburnya Tumenggung di perceel dan ditembok.

Begitulah bunyi inskripsi pada sebuah nisan yang menempati lahan seluas 300m² di Jalan Sukalila Utara (belakang Pasar Pagi), Kota Cirebon, Jawa Barat. Warga Cirebon mungkin sudah tidak asing dengan makam berciri Tiongkok berukuran 5x5m tersebut. Pemiliknya adalah seorang Tionghoa Muslim yang pernah mengabdi di Kesultanan Cirebon bernama Tan Sam Cai Kong alias Syafi’I alias Tumenggung Arya Dipa Wira Cula.

Baca juga: Corak Asing di Kesultanan Cirebon

Advertising
Advertising

Nama Tan Sam Cai jarang disebutkan dalam catatan sejarah Cirebon. Keberadaannya seolah terabaikan, meski pernah berperan penting dalam pembangunan Kesultanan Cirebon. Namun arkeolog Rusyanti dalam penelitiannya Peran Tan Sam Cai Kong dalam Sejarah Cirebon menyebut jika peranan tokoh ini secara lisan cukup moncer di kalangan masyarakat Tionghoa Cirebon. Mereka yakin bahwa Sam Cai banyak berperan membantu sultan, khususnya pada masa Sunan Gunung Jati dan setelahnya.

“Tokoh ini juga sering dikaitkan sebagai arsitek pembangunan Tamansari Gua Sunyaragi dan Bendaharawan ulung pada masanya. Sumber sejarah yang membahas tokoh ini tidak banyak dan dengan versinya masing-masing,” tulis Rusyanti.

Di dalam catatan sejarawan M.C. Ricklefs, Cina Muslim di Jawa Abad XV dan XVI: Antara Historisitas dan Mitos, Sam Cai merupakan keponakan penghulu Tionghoa Tan Eng Hoat alias Maulana Ifdil Hanafi alias Adipati Wirya Sanjaya –vasal Kesultanan Cirebon yang berkedudukan di Kadipaten dengan kekuasaan hingga Samudera Hindia.

Tidak ada informasi jelas mengenai tempat dan waktu kelahiran Sam Cai, maupun silsilah keluarganya. Tetapi menurut Slamet Muljana dalam Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara, dia pernah bekerja di bawah Tan Eng Hoat sebagai pengawal pribadi putrinya yang akan dijadikan permaisuri sultan pertama Cirebon.

Baca juga: Islamisasi ala Sunan Gunung Jati

Berdasar catatan naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Ricklefs menyebut jika Sam Cai digambarkan sebagai administrator yang baik. Dia masuk ke dalam lingkaran pejabat istana antara 1569 sampai 1585. Sam Cai pernah menjabat menteri keuangan Kesultanan Cirebon sepeninggalan Sunan Gunung Jati (1568).

Satu catatan penting mengenai Sam Cai adalah dia dicap sebagai seorang yang murtad. Di dalam berbagai penelitian menyebut bahwa dirinya seorang Muslim. Tetapi dia tidak bisa melepaskan kebiasaan untuk pergi ke kelenteng. Sam Cai, kata Muljana, setia mengunjungi kelenteng Talang, dan membakar hio (dupa Cina).

“Walaupun demikian, Tan Sam Cai sangat besar berjasa memperkuat Kesultanan Cirebon dengan keuangannya sehingga dia tetap dipertahankan,” tulis Slamet Muljana.

Baca juga: Perang Banten-Cirebon di Akhir Ramadan

Tahun 1585, Tan Sam Cai wafat. Ada dugaan dia diracun di kediamannya sendiri yang terletak di Sunjaragi. Akibat berselisih dengan Haji Kung Sem Pak alias Muhammad Murdjani, seorang penjaga pekuburan pembesar-pembesar Kesultanan Cirebon di Sembung, jasad Sam Cai ditolak dimakamkan di sana. Menurut Tan Ta Sen dalam Cheng Ho and Islam in Southeast Asia, atas permintaan sang istri, Nurleila binti Abdullah Nazir Loa Sek Cong, Sam Cai akhirnya dipusarakan di pekarangan rumahnya sendiri secara Islam.

Meski telah dimakamkan secara Islam, masyarakat Tionghoa non-Muslim di Cirebon tetap mengadakan upacara naik arwah untuk Sam Cai di Kelenteng Talang. Namanya ditulis dengan huruf kanji Cina di atas kertas merah, agar selamanya tersimpan di Kelenteng Talang.

“Dia menjadi setengah dewa dengan nama Sam Cai Kong yang plakatnya ditempatkan pada posisi paling menonjol di altar leluhur. Dia menjadi orang suci yang menjawab doa jika cukup banyak dupa dibakar untuknya. Jadi pembakaran dupa adalah untuk berkomunikasi dengan dewa atau roh dirinya,” ungkap Tan Ta Sen.

TAG

cirebon tionghoa

ARTIKEL TERKAIT

Njoo Han Siang, Pengusaha yang Tak Disukai Soeharto Mencari Ruang Narasi Peran Etnik Tionghoa dalam Sejarah Bangsa Pajak Judi Masa Kompeni Mula Pedagang Kelontong Kala Penduduk Tionghoa di Batavia Dipimpin Wanita Kala Kepala dan Kuku Dipungut Pajak Tio Tek Hong, Perintis Rekaman di Hindia Belanda Gubernur Jenderal VOC Dijatuhi Hukuman Mati 4 Februari 1921: Tjong A Fie Meninggal Dunia Wayang Potehi Terawat di Gudo