Masuk Daftar
My Getplus

Radermacher, Pendiri Freemason di Hindia Belanda

Radermacher mendirikan Freemason dan Perkumpulan Seni dan Sains Batavia. Warisannya masih bertahan hingga sekarang dan dirasakan manfaatnya.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 21 Apr 2020
Upacara persemian pengurus baru Freemason Indonesia pada 7 April 1955. (Dok. Th. Stevens).

Pada usia 16 tahun, Jacob Cornelis Matthieu Radermacher, berlayar ke Hindia Belanda sebagai pedagang VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur). Ayahnya, Joan Cornelis Radermacher, seorang pejabat tinggi di Kerajaan Belanda, dan pamannya anggota dewan direksi VOC.

Radermacher menikah dengan putri Hugo Verijssel, anggota Dewan Hindia. Suami kedua mertuanya adalah Reinier de Klerk, anggota Dewan Hindia yang kemudian menjadi gubernur jenderal. Posisi ini membuat kariernya naik dengan cepat hingga menjabat Pedagang Kepala (Oppperkoopman), salah satu jabatan tinggi dalam kepegawaian VOC.

Ayah Radermacher adalah Grand Master (Suhu Agung) Freemason pertama di Belanda pada 1730-an. Oleh karena itu, Radermacher mendirikan loji pertama di Batavia, La Choisie, pada 1762.

Advertising
Advertising

“Sebenarnya Freemason sudah masuk ke Hindia Timur tahun 1760 dengan anggota tertua adalah J.L. van Schevichaven,” kata Sam Ardi, peneliti sejarah Freemason, dalam live Instagram @historiadotid bertema “Riwayat Gerakan Freemason di Indonesia” pada Selasa, 21 April 2020.

Baca juga: Sepuluh Fakta tentang VOC yang Belum Banyak Diketahui Orang

Sejarawan Bernard H.M. Vlekke dalam Nusantara, Sejarah Indonesia, menyebut bahwa kita tidak tahu seberapa serius doktrin Freemason dianut oleh anggota-anggota loji itu. “Orang Batavia yang tidak punya kegiatan pastilah sangat senang dengan kejadian ini, karena hal ini memberikan hiburan pada kehidupan mereka yang biasanya membosankan itu,” tulis Vlekke.

Sementara itu, sejarawan Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya: Batas-batas Pembaratan menyebut, terbentuknya loji pertama perkumpulan Freemasonry dengan nama La Choisie atau “Yang Terpilih” itu merupakan peristiwa penting jika diingat peran yang akan dimainkan oleh para Freemason dalam kehidupan di Hindia Belanda.

Menurut Paul W. van der Veur, keberadaan loji La Choisie berumur pendek mungkin karena Radermacher kembali sementara ke Belanda pada 1764. Namun, loji baru segera didirikan, La Fidele Sincerite yang populer disebut The Blue Lodge. Karena sebagian besar anggotanya pelaut dan militer, para pejabat VOC dan tuan tanah kaya mendirikan loji baru, La Vertueuse atau Yellow Lodge pada 1768.

“Periode awal ini, perasaan anti-Masonik di kalangan pejabat tinggi VOC cukup kuat sehingga tempat-tempat pertemuan Masonik harus dirahasiakan,” tulis Van der Veur dalam Freemasonry in Indonesia from Radermacher to Soekanto 1762-1961.

Akhirnya, pada 1780-an, mereka tidak lagi merahasiakan kegiatannya karena keanggotaan Freemason telah menembus eselon atas hierarki VOC, seperti Johannes Siberg, menantu Gubernur Jenderal Alting, dan sekretaris pribadinya, P.G. van Overstraten. Van Overstraten dan Siberg kemudian akan menjadi gubernur jenderal. Sehingga, peletakan batu pertama pembangunan Yellow Lodge pada 18 Januari 1786 dihadiri para pejabat pemerintah dan warga penting Batavia.

Dalam perkembangannya, menurut Van der Veur, aktivitas Masonik untuk waktu yang lama tetap terbatas pada tiga pusat utama orang Eropa di Jawa (Batavia, Semarang, dan Surabaya), dan umumnya mereka mempertahankan penampilan yang tenang.

Freemason tumbuh dengan cepat sekitar tahun 1870. Loji-loji didirikan di sebagian besar kota-kota di Jawa, seperti di Yogyakarta, Surakarta, Probolinggo, Bogor, Magelang, Bandung, Salatiga, Tegal, Malang, Blitar, Kediri, Jember, Purwokerto, dan Sukabumi. Di luar Pulau Jawa, loji-loji didirikan di Padang, Kuta Raja (Aceh), Makassar, Medan, dan Palembang.

Sementara di kota-kota kecil, keberadaan mereka yang disebut Vrijmetselaarskringen (kelompok Freemasonry) bergantung pada keanggotaan yang kecil dan fluktuatif.

Baca juga: Gedung Bappenas Bekas Loji Freemason

Perluasan yang signifikan dari loji Masonik setelah 1870 juga mencerminkan peningkatan keanggotaan secara umum. Pada 1894, ada 567 Mason di Jawa. Jumlahnya mencapai 1.071 orang di Jawa pada 1940 dan 191 orang di Sumatra dan Sulawesi.

Orang-orang yang menjadi anggota Freemason merupakan tokoh-tokoh terkemuka, seperti gubernur jenderal, pejabat pemerintah, tokoh militer, tuan tanah, pengusaha, pegawai perusahaan, anggota organisasi politik, anggota dewan perwakilan, tokoh gerakan protes, ilmuwan, penulis, jurnalis, dan lain-lain.

