Pada suatu pagi, sang prabu tengah berada di balairung sari menerima para menteri, arya, dan pemuka negara yang datang menghadap.
“Sri Paduka yang mulia! Ada suatu kewajiban kenegaraan yang tidak boleh diabaikan sehingga harus dibicarakan sekarang,” ujar Gajah Mada tiba-tiba.
Berdasarkan perhitungan, lanjut Gajah Mada, hari peringatan dua belas tahun meninggalnya Rajapatni jatuh pada bulan Badra tahun itu. Ibu suri Tribhuwana Tunggadewi berkeinginan supaya putranya, Raja Hayam Wuruk melaksanakan perayaannya di istana.
“Seluruh keturunan Rajapatni dan segenap pembesar Majapahit diharapkan ikut serta menyumbangkan sesajian persembahan untuk keperluan upacara agung tadi,” kata Gajah Mada.
Gagasan patih disambut baik sang prabu. Perayaan terselenggara besar-besaran. Semua pemimpin agama dan pemerintahan Kerajaan Majapahit datang untuk memberikan penghormatan dan mengenang Rajapatni.
Jalannya pesta peringatan dan beragam sesajian persembahan bagi nenek Hayam Wuruk itu pun bisa terbayang kini. Sebabnya, ia tercatat panjang lebar dalam Kakawin Nagarakretagama.
Baca juga: Prapanca, Pujangga Majapahit yang Diasingkan
Rajapatni, begitu Putri Gayatri dijuluki, menurut kakawin yang ditulis Prapanca itu, adalah satu dari empat putri Raja Kertanagara, raja terakhir Singhasari. “Putri Kertanagara cantik-cantik bagai bidadari. Sang Prameswari Tribuwana yang sulung, luput dari cela. Lalu Prameswari Mahadewi, rupawan tidak bertara. Prajnyaparamita Jayendradewi, cantik manis menawan hati. Gayatri, yang bungsu, paling terkasih, digelari Rajapatni,” catat Prapanca.
Agaknya, gambaran yang diberikan Prapanca dalam karyanya memperlihatkan Gayatri tak cuma sekadar nenek raja. Dia punya tempat yang spesial bagi Majapahit.
Prapanca tak cuma sekali menyebut nama sang Rajapatni. Dia memuji kecakapan nenek baginda itu. Terutama soal bagaimana dia bertindak sebagai penasihat utama dalam pemerintahan.
Kemudian ketika dia mangkat pada 1350 M, segenap rakyat kerajaan berkabung. “Rakyat merasa sedih kehilangannya. Kesedihan rakyat itu musnah setelah penobatan baginda sebagai raja,” tulis sang pujangga.
Nagarakretagama juga menyinggung perkawinan Gayatri, dan ketiga kakaknya dengan Wijaya atau Raja Kertarajasa Jayawardhana, pendiri Majapahit. Pemberitaan itu mendapat dukungan Prasasti Penanggungan dari 1296 dan pada prasasti lain yang dikeluarkan Wijaya bertarikh 1305.
Baca juga: Perempuan-Perempuan Bersenjata
Pada prasasti yang terakhir disebutkan bahwa Tribhuwana sangat ulung dalam permainan kata. Sri Paduka Mahadewi menjadi landasan percintaan paduka. Jayendradewi yang juga biasa disebut Prajnyaparamita, sangat setia dan bersifat luhur. Gayatri, si bungsu, sangat cantik dan paling dikasihi baginda.
“Hubungan Kertarajasa dan putri Gayatri disamakan dengan hubungan Dewa Siwa dan Dewi Uma,” sebut prasasti itu.
Menurut Nagarakretagama pula, Gayatri menurunkan dua putri pewaris takhta. Yang sulung menjadi rani di Jiwana, yang bungsu menjadi rani Daha. Yang sulung Tribhuwana Tunggadewi kemudian bertakhta menggantikan kakak tirinya, Jayanagara.
Kali itu, lagi-lagi, Prapanca mengenang Gayatri dengan pujian. “Atas perintah ibunda Rajapatni, sumber bahagia dan pangkal kuasa, beliau (Tribhuwana Tunggadewi, red.) menjadi pengemban dan pengawas raja muda, Sri Baginda Wilwatikta (Hayam Wuruk, red.),” katanya.
Terdapat pula bukti visual dalam bentuk arca Prajnaparamita. Perwujudannya sebagai dewi kebijaksanaan tertinggi dalam ajaran Buddha itu dipahat indah luar biasa.
