SIAPA tak kenal Joker alias Arthur Fleck? Haters Batman atau DC Comics saja hampir pasti tahu nama itu dari dua lembar kartu remi. Dari masa ke masa, ia lawan ikonik Batman alias Bruce Wayne. Ia musuh abadi paling dikenal ketimbang penjahat lainnya macam Catwoman, Mr. Freeze, The Riddler, atau Penguin.
Dalam film Joker garapan sineas Todd Phillips (Starsky & Hutch, Borat; trilogi The Hangover), Joker nongol lagi sebagai “antidot” bagi penikmat film yang sebelumnya jenuh dengan demam superhero macam Avengers: Endgame, Spider-Man: Far From Home atau Gundala misalnya. Di bioskop-bioskop tanah air, film ini sudah tayang sejak 2 Oktober 2019.
Adalah Joaquin Phoenix yang memerankan Joker. Ia jadi aktor kelima pemeran si badut psikopat sejak karakter ciptaan Bob Kane, Jerry Robinson, dan Bill Finger dari DC Comics ini muncul di layar perak pertamakali pada 1966.
Banyak kritikus film menyanjung peran Phoenix. Akting Phoenix bahkan dianggap menyandingi atau bahkan lebih greget ketimbang dua pemeran Joker ikonik lain: Jack Nicholson dan Heath Ledger.
“Filmnya disturbingly beautiful. Soal pemeran Ledger atau Phoenix? Hmm, dua-duanya keren, sih. Phoenix karakternya lebih ke toxic society. Kalau Ledger, dia kuat karena selain karakter Joker-nya keluar banget, storyline-nya (di film The Dark Knight) kece banget,” tutur Ragina Oksavinata, penonton Joker asal Ciputat, Tangerang Selatan.
Gina punya kesan tersendiri soal para aktor pemeran Joker lain macam Nicholson dan Leto. Pengecualian hanya Romero lantaran belum pernah lihat film lawasnya. Pun begitu dengan tawa khas Joker.
“Kalau dibandingkan Leto, pastinya lebih bagus Nicholson. Leto munculnya cuma sedikit (di Suicide Squad), terus storyline-nya aneh. Kalau disuruh milih yang terbaik urutannya pasti Ledger, baru Phoenix dan seterusnya Nicholson, baru Leto. Masih belum ada yang bisa ngalahin Ledger,” imbuhnya.
Baca juga: Menertawakan Kepedihan Hidup Bersama Joker
Founder komunitas Gotham Citizen Club (GCC) Galih Aristo senada soal gregetnya akting Phoenix. “Dia bisa memerankan karakter Joker jadi sangat nyata dan terasa dekat dengan situasi sosial kita sehari-hari,” ujar Galih kepada Historia.
Satu hal lain yang disukai Galih dari Joker versi film bikinan Todd Phillips adalah karakter Joker yang digarap menurut versi Phillips sendiri. Fresh direction, eksperimental, dan berbeda dari versi-versi komik. Maka, Galih merasa tak apple-to-apple jika membandingkannya dengan Joker lain di beragam film dengan diperankan aktor-aktor lain.
“Kita bisa melihat Joker (yang diperankan) Ledger itu sebagai pribadi yang sudah matang. Supervillain/anti-hero yang sudah jelas tujuan hidupnya. Semua yang dia lakukan (Phoenix) lebih fokus ke kehidupannya sendiri, mencari jati diri, kepuasan diri, tapi dalam proses akhirnya dia malah bisa menginspirasi orang banyak,” lanjutnya.
Galih membagi karakter Joker yang diperankan Romero sampai Phoenix dalam perbedaan era. “Era Romero, Nicholson itu era theatrical. Ledger, Leto, dan Phoenix itu era realistis. Buat saya bagus semua, kecuali Leto. Kurang kuat direction-nya. Sangat disayangkan, padahal Leto aktor yang bagus. Tapi favorit saya masih Ledger. Walau soal ketawa khasnya, Phoenix disturbing abis, tapi Ledger juga banyak signature pose yang keren,” tandas Galih.
Terlepas dari perbedaan opini itu, berikut ini disajikan lima pemeran Joker dalam versi layar lebar sejak 1966:
Cesar Romero (1966)
Cesar Julio Romero Jr. merupakan figur paling senior pemerankan Joker. Debut Romero di serial televisi Batman yang disiarkan ABC adalah di episode 5 season 1 bertajuk “The Joker is Wild”, 26 Januari 1966. Ia pula yang menjadi Joker dalam versi spin-off filmnya, Batman: The Movie yang rilis 30 Juli 1966. Dalam memerangi Batman di film itu, Joker bergabung dalam United Underworld bersama Catwoman, Penguin, dan The Riddler.
