Masuk Daftar
My Getplus

Mata-mata Mataram Ditangkap VOC

Mata-matanya tertangkap, rencana Sultan Agung terbongkar. Serangan kedua Mataram ke Batavia pun kembali gagal.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 08 Apr 2020
Lukman Sardi (Tumenggung Notoprojo) dan T. Rifnu Wikana (Kelana) memimpin pasukan Mataram dalam film "Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, Cinta" (2018). (Instagram @sultanagung.themovie).

Sultan Agung tak ingin mengulangi kegagalan serangan pertama ke Batavia pada 1628. Ia berusaha mempersiapkan serangan kedua dengan lebih baik. Ia membuat gudang-gudang beras agar pasukannya tidak kelaparan. Untuk mengetahui pertahanan VOC, ia mengirim mata-mata ke Batavia.

Mata-mata bernama Warga itu tiba di Batavia pada 16 April 1629. Dengan menyamar sebagai pedagang, ia berhasil mengamati benteng-benteng VOC. Ia malaporkan hasil pengamatannya kepada penanggung jawab serangan kedua.

“Namun malang baginya, ia tertangkap oleh Kompeni, kemudian disiksa dan dipenjarakan,” tulis Sutrisno Kutoyo, dkk. dalam Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia.

Advertising
Advertising

Sultan Agung mengerahkan 130.000 prajurit yang diperkuat dengan meriam. Mereka mulai bergerak pada akhir Mei 1629. Namun, akibat tertangkapnya mata-mata itu, VOC berhasil menghancurkan logistik untuk pasukan Mataram.

Baca juga: Taktik Penyakit Sultan Agung

Menurut sejarawan M.C. Ricklefs, pada Juli 1629, kapal-kapal VOC berhasil menemukan dan menghancurkan gudang-gudang beras dan perahu-perahu di Tegal dan Cirebon yang dipersiapkan untuk tentara Sultan Agung.

“Sehingga nasib tentara itu sudah ditentukan sebelum mereka tiba di Batavia,” tulis Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200–2008.

Serangan pertama pasukan Mataram ke Batavia pada 1628. (Atlas of Mutual Heritage/Wikimedia Commons).

Pasukan Mataram sampai juga di Batavia. Serangan dimulai pada 22 Agustus 1629. Sasarannya diarahkan pada benteng-benteng: Parel, Holland, Robijn, Safier, dan Diamant. Benteng-benteng itu dikepung oleh berlapis-lapis prajurit Mataram dengan perbekalan dan persenjataan yang diatur dengan tertib.

Namun, Sutrisno menjelaskan, VOC sudah memperkirakan segala kemungkinan yang terjadi apabila pasukan Mataram melakukan serangan. VOC telah mengetahui persiapan Mataram dan tempat-tempat penyimpanan serta penimbunan padi dibakar. Patroli di sepanjang pantai utara diperkuat dan kapal-kapal penyelidik bekerja keras untuk mengamati setiap gerakan pasukan Mataram. Pintu-pintu penghubung rahasia antarbenteng dibuat untuk melarikan diri atau mendatangkan bantuan dari benteng lain apabila terjadi serangan mendadak dari pasukan Mataram.

“Serangan Mataram pada September 1629 tidak berarti karena hanya serangan kecil,” tulis Sutrisno. “Kedua belah pihak sangat hati-hati dan saling memperhatikan gerak-gerik lawan.”

Baca juga: Mata-mata Mataram dalam Penaklukan Tuban

Pertempuran kembali terjadi pada 20 September 1629. Meriam-meriam Mataram berhasil merusak benteng Holland, tetapi prajurit Mataram tidak mendobrak dan menaiki benteng itu meskipun serdadu VOC yang bertahan sudah kehabisan peluru. “Dalam pertempuran itu Gubernur Jenderal J.P. Coen tewas, yang menurut sumber Belanda disebabkan oleh wabah penyakit menular,” tulis Sutrisno.

Pada awal Oktober 1629, perbekalan semakin menipis sehingga prajurit Mataram terancam kelaparan. Namun, mereka masih melakukan serangan dengan menembakkan meriam ke benteng VOC. Akhirnya, serangan dihentikan ketika mulai musim hujan.

“Selain itu, perbekalan sudah menipis dan berjangkitnya wabah penyakit menular menyebabkan Mataram mengambil keputusan untuk segera menarik pasukannya dari Batavia,” tulis Sutrisno.

Baca juga: Benarkah Jan Pieterszoon Coen Tewas di Tangan Intel Mataram?

Sutrisno mencatat, selain menewaskan J.P. Coen, serangan Mataram juga membunuh 600 serdadu VOC. Pada 7 Oktober 1629, senopati Mataram Tumenggung Singaranu kembali menuju Mataram.

Sementara itu, menurut Ricklefs, serangan kedua Mataram merupakan malapetaka. Ambisi Sultan Agung tidak seimbang dengan kemampuan militer dan logistiknya, sehingga membawa dirinya ke dalam kehancuran di Batavia. Penyerangan Mataram hanya bertahan sebulan lebih (21 Agustus–2 Oktober 1629). Pihak Mataram mengalami banyak penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kelaparan. Tentaranya pun bercerai-berai dalam perjalanan pulang.

“VOC hanya menderita sedikit kerugian walaupun pada 20 September 1629 Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen meninggal dunia karena sakit di dalam benteng,” tulis Ricklefs.

Setelah dua kali gagal, Sultan Agung tidak pernah lagi menyerang Batavia. Banten pun terbebas dari ancaman Mataram karena terlindungi oleh posisi VOC yang letaknya memisahkan daerah Banten dan Mataram.

“Para penulis kronik sejarah Mataram,” tulis Ricklefs, “atau mungkin Sultan Agung sendiri berusaha menyembunyikan kegagalan tahun 1628–1629 itu dengan memaklumatkan sebuah ramalan bahwa zaman di mana Mataram dan VOC akan menjadi sekutu telah tiba.”

TAG

intelijen mataram sultan agung

ARTIKEL TERKAIT

Spion Wanita Nazi Dijatuhi Hukuman Mati Mata Hari di Jawa D.I. Pandjaitan dan Aktivis Mahasiswa Indonesia di Jerman Sepak Terjang Spion Melayu Adam Malik Sohibnya Bram Tambunan Operasi Monte Carlo, Misi Intelijen Koes Bersaudara Satu-satunya Perempuan Amerika yang Dieksekusi Hitler Bapaknya Indro Warkop Jenderal Intel Ali Moertopo Disebut Pernah Jadi Agen Belanda Roebiono Kertopati, Bapak Persandian Indonesia