Masuk Daftar
My Getplus

Tiga Menguak Sidi

Sutan Sjahrir menambatkan cintanya pada tiga perempuan.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 14 Feb 2017
Sutan Sjahrir (kiri) dan sekretarisnya yang kemudian menjadi istrinya, Siti Wahjunah Saleh biasa disapa Poppy.

Tamat dari AMS (setingkat SMA) di Bandung, Sutan Sjahrir berangkat ke Amsterdam, Belanda, untuk kuliah. Sempat mondok bersama kakaknya, dia kemudian tinggal di apartemen sahabatnya, Salomon Tas, wartawan dan ketua Perkumpulan Mahasiswa Sosialis Demokrat.

Tas tinggal dengan istrinya, Maria Johanna Duchateau, dua anak mereka yang masih kecil, dan teman Maria, Judith van Wamel.

Sjahrir hadir di saat hubungan Tas, yang kemudian menjalin hubungan asmara dengan Judith, dengan Maria renggang. Cinta Sjahrir kepada Maria tak bertepuk sebelah tangan. Mereka saling memberikan panggilan sayang: Mieske untuk Maria dan Sidi untuk Sjahrir.

Advertising
Advertising

Ketika hendak pulang ke Indonesia pada 1932, Sjahrir mengajak Mieske –panggilan sayang dari Sjahrir. Sjahrir pulang lebih dulu untuk mengambil-alih pimpinan partai Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru. Empat bulan kemudian, Maria menyusul bersama kedua anaknya. Medan menjadi tempat pertemuan mereka.

Pada 10 April 1932, di sebuah masjid di Medan, mereka menikah. “Sjahrir dan Maria tinggal di rumah yang pernah digunakan Sjahrir sebelum bersekolah ke Jawa,” tulis Rudolf Mrazek dalam Sjahrir: Politics and Exile in Indonesia.

Baca juga: Sukarno, Hatta, Sjahrir dan buku

Setelah menjadi suami-istri, mereka berkeliling Medan. Mereka berjalan bergandengan tangan, pergi ke pasar, serta nonton film, musik, dan teater. Mereka segera jadi bahan gunjingan penduduk bumiputera maupun Belanda. “Suratkabar-suratkabar lokal menjadikannya isu besar dan mendesak pemerintah mengambil tindakan terhadap Sutan Sjahrir dan istrinya,” kutip Mrazek.

Pernikahan antara pribumi dan kulit putih tak bisa diterima. Para pemuka agama tak terima karena Maria menjadi mualaf dan menikah dengan cara Islam. Status Maria yang belum resmi bercerai juga dipermasalahkan.

“Akibatnya, muncul reaksi dari pejabat pemerintah kolonial yang segera mempertanyakan masalah bigami,” tulis Frances Gouda dalam Dutch Culture Overseas.

Baca juga: Tiga kisah surat cinta para pendiri bangsa

Pada 5 Mei 1932, pernikahan Sjahrir dinyatakan batal oleh pejabat agama Islam. Pada 14 Mei, atau lima minggu setelah mereka hidup bersama sebagai suami-istri, pemerintah Belanda memulangkan paksa Maria ke Belanda.

Sjahrir sedih. Terlebih Maria tengah mengandung anak laki-lakinya yang kemudian meninggal tiga minggu setelah lahir. Upaya mereka untuk bersatu terhalang penolakan pemerintah Belanda. Hubungan mereka pun hanya bisa dilakukan lewat surat-menyurat.

Sekian lama sendiri, Sjahrir kepincut Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardhani, putri Mangkunegara VII, ketika bertemu di Linggarjati. Hubungan mereka terjalin melalui surat-menyurat namun tak berlanjut. Nurul tak mau menikah dengan tokoh politik dan tak mau dimadu.

Baca juga: Baswedan dikerdilkan, Musso dan Sjahrir dilupakan

Sjahrir bertemu kembali dengan istrinya pada April 1947 dalam sebuah acara pertemuan di New Delhi, India. Nehru yang mengundang Maria bermaksud memberi kejutan untuk Sjahrir. Nehru tak tahu kalau Sjahrir sudah menjalin asmara dengan sekretarisnya, Siti Wahjunah Saleh, biasa disapa Poppy.

Di bandara, Sjahrir merangkul Maria dan menempelkan pipinya. Selebihnya, pertemuan setelah 15 tahun itu berlangsung dingin.

Nyala cinta mereka benar-benar padam ketika bercerai pada 12 Agustus 1948. Belakangan, Maria menikah dengan adik Sjahrir, Soetan Sjahsyam, yang bersekolah di Belanda.

Sjahrir sendiri menjalin cinta jarak jauh dengan Poppy, yang memutuskan kuliah di Leiden dan London. “Menjaga jarak selama satu atau dua tahun untuk tahu apakah kami cocok untuk menikah,” kata Poppy kepada Mrazek.

Setelah Poppy menyelesaikan studi, Sjahrir menikahinya di Kairo Mesir pada 1951. Mereka hidup bersama hingga ajal memisahkan.

TAG

sutan sjahrir

ARTIKEL TERKAIT

Genderuwo yang Suka Menakut-nakuti Maqluba Tak Sekadar Hidangan Khas Palestina Eric Carmen dan "All By Myself" Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Yusman Sang Maestro Patung dari Pasaman Menengok Tradisi Sadran di Dua Desa Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea Kanvas Kehidupan Fathi Ghaben God Bless di Mata Roy Jeconiah Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri