Masuk Daftar
My Getplus

Jejak Peradaban Barus

Bagaimana sebuah wilayah yang terletak di pesisir barat Sumatera pernah meniupkan namanya hingga ke Jazirah Arab.

Oleh: M. Fazil Pamungkas | 27 Jun 2019
Salah satu gerbang masuk wilayah Barus sekarang (sumber:wikimedia commons)

BARUS. Sebuah kawasan yang memiliki luas 15 km persegi. Terletak di antara perbukitan dan pesisir barat Sumatera Utara, wilayah ini pernah mengejutkan dunia perdagangan internasional berkat hasil alamnya. Pada 1995, di desa Lobu Tua, salah satu daerah di Barus, masyarakat pernah memasang sebuah spanduk bertuliskan ‘Dirgahayu ke-50 Negaraku, dan Dirgahayu ke-5000 Desaku’. Sebuah pernyataan yang sangat menarik.

Dalam Lobu Tua: Sejarah Awal Barus, Claude Guillot menyebut bahwa pernyataan masyarakat itu didasarkan atas pemikiran seorang ahli sejarah dari daerah tersebut. “Nama Barus sudah lama muncul, apabila diterima pendapat bahwa Barousai yang disebut Ptolemaeus (geografis Romawi) adalah Barus.” tulisnya.

Selain oleh Ptolemaeus, nama Barus sebagai sebuah tempat juga tercatat dalam sejarah Dinasti Liang (abad ke-6 M). Setelahnya, banyak peradaban yang menyebut nama Barus dan selalu dikaitkan dengan hasil alamnya, yakni kapur barus dan kamper.

Advertising
Advertising

Selanjutnya para pedagang dari Timur Tengah dalam beberapa catatan perjalannya menyebut sebuah daerah penghasil kamper dan damar. Mereka menyebut Fansur, yang penggambarannya sama dengan Barus.

Baca juga: Air Kapur Barus Minuman Ahli Surga

Namun Barus dalam catatan orang-orang Tionghoa lokasinya berbeda dengan wilayah Barus sekarang. Dokumen mereka menyebut Barus sebagai sebuah kerajaan di timur laut Sumatera yang mempunyai beberapa pelabuhan di pantai timurnya. Sedangkan, Barus sekarang berada di pesisir barat.

Lantas bagaimana dengan Barus sekarang? Dijelaskan dalam buku Sejarah Raja-Raja Barus: Dua Naskah dari Barus karya Jane Drakard, Barus sekarang berasal dari abad ke-11. Hal itu didasarkan atas hasil penelitian K.A. Nilakanta Sastri (sejarawan India, meninggal 1975) yang telah membaca sebuah prasasti dari Lobu Tua.

Prasasti itu dibuat oleh perkumpulan pedagang Tamil (India) yang telah melakukan hubungan dengan penduduk Barus sejak 1088. Mereka berkunjung ke wilayah Barus secara langsung dan menjalin kontak dengan penduduk di sana. Bahkan membangun pemukiman semi-permanen di wilayah pesisir Sumatera.

“Walaupun prasasti ini pendek, terdapat beberapa aspek yang menarik. Cara penanggalan yang menggunakan tahun Saka ini sesuai dengan tradisi setempat (tradisi di Nusantara masa Hindu-Buddha). Berbeda dengan kebanyakan prasasti Tamil dari India Selatan.” tulis Y.Subbarayalu dalam “Prasasti Perkumpulan Pedagang Tamil di Barus: Suatu Peninjauan Kembali” dimuat Lobu Tua Sejarah Awal Barus.

Selain penemuan prasasti Tamil, di Lobu Tua juga cukup banyak ditemukan keramik yang berasal dari abad ke-8 sampai ke-9. Hal itu lah yang kemudian dijadikan dasar oleh O.W. Wolters (sejarawan Inggris) untuk membuat kesimpulan seperti di atas.

Dalam buku Kebangkitan dan Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII, Ia menyebut Barus, baik yang ada dalam dokumen para pedagang Tionghoa maupun daerah sekarang, telah ada sebelum abad ke-8 M. Wilayahnya meliputi satu daerah luas di utara Sumatera, dan pelabuhannya terletak dibagian timur laut Sumatera, di antara Aceh dan Tanjung Intan, menghadap langsung Selat Malaka.

“Hipotesis Wolters ini perlu ditinjau kembali berdasarkan sumber yang merujuk kepada Barus pada abad ke-11 M.” tulis Subbarayalu.

Baca juga: Kapur Barus, Agen Persebaran Agama di Nusantara

Tampaknya pernyataan Wolters tersebut cukup diperkuat dengan keberadaan dua sumber lokal dari tradisi lisan, yakni Kronik Hulu (Asal Keturunan Raja Barus) dan Kronik Hilir (Sejarah Tuanku Batu Badan). Keduanya sama-sama menyebut nama kerajaan-kerajaan yang berdiri sebelum wilayah Lobu Tua di Barus sekarang.

Menurut Kronik Hulu (ditemukan tahun 1815), sebelum Barus sekarang berdiri terdapat sebuah kerajaan bernama Maligie (Mahligai) di pedalaman Sumatera. Kerajaan itu ‘diperintah’ oleh seorang gaib (mengacu pada tokoh tertentu) dari Pansohor (Pansur), kerajaan asli Barus.

Sementara dalam Kronik Hilir (didokumentasikan tahun 1870-an), terdapat sebuah dinasti baru di dataran tinggi Batak yang diperintah oleh Alang Pardoksi (mengacu pada nama tokoh). Kerajaan di pedalaman Sumatera itu kemudian membuat sebuah pemerintahan di wilayah baru.

Pada Kronik Hilir, kerajaan baru itu kemudian dikenal sebagai Pangsur (Pansur) yang menetap di daerah Kampung Busu’ Lama. Dari sana, mereka memindahkan kerajaannya ke Lobo Tuha (Lobu Tua), lokasi Barus sekarang.

“Jika hipotesis Wolters ini benar, maka dapat disimpulkan bahwa Barus yang disebut di dalam sumber-sumber tertua mungkin merupakan nama satu jaringan yang titiknya berubah, seperti Sriwijaya yang pelabuhan utamanya beralih dari Palembang ke Jambi.” tulis Claude.

Baca juga: Anak Historis Kamper

 

TAG

Barus Kamper

ARTIKEL TERKAIT

Jejak Sufi, Pembawa Ajaran Islam ke Nusantara Al-Qur'an dan Hadis dalam Perdukunan di Barus Mencari Bukti Awal Islamisasi di Nusantara Kisah Tanah Kuno Leluhur Barus Di Balik Arca Prajnaparamita, Nandi dan Bhairawa Puncak Seni Arca dari Candi Singhasari Menapak Tilas Ken Angrok Ratu Kalinyamat Menjadi Pahlawan Nasional Zhagung dan Tikus versi Pram versus Karmawibhangga Empat Arca Warisan Singhasari Akhirnya Tiba di Tanah Air