Baca juga: Perempuan Penguasa Masa Mataram Kuno
Karenanya menurut Earl Drake, sejarawan yang pernah menjadi duta besar Kanada di Indonesia, sungguh beralasan untuk menempatkan Gayatri begitu terhormat. “Begitu banyak penghormatan baginya oleh orang-orang yang hidup pada masanya,” catatnya dalam Gayatri Rajapatni.
Sepanjang hidupnya, Gayatri ditempa oleh kejadian-kejadian buruk yang menimpa keluarganya. Kerajaan asalnya, Singhasari, diserbu tentara Mongol. Dia pun tertangkap ketika pasukan Jayakatwang menyerang dan membunuh orang tuanya. Lalu dia terlibat hubungan asmara dengan iparnya, Wijaya, yang telah beristri kakak sulungnya.
“Intrik-intrik dan pembunuhan dalam istana menunjukkan keberanian dan kesetiaan kepada prinsip-prinsip yang dijunjungnya, kecerdasan luar biasa, dan kepribadian penuh kasih sayang,” tulis Drake.
Gayatri dinilainya telah bertindak dalam lingkaran keraton yang didominasi laki-laki. Dialah yang mendorong para lelaki yang berkuasa itu agar melaksanakan visi religius dan politik ayahnya, mendiang suaminya, dan dirinya sendiri. Itu terutama angan untuk menyatukan Nusantara.
Baca juga: Para Penguasa di Masa Senja Majapahit
Salah satunya, ketika dia terpikir untuk mengangkat Gajah Mada sebagai mahapatih.
Tak berhenti di situ, menurut Drake, Gayatri adalah sosok di istana yang mengenal dan membimbing nyaris seluruh tokoh besar laki-laki pada masanya, termasuk Mahapatih Gajah Mada.
Dengan Gayatri dan putrinya Tribhuwana Tunggadewi, Gajah Mada bekerja sama membuat keputusan-keputusan kenegaraan. Dia terhitung tak pernah salah langkah, hingga akhirnya terjadi pembantaian utusan dari Sunda.
“Ini terjadi setelah Gayatri wafat dan tak mampu membimbingnya lagi,” tulis Drake.
Drake menyadari pemikirannya tentang Gayatri itu bisa dinilai kontroversial. Namun, dia yakin itu tetap sesuai dengan keterbatasan informasi yang dimiliki hingga hari ini.
“Lebih masuk akal dibanding pandangan tradisional,” tulis Drake.
Baca juga: Bukan Raden Ayu Lemah Lembut
Drake pun menyesali sosok Gayatri tak banyak dikenali hari ini. Sebabnya, Gayatri tak pernah secara resmi dinobatkan menjadi seorang ratu yang memerintah. Dia pun memilih masuk biara dan menjadi biksuni ketika berada di puncak kekuasaan.
Belum lagi, syair epik kerajaan yang menjadi bukti atas jasa dan ketenarannya hilang selama lima ratus tahun. Baru belakangan ini naskah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Ditambah lagi dia adalah seorang penganut Buddha di sebuah negeri yang wataknya semakin Islami. “Baru-baru ini saja dia dikenali sebagai subjek arca Prajnaparamita yang mahsyur itu dan bahkan sekarang oleh segelintir sarjana saja,” tulis Drake.
Akhirnya, pesta Srada yang diselenggarakan serba meriah dan khidmat. Segenap rakyat Majapahit, menurut Prapanca, berharap semoga Gayatri melimpahkan berkat kepada raja sehingga jaya terhadap musuh.
Baca juga: Nasib Prajurit Perempuan
Sang Rajapatni didharmakan di Kamal Pandak dan di Bayalangu pada 1362. Di Kamal Pandak, kata Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakretagama, candi Gayatri dijadikan tugu pemersatu. Candinya diharapkan menjadi penawar kutukan pendeta Bharada yang melakukan pembelahan kerajaan atas permintaan Raja Airlangga.
“Uraian Prapanca tentang pembelahan kerajaan Airlangga kiranya tepat disebut asal mula nama Desa Kamal Pandak. Desa itu penting untuk diberitakan karena di situ dicandikan ibu suri Rajapatni,” catat Slamet Muljana.
Candi Makam Sri Rajapatni selanjutnya tersohor sebagai tempat keramat. Kata Prapanca, setiap bulan Badrapada ia disekar oleh para menteri dan pendeta. Di tiap daerah, rakyat serentak membuat peringatan dan pemujaan. “Itulah surganya, berkat berputra, bercucu narendra utama,” tulis Prapanca.