Masuk Daftar
My Getplus

Enam Kegagalan Mongol di Seluruh Dunia

Sebagai bangsa yang ditakuti, bukan berarti Mongol tak pernah gagal. Salah satu kegagalannya terjadi di Jawa.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 27 Feb 2020
Ilustrasi serangan tentara Mongol. (Sammy33/Shutterstock).

Satu demi satu kerajaan-kerajaan di dunia jatuh di bawah Kekaisaran Mongol. Kekuasaannya menghubungkan Asia dan Eropa, menjadi yang terbesar dalam sejarah. Namun, gelombang kemenangan mereka bukannya tak terpatahkan. Paling tidak ada enam kegagalan yang pernah dialami Mongol. 

Bulgar Volga

Volga Bulgaria, negara berbahasa Turki di Eropa Timur yang eksis pada abad ke-9 hingga pertengahan abad ke-13. Negara ini menguasai tanah luas yang sebagian besar berada di sekitar sungai Volga tengah dan Kama. Volga Bulgaria penting karena mengendalikan rute utama antara Asia Tengah dan Eropa utara.

Mereka adalah orang-orang yang pertama masuk Islam di Eropa Timur. Awalnya hidup sebagai penggembala nomaden, sama seperti orang Mongol. Pada perkembangannya Volga Bulgaria mengembangkan peradaban perkotaan, namun sebagian besar penduduknya tinggal di luar pusat kota.

Advertising
Advertising

Baca juga: Mongol, Penakluk Terbesar dalam Sejarah

Volga Bulgaria memiliki dua kota, Bulgar dan Suvar. Mereka menguasai kawasan Sungai Volga di dekat wilayah yang hari ini merupakan Kazan. Pada 1223, Jochi, anak tertua Jenghis Khan, mengalami kekalahan. Mongol pun mengakui Volga Bulgaria sebagai lawan terberat.

Menurut John Man, sejarawan Inggris, dalam Jenghis Khan, Legenda Sang Penakluk dari Mongolia, setelah mengalami kekalahan pertama yang juga satu-satunya, orang Mongol mundur sekaligus mencamkan dalam benak mereka rasa malu yang akan tetap bertahan.

Balas dendam mereka baru bisa terwujud 15 tahun kemudian. Pada 1236, bangsa Mongol akhirnya menaklukkan negara Volga Bulgaria, yang akhirnya berkembang menjadi Kekhanan Kazan.

Mamluk (Mesir) 

Pada 1258, Hulagu Khan menyerang Timur Tengah, menaklukkan Persia dan Baghdad di Irak. Ia kemudian mengirim utusan ke Sultan Qutuz. Penguasa Dinasti Mamluk di Mesir itu menolak mengakuinya bahkan mengeksekusi utusan itu.

Dalam Battles that Changed History yang diterbitkan Smithsonian dijelaskan, Hulagu Khan yang sedang menghadapi masalah suksesi di kampung halamannya, mundur ke Azerbaijan. Ia bersama sebagian besar pasukannya, mundur ke wilayah yang lebih dekat dengan Mongol. Letnan Kitbuga tetap tinggal memimpin 20.000 penunggang kuda. Sultan Qutuz mengambil keuntungan untuk menyeberang dari Mesir ke Palestina.

Baca juga: Serangan Pertama Mongol ke Kerajaan Islam

Pada 3 September 1258, pasukan Sultan Qutuz menghadapi Mongol di Ain Jalut, Galilea. Jenderal Baybars mencontek taktik lawannya: menyembunyikan sebagian besar pasukan, lalu mundur dengan kekuatan kecil untuk menarik maju pasukan Kitbuga.

Pasukan Mongol tertipu. Namun, meski sudah dihujani panah Mamluk, mereka masih berhasil membekuk sayap kiri tentara Mesir. Mamluk mendapat peluang ketika sekutu Kitbuga dari Suriah membelot. Tentara Mongol melarikan diri. Mamluk mengejarnya sambil memukul telak reputasi Mongol sebagai yang tak terkalahkan. Kendati Mongol kembali ke Suriah pada 1262, dan mencoba maju lagi ke Mesir beberapa kali 50 tahun kemudian, Ain Jalut tetap menandai batas ekspansinya di Timur Tengah.

Lukisan dari 1281 tentang kekalahan pasukan Mongol dan Armenia dari Dinasti Mamluk. (Wikipedia).

Dai Viet (Vietnam)

Mongol tiga kali menyerang Dai Viet di bawah kekuasaan Dinasti Tran (1225–1400 M). Serangan pertama dipimpin oleh Mongke Khan, cucu Jenghis Khan.

Vu Hong Lien, sejarawan Vietnam-Inggris dalam The Mongol Navy: Khubilai Khan’s Invasions in Dai Viet and Champa, menjelaskan Mongke mengirim adiknya, Khubilai Khan, ke Yunnan untuk membuka rute darat ke perbatasan selatan Cina, melalui wilayah Dai Viet, utara Vietnam saat ini. Tujuannya, untuk menjebak Dinasti Song di tengah dua kekuatan militer Mongol. Namun, Dai Viet menolak bekerja sama. Khubilai Khan pun menugaskan Jenderal Uriyangkhadai untuk menginvasi Dai Viet pada 1257.

Baca juga: Kekejaman Bangsa Mongol di Rusia

Menurut Vu Hong Lien, berdasarkan Catatan Dinasti Yuan, Sejarah Vietnam, dan Sejarah Singkat Annam, bangsa Mongol hanya bertahan sembilan hari di ibu kota Dai Viet, Thang Long (sekarang Hanoi). Mereka diserang penyakit dan kelaparan. Pada 1258, Uriyangkhadai manarik sisa pasukannya ke Yunnan.

Sikap ramah Dinasti Tran terhadap orang-orang Dinasti Song tak luput dari perhatian Khubilai Khan, yang sudah menjadi kaisar Dinasti Yuan. Permusuhan terbuka antara Dai Viet dan Dinasti Yuan meningkat pada 1276. Namun, Dai Viet terhindar dari invasi karena Mongol disibukkan dengan misi di Pagan (sekarang Myanmar) dari 1271-1287.

Baca juga: Hukuman bagi Jenderal Mongol

Invasi kedua Mongol ke Dai Viet terjadi pada 1285. Penyebabnya, Dinasti Tran menolak permintaan Jenderal Alihaya, untuk mengizinkan tentara Dinasti Yuan menyeberang tanah Dai Viet untuk menyerang Champa pada 1283. Kendati penuh persiapan, Mongol tetap kesulitan karena menghadapi serangan panah beracun yang menewaskan Jenderal Li Heng. Mongol mundur dengan sedikit prajurit.

Invasi ketiga pada 1287-1288. Khubilai Khan menambah armadanya. Sebelas dari 70 kapal perbekalan diserang Dai Viet. Akibatnya, tentara Mongol kekurangan makanan. Ditambah lagi mereka kalah mahir dalam peperangan di laut. Tiga serangan Mongol ke Dai Viet pun berakhir dengan kegagalan.

Invasi ketiga Mongol ke Đại Việt pada 1288. (Wikipedia).

Jepang

Setelah menaklukkan Dinasti Goryeo di Korea pada 1260, Khubilai Khan dua kali menyerang Jepang. Sebelumnya, pada 1266 ia mengirim utusan agar Jepang mengakui kekuasaan Mongol dan mengirim upeti. Sang shogun, Hojo Tokimune, menolak.

Menurut Sejarawan Queens College dan Columbia University, Morris Rossabi dalam Khubilai Khan: His Life and Times, Tokimune percaya diri dengan kekuatan para samurai. Ia juga menganggap pulau-pulau Jepang terlalu sulit untuk diakses.

“Tokimune dan pendahulunya Hojo Masamura, menolak permintaan duta Mongol,” tulis Rossabi.