Romero, yang belum pernah bermain di genre superhero maupun action sepanjang kariernya sejak 1934, digaet langsung oleh sang produser William Dozier. Banyak figur lain yang juga kepincut peran Joker, semisal Frank Sinatra, pun gigit jari. Sampai Romero tiada pada 1994, ia tak pernah tahu mengapa dia yang dipercaya untuk peran itu.
“Semua orang ingin menjadi peran penjahat dalam Batman. Saya sendiri menikmati peran menjadi Joker. Rasanya hebat bisa memainkan peran itu. Namun alasan kenapa dia (Dozier) menginginkan saya, saya takkan pernah tahu,” tuturnya dalam wawancara dengan Bruce V. Bigelow dari Associated Press, 23 Juni 1989.
Baca juga: Para Pemeran di Balik Topeng Batman
Satu hal yang unik dari Romero, diungkap penulis, musisi, dan fans Batman Mark S. Reinhart dalam Batman Filmography: Second Edition adalah, Romero menolak mencukur kumisnya. Keinginannya itu dipenuhi tim produksi dengan mengakalinya menggunakan make up putih tebal untuk menutupi kumis tipisnya.
“Romero memainkan peran Joker dengan luar biasa. Sosok berbalut jas ungu, wig hijau, dan lipstik merah darah, ia melantangkan tawa khas yang luar biasa sinis dan pas sesuai karakternya. Aktingnya tak kalah bagus dari bintang-bintang lain seperti (Burgess) Meredith yang memerankan Penguin,” tulis Reinhart.
Jack Nicholson (1989)
Aktor watak Jack Joseph Nicholson dianggap salah satu pemeran Joker paling ikonik dan legendaris. Ia memerankan penjahat badut gila itu pada film Batman yang rilis pada 19 Juni 1989. Ia dipilih langsung oleh salah satu produsernya, Peter Guber. Sang produser saat menentukan aktor-aktornya, tak ingin pemeran lain selain Nicholson gegara kepincut akting Nicholson dalam film Easy Rider (1969).
Sejarawan film Patrick McGilligan dalam biografi Jack’s Life: A Biography of Jack Nicholson (Updated and Expanded) menyingkap, Guber sampai mengirim pesawat jet milik Warner Bros untuk antar-jemput sang aktor dari Amerika ke London, lokasi Pinewood Studios untuk produksi Batman. Guber ingin memberi tur pribadi demi meyakinkan Nicholson mau terlibat dalam film itu.
“Jack bersedia terlibat dengan kontrak USD6 juta. Ia juga memilih sendiri kostum (setelan mewah Joker) yang dipakainya yang di masa itu bernilai USD30 ribu,” sebut McGilligan. Film itu lantas meledak. Guber tak salah memilih Nicholson. Film itu untung besar dan dia juga dibanjiri pujian.
Pun begitu, kritik tetap terlontar. Salah satunya dari Carlos Romero, aktor pendahulu pemeran Joker. Ia kecewa Joker di film itu digambarkan sebagai karakter yang sadis. “Joker semestinya menjadi sosok flamboyan. Joker (diperankan Nicholson) terlalu jahat, terlalu memuakkan dan filmnya terlalu suram dan membingungkan,” cetus Romero kepada Associated Press, 23 Juni 1989.
Heath Ledger (2008)
Joker dimunculkan sebagai musuh Batman lagi dalam film kedua dari trilogi garapan Christopher Nolan yang rilis 14 Juli 2008, The Dark Knight. Mulanya, Ledger diinginkan Nolan untuk jadi Batman di seri pertama triloginya, Batman Begins (2005) namun sang aktor tak berminat. Dari pihak produksi juga sudah punya opsi lain: Paul Bettany, Adrien Brody, dan Robin Williams. Namun Nolan keukeuh ingin Ledger.
“Jadi saya menemui dia lagi untuk peran Joker pada 2006. Saat saya memberinya naskah dan dia membacanya, sesekali ia tertawa. Dia selalu memunculkan gestur-gestur kejutan. Suaranya mulai mengerikan dan saat itulah saya mendapat indikasi bahwa dia akan memerankannya,” ujar Nolan kepada CBR, 3 Desember 2012.
Interpretasinya sendiri dipinjam dari karakter Joker di novel Batman: The Killing Joke dan Arkham Asylum: A Serious House on Serious Earth. Namun di layar lebar, Ledger membawa karakternya lebih terasa sebagai badut pengidap skizofrenia tanpa rasa empati, psikopat, dan pembunuh massal.
