Masuk Daftar
My Getplus

Pemberontakan Terhadap Sriwijaya

Peristiwa pemberontakan ini menjadi pengingat bagi mereka yang berniat melawan Sriwijaya.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 05 Apr 2019
Tonggak-tonggak kayu sisa dermaga Pelabuhan Kota Kapur di tepi sungai Menduk. (Dok. Puslitarkenas).

Seorang pembesar yang gagah berani, Kandra Kayet di medan pertempuran. Ia bergumul dengan Tandrun Luah dan berhasil membunuh Tandrum Luah. Tandrun Luah mati terbunuh di medan pertempuran. Tetapi bagaimana nasib Kayet yang berhasil membunuh itu? Juga Kayet berhasil ditumpas. Ingatlah akan kemenangan itu! ia enggan untuk tunduk kepadaku. Ingatlah akan kemenangan itu!

Kamu sekalian dewata yang berkuasa dan sedang berkumpul menjaga Kadatuan Sriwijaya, juga kau Tandrum Luah, dan semua dewata yang mengawali setiap mantra kutukan!

Begitulah sejarawan Slamet Mulajna menerjemahkan bagian manggala atau pembuka dari Prasasti Kota Kapur, peninggalan Kedatuan Sriwijaya dari 686 M. Prasasti ini ditemukan di Bangka, di dusun kecil bernama Kota Kapur. Isinya adalah kutukan kepada siapun yang berani memberontak terhadap pemerintahan Sriwijaya. 

Advertising
Advertising

Baca juga: Penaklukkan Sriwijaya di Pulau Bangka dan Jawa

Yang menarik, sejumlah prasasti kutukan dari Sriwijaya selalu diawali seruan Tandrun Luah. Slamet Muljana itu menafsirkan Tandrun Luah merupakan seorang senapati Sriwijaya yang gugur ketika melawan pemberontak yang sakti mandraguna, Kandra Kayet.

“Namun, akhirnya, Kandra Kayet berhasil juga diringkus oleh Dapunta Hyang (Raja Sriwijaya, red.),” tulis Slamet Muljana dalam Sriwijaya.

Baca juga: Raja-raja yang Bertakhta di Sriwijaya

Menurut Slamet Muljana, karena prasasti-prasasti kutukan Sriwijaya seringkali menyebut tokoh Tandrun Luah, peristiwa penundukkan Kandra Kayet masih hangat sekali dalam ingatan setiap orang di wilayah Sriwijaya. Peristiwa itu adalah pengingat bagi mereka yang berniat melawan atau memberontak kepada Sriwijaya. Jangankan orang lain yang lebih lemah, Kandra Kayet yang sangat kuat sekalipun berhasil ditumpas oleh Dapunta Hyang.

Pemberontakan yang mungkin timbul adalah pemberontakan dari negeri-negeri bawahan. Tidak mustahil pula pemberontakan timbul di pusat kerajaan akibat hasutan para pembesar yang tidak menyetujui politik Dapunta Hyang.

“Karenanya tekanan terletak pada Drohaka, pengkhianat. Barang siapa melawan kekuasaan Dapunta Hyang, atau barang siapa melakukan pemberontakan atau bersekutu dengan pemberontakan terhadap kekuasaan Sriwijaya, dicap sebagai drohaka atau pengkhianat,” tulis Slamet Muljana.

Ahli lainnya, seperti arkeolog Prancis, G. Coedes yang telah mempublikasikan beberapa prasasti Sriwijaya, dan J.G. de Casparis, peneliti dari Belanda, yang mempublikasikan Prasasti Telaga Batu, menahan diri dalam memberi tafsiran pada bagian manggala prasasti-prasasti kutukan itu.

Arti Lain Tandrun Luan

Filolog Poerbatjaraka melihat Tandrun Luah berhubungan dengan sang hyang tandang luah dalam prasasti Jawa Kuno, Mantyasih dari 907 M. Interpretasinya merujuk pada roh penunggu sungai atau air. Biasanya dewa akan disebut dalam prasasti-prasasti. Dewa-dewa atau roh itu diyakini melindungi dan menjadi saksi atas sumpah dan segala perbuatan manusia.

Adapun arkeolog Belanda V. Obdeijn, menghubungkan kata luah dengan bahasa Minangkabau, lua, yang merujuk pada teritori atau distrik. Jadi, dia menduga tandrun luah berarti pemimpin dari suatu wilayah.

Baca juga: Tiga Faktor yang Membuat Sriwijaya Jadi Kerajaan Kuat

Di luar tafsiran yang berbeda-beda mengenai Tandrun Luah, Sriwijaya memang seringkali menakut-nakuti rakyatnya yang punya niat tak setia pada negara. Sebagai Kedatuan, Sriwijaya terdiri dari wilayah-wilayah yang dipimpin oleh datu. Mereka yang mengakui kedaulatan Sriwijaya, yaitu Kedah, Ligor, Semenanjung Melayu, Kota Kapur, Jambi, Lamoung, dan Baturaja.

“Kedatuan dari kata datu atau orang yang dituakan. Dalam prasastinya tidak pernah menyebutnya sebagai kerajaan,” kata Ninie Susanti, arkeolog Universitas Indonesia.

Menurut Ninie, prasasti-prasasti yang berisi kutukan adalah salah satu cara Sriwijaya untuk menancapkan hegemoninya. Sejauh ini telah ditemukan enam prasasti yang berisi hal serupa. “Isinya adalah ancaman bagi mereka yang berani melawan raja. Ini sebagai bukti bagaimana ia (Sriwijaya, red.) diakui,” ujar Ninie lagi.

TAG

Sriwijaya

ARTIKEL TERKAIT

Ibnu Sutowo dan Para Panglima Jawa di Sriwijaya Sungai yang Membangun Peradaban di Sumatra Angin Muson, Mesin Perkembangan Budaya Menjemput Berkah dari Situs Percandian Muarajambi Jejak Peradaban di Sepanjang Sungai Batanghari Saksi Bisu Dua Kekuatan Besar Sumatra Temuan Baru di Situs Muarajambi Mengingat Lagi Muarajambi Ketika Sumatra Menjadi Pusat Peribadatan Tantrayana Prasasti Kutukan Sriwijaya di Wilayah Taklukkan