Di satu sisi, menurut Rossabi, keputusan menaklukkan Jepang untuk mendapatkan nilai baik di mata bangsa Tiongkok. Ini merupakan bagian dari strategi Khubilai Khan untuk mengambil alih negeri-negeri yang secara berkala mengirimkan upeti kepada penguasa Dinasti Sung. Karenanya ia tak hanya meminta upeti dari Jepang. Ia juga mengirim tuntutan serupa ke negara-negara Asia Tenggara, seperti Pagan (kini Myanmar), Dai Viet, dan Champa.

Baca juga: Ekspedisi Khubilai Khan di Asia

Penolakan Jepang membuat Khubilai Khan untuk pertama kali terlibat dalam pertempuran laut. “Meski ia tak berniat (awalnya, red.) melakukan perang angkatan laut, inisiatifnya terhadap Jepang membawanya pada keputusan yang mengerikan,” tulis Rossabi.

Dua serangan Mongol ke Jepang digagalkan oleh cuaca buruk dan cacat dalam desain kapal. Armada mereka hancur. Serangan pertama pada 1274, dengan armada 900 kapal terdiri dari tentara Korea dan Mongol. Masih tak menyerah, pada 1281, Khubilai Khan menggunakan banyak pelaut Tionghoa yang lebih berpengalaman. Namun, lagi-lagi kandas akibat serangan topan.

Samurai Jepang menyerang kapal Yuan pada 1281 (Wikipedia)

Champa (Vietnam)

Serangan ke Champa diawali dengan tuntutan Mongol yang menginginkan hubungan lebih dari sekadar mitra dagang. Champa diincar karena lokasinya lebih menguntungkan untuk mengendalikan rute perdagangan maritim timur-barat.

Champa selama bertahun-tahun secara rutin mengirimkan hadiah kepada penguasa Dinasti Song. Tujuannya untuk menjaga hubungan dagang dengan Cina agar terus lancar. Maka, Champa tak merasa aneh ketika Dinasti Yuan di bawah Khubilai Khan mengundangnya pada 1278. Raja Champa, Jaya Indravarman V, mengirim utusan setahun kemudian.

Namun, kemitraan sudah berubah. Dari sudut pandang Dinasti Yuan, hadiah berarti upeti sebagai wujud bakti bawahan kepada yang lebih berkuasa. Ia memandang hubungan ini lebih dari sekadar mitra dagang, tapi penyerahan total kepada Dinasti Yuan. Selama 1276 hingga 1282 interaksi Champa dan Dinasti Yuan selalu bernada ancaman.

Kemungkinan invasi Mongol mendorong Champa mencari sekutu di seantero Laut Cina Selatan. Ia pun mempererat hubungan dengan Chenla, Dai Viet, dan Jawa. Hubungan dengan Jawa bahkan diikat dengan perkawinan. Prasasti Po Sah (1306) di dekat Phanrang menyebut seorang permaisuri Raja Champa adalah putri dari Jawa bernama Tapasi. Adik Kertanegara itu menikah dengan Raja Jaya Simhawarman III (1287-1307).

Baca juga: Cara Penguasa Jawa Melawan Tiongkok

Maka, ketika Mongol menyerang, Champa meminta bantuan kepada sekutu-sekutunya. Pada 19 Maret 1283, pasukan Mongol di bawah komando Sodu berada dalam kesulitan besar. “Pasukannya kurang, situasinya kritis, ia harus mengirim utusan meminta diselamatkan,” tulis Vu Hong Lien.

Ditambah lagi Mongol harus menghadapi medan perang yang sulit. Hutannya penuh malaria dan penyakit tropis lainnya. Kendati pasukan Mongol telah diperkuat pasukan Cina utara dan selatan untuk membantu mengatasi iklim dan medan selatan, pasukannya tetap banyak yang tak bertahan.

Majapahit (Jawa)

Jawa tak luput dari incaran Mongol. Pada 1280, 1281, dan 1286, Khubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari untuk meminta raja mengakui kekuasannya. Namun, menurut Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan, Raja Kertanegara yang sadar akan keagungannya dan kekuasannya tidak sudi menyerah.