Mulanya, Ledger diragukan banyak kritikus. Namun saat melihat hasil akhir filmnya, performanya menuai pujian. Ledger dianggap mampu membawakan karakter Joker yang lebih menakutkan ketimbang para pendahulunya. Betapa tidak, untuk menyelami karakter Joker, Ledger mengisolasi diri selama enam pekan di kamar hotel. Selama mengucilkan diri, ia terus melatih suara dan menyesuaikan tawa khas Joker. Selama beradegan dalam syuting, ia pun meminta Christian Bale (pemeran Bruce Wayne/Batman) untuk benar-benar memukulnya dengan keras.
Raihan Academy Award dan Golden Globe untuk pemeran pembantu terbaik 2009 jadi bukti keberhasilan. Ironisnya, penghargaan-penghargaan itu tak bisa diterimanya langsung lantaran tutup usia pada 22 Januari 2008, enam bulan sebelum filmnya rilis, akibat overdosis.
Jared Leto (2016)
Habis Heath Ledger, terbitlah Jared Leto. Sejatinya selain vokalis dan gitaris band rock Thirty Seconds to Mars itu, ada nama Ryan Gossling sebagai kandidat lain pemeran Joker untuk produksi film Suicide Squad (2016) garapan David Ayer. Namun saat mengumumkan para pemeran resminya pada Desember 2014, Warner Bros memilih Leto atas keinginan sang sutradara.
Warner Bros ingin sosok Joker berbeda dari yang pernah dibawakan mendiang Ledger. Selain itu, kemampuan akting Leto sudah terbukti dari raihan Academy Awards dan Golden Globe pada 2013 untuk pemeran pembantu terbaik di film Dallas Buyers Club. Joker yang diperankan Leto sebagai bos gangster nan culas tak lagi berambut gondrong sebagaimana Ledger, pun tampilannya lebih glamor dengan ciri fisik baru, yakni tato bertuliskan “Damaged” di keningnya.
“Peran ini sudah banyak dimainkan aktor lain sebelum saya. Meski sangat berisiko, peran ini jadi tanggungjawab yang istimewa. Joker adalah karakter yang ekstrem dalam hal kekerasan dan manipulasi. Untuk riset saya menemui para pakar kejiwaan, psikiater, dan para pasien psikopat. Tato di kening (“Damaged”) ditambahkan Ayer agar memberi karakter gangster yang modern,” tandasnya kepada Entertainment Weekly, 15 April 2016.
Joaquin Phoenix (2019)
Joaquin Rafael Phoenix sebelumnya selalu mengutarakan tak pernah berminat tampil di film-film superhero nan membosankan. Ia pernah menolak Marvel Cinematic Universe yang menawarinya peran Bruce Banner/Hulk dan Stephen Strange/Dr. Strange. Namun bersama DC Comics justru ia tampil sebagai musuh abadi seorang superhero – Joker.
Phoenix sudah jadi pilihan satu-satunya sang sutradara Joker, Todd Phillips sejak ia mengembangkan ceritanya sejak 2017. Phillips ingin aktor yang kerapkali studi karakter dan mampu menyelami seorang karakter dalam film dengan begitu dalamnya, seperti yang Phoenix lakukan di film You Were Never Really Here, I’m Still Here, Her, The Sisters Brothers hingga The Master.
Butuh empat bulan bagi Phillips meyakinkan Phoenix agar mau terlibat. Phillips keukeuh ingin Phoenix meski pihak Warner Bros melirik Leonardo DiCaprio. Ada alasan tersendiri mengapa Phoenix butuh waktu tak sedikit untuk berpikir masak sampai rela diet ekstrem untuk menurunkan berat badan hingga 23kg guna peran Joker.
Baca juga: Enam Wajah di Balik Topeng Spider-Man
Satu faktor utamanya, ia merasa harus bisa mencari karakter berbeda dari para pemeran Joker terdahulu. Phillips mengakui, ia mengembangkan lagi ceritanya agar lebih dark namun dekat dengan keadaan sosial yang berpusat dari pribadi Phoenix. Selain diet, studi karakter Phoenix juga meliputi riset soal narsisisme, kriminologi, hingga observasi para pengidap penyakit syaraf PBA (Pseudobulfar affect), di mana sang pengidap tak bisa mengendalikan tawanya sendiri.
“Kami membuat karya namun tidak ingin menengok ke belakang, ke arah Jack Nicholson, Heath dan Jared Leto karena itu hanya akan membuat kami lumpuh dengan rasa takut untuk membuat karya baru. Kami hanya harus menganggap mereka tak pernah eksis demi memberi ruang buat karya kami,” cetus Phillips, dikutip The Wrap, 26 September 2019.