Menurut Van der Veur pada periode pertama (1770–1870), kegiatan Freemason menekankan pada filantropi yang secara bertahap mengambil bentuk amal yang terorganisir. Ini diarahkan bukan untuk para anggota karena kebanyakan dari mereka mampu, tetapi untuk orang-orang Eropa yang membutuhkan dan anak-anak mereka.

“Selama era ini, para Mason juga berkontribusi pada pendirian, pertumbuhan, dan pengarahan Perkumpulan Seni dan Sains Batavia,” tulis Van der Veur.

J.C.M. Radermacher, pendiri Freemason dan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. (jakarta.go.id)

Warisan Radermacher

Sebelum kembali ke Belanda, Radermacher mendirikan loji Freemason pertama pada 1762. Selama pulang kampung, ia bergabung dengan Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen (Perkumpulan Seni dan Sains Haarlem).

Terinspirasi oleh perkumpulan itu, sekembalinya ke Hindia Belanda, Radermacher mendirikan perkumpulan serupa: Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Perkumpulan Seni dan Sains Batavia) pada 24 April 1778.

“Kedua perkumpulan itu (Freemason dan Bataviaasch Genootschap, red.) didirikan satu orang, Johan C. Radermacher, dan keduanya berasal dari satu lingkungan gagasan, yakni humanitarianisme akhir abad ke-18,” tulis Vlekke.

Bataviaasch Genootschap merupakan salah satu institusi sains tertua di Asia, bahkan yang pertama di Asia Tenggara. Ia menjadi institusi pionir yang memicu aktivitas intelektual di Hindia Belanda. “Organisasi pertama dari jenisnya yang didirikan di suatu koloni di daerah tropis,” tulis Vlekke.

Baca juga: Kapolri Soekanto dan Freemason

Lombard menyebut Bataviaasch Genootschap sebagai yang terpenting didirikan Radermacher. Sebuah kelompok studi yang segera menerbitkan sejumlah makalah tentang bahasa, sejarah kuno, dan produk-produk Kepulauan Nusantara, yang kelak akan disusul oleh karya-karya besar para sarjana pada abad berikutnya.

Bataviaasch Genootschap memiliki motto “Ten Nutten van het Algemeen” (Demi Kemanfaatan Umum), yang menggambarkan semangat lembaga ini untuk menjadikan seni dan sains sebagai sarana memajukan kehidupan masyarakat.

Menurut Vlekke, lembaga baru itu tidak hanya mempromosikan seni dan sains, tapi juga untuk melayani publik. Laporan-laporan tertua yang diterbitkan perkumpulan itu terkait dengan masalah-masalah seperti reformasi sanitasi di Batavia, lampu jalan, perbaikan jalan, kondisi pelabuhan, dan seterusnya.

“Gubernur Jenderal yang sedang memerintah, Reiner de Klerk, sangat tertarik pada yayasan baru itu dan mencoba memberi dukungan pada urusan itu dengan mengirimkan surat edaran kepada semua bawahannya, dan menyarankan mereka untuk bergabung dengan perkumpulan itu,” tulis Vlekke.

Di awal berdiri, Bataviaasch Genootschap memiliki 192 anggota: 103 anggota menetap di Batavia, dan sisanya tersebar di pos-pos dagang Belanda di Nusantara, Jepang, India, dan Sri Lanka.

Van der Veur mencatat bahwa para Mason adalah kontributor utama pada volume pertama jurnal Verhandelingen yang diterbitkan Bataviaasch Genootschap. Setidaknya lima dari 14 presiden Bataviaasch Genootschap antara 1778 dan 1853, dan lebih dari sepertiga dari 150 anggota dewan perkumpulan itu antara 1778 dan 1875 adalah Mason.

Baca juga: Sukarno Dipengaruhi Freemason

Radermacher juga menyumbangkan banyak tulisan untuk jurnal Verhandelingen guna merangsang atmosfer penelitian. Demi membesarkan lembaga ini, ia menyumbangkan sebuah rumah di Kali Besar untuk aktivitas Bataviaasch Genootschap, berikut delapan peti kayu berisi buku-buku berharga dari Eropa, koleksi hewan, fosil, bebatuan, beberapa instrumen musik Jawa, beraneka ragam mata uang koin, bahkan sebuah taman untuk kepentingan riset botani. Ia juga tak segan merogoh kocek sendiri untuk menutup defisit yang dialami lembaga.

Aktivitas Bataviaasch Genootschap menurun drastis setelah Radermacher mati dalam perjalanan pulang ke Belanda tahun 1783.

Dari dua perkumpulan yang didirikan Radermacher, warisan Bataviaasch Genootschap yang masih bertahan hingga sekarang dan dirasakan manfaatnya. Peninggalan artefaknya menjadi koleksi Museum Nasional, buku-buku diserahkan kepada Perpustakaan Nasional, dan arsip-arsip berharga tersimpan di Arsip Nasional.

Bagaimana dengan Freemason? Perkumpulan rahasia ini dilarang oleh Sukarno karena dianggap budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

TAG

freemason voc

ARTIKEL TERKAIT

Arsip Merekam Anak Yatim Zaman Kolonial Tanujiwa Pendiri Cipinang dan Bogor Saat Peti Laut jadi Penanda Pangkat Pegawai VOC Perantau Tangguh yang Menaklukkan Batavia Susunan Pemerintahan VOC Daeng Mangalle dan Konspirasi Melawan Raja Thailand Awal Mula Meterai di Indonesia Kisah Pejabat VOC Dituduh Korupsi tapi Malah Dapat Promosi Ambisi van Goens Membangun Batavia Baru di Ceylon Kisah Dua Anak Gubernur Jenderal VOC yang Bermasalah