Utusan Mongol terakhir datang pada 1289. Kali ini mukanya dirusak oleh Kertanegara. Untuk menghukum Kertanegara, Khubilai Khan mengirim angkatan perang ke Jawa pada 1292.

Namun, Kertanegara telah tewas di tangan Jayakatwang, penguasa Glang Glang. Kedatangan pasukan Mongol dimanfaatkan Raden Wijaya, menantu Kertanegara, untuk menyerang Jayakatwang.

Baca juga: Alasan Khubilai Khan Menyerang Jawa

Mongol meminta Raden Wijaya mengakui kekuasaan Khubilai Khan. Namun, ia mengajukan syarat: akan tunduk kalau Mongol membantunya melawan Jayakatwang.

Pada 20 Maret 1293, tentara gabungan Raden Wijaya dan Mongol mengepung Jayakatwang. Pasukannya kocar-kacir dan terjun ke Sungai Brantas. Lebih dari 5.000 orang mati.  Jayakatwang dan pengikutnya menyerah. 

Setelah kemenangan itu, Raden Wijaya minta izin pulang ke Majapahit untuk menyiapkan upeti bagi kaisar. Ternyata, itu cuma dalih. Raden Wijaya dan pasukan Majapahit berbalik menyerang Mongol hingga mundur ke laut.

Baca juga: Tantangan Khubilai Khan di Jawa

Selain karena muslihat Raden Wijaya, ada pendapat bahwa kekalahan Mongol diakibatkan strategi pasukan berkuda mereka tidak cocok dipakai di Jawa. Adieyatna Fajri, dosen arkeologi Universitas Gadjah Mada, mengatakan di Jawa wilayah dengan padang rumput sulit ditemui. Sementara tentara Mongol datang ke Jawa via Tuban. Pada abad ke-13, sebagian besar Jawa masih ditutupi hutan. Karenanya pasukan Mongol tak bisa berperang secara efektif.

“Kuda itu paling cocok habitatnya di Asia Tengah yang daerahnya stepa,” kata Adieyatna.

Baca juga: Kegagalan Khubilai Khan di Jawa

Kondisi Nusantara berupa kepulauan juga menyulitkan pasukan Mongol. Sebelum tiba di Jawa, mereka harus berlayar mengarungi samudera selama 68 hari. Berkat hubungan baik Kertanegara dengan Champa, Raja Jaya Singhawarman III tidak mengizinkan armada Mongol menurunkan jangkar di pelabuhan Champa untuk mengisi perbekalan dan beristirahat.

Mongol kehilangan 3.000 prajurit. Panglimanya, Shin Bi dan Iki Mese dihukum. Mereka gagal menunaikan tugas. Sisanya kembali ke Tiongkok pada 24 April 1293. Dua tahun setelah Kertanegara dihabisi Jayakatwang, Khubilai Khan wafat pada 18 Februari 1294. Akhirnya, ambisi Khubilai Khan tak melulu terpenuhi. Kendati demikian, pasukan Mongol tak pulang dengan tangan kosong. Mereka membawa lebih dari seratus tawanan, peta, daftar penduduk, surat bertulis dari Bali, dan barang lainnya yang bernilai sekira 500 ribu tail perak.

Baca juga: Hukuman bagi Jenderal Mongol

TAG

mongol jenghis khan khubilai khan

ARTIKEL TERKAIT

Kemenangan Raden Wijaya Mengusir Pasukan Mongol Invasi Mongol dan Penyebaran Wabah Pes Serangan Pertama Mongol ke Kerajaan Islam Mongol, Penakluk Terbesar dalam Sejarah Cara Penguasa Jawa Melawan Tiongkok Kekejaman Bangsa Mongol di Rusia Tak Ada Mongol dalam Prasasti Hulagu Khan Menaklukkan Baghdad Cerita Dua Arca Ganesha di Pameran Repatriasi Mengungkap Lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah