Masuk Daftar
My Getplus

Skandal Pernikahan Raden Saleh

Raden Saleh menikahi janda kaya raya keturunan Jerman. Sebuah skandal sosial.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 25 Mar 2019
Lukisan potret diri Raden Saleh. (Koleksi Rijksmuseum Amsterdam).

Pada 25 Maret 1904, Constancia von Mansfeldt meninggal dunia di Kupang dalam usia 78 tahun. Istri pertama pelukis Raden Saleh ini seakan terselubung misteri. Dia tak pernah disebut dalam surat-surat Raden Saleh, dalam laporan-laporan kontemporer, dan berita-berita dari banyak kunjungan ke sanggarnya.

“Gambar atau potretnya pun tidak ada,” tulis Werner Kraus dalam Raden Saleh dan Karyanya.

Constancia merupakan keturunan Jerman yang lahir di Semarang pada 1826. Pada 3 Juli 1840, di usia 14 tahun dia menikah dengan pengusaha keturunan Jerman, Christoffel Nicolaas Winckelhaagen (1802-1850) di Semarang. Mereka dikaruniai lima orang anak.

Advertising
Advertising

Setelah Christoffel meninggal dunia pada 1850, Constancia mendapatkan warisan yang sangat banyak, antara lain tanah luas di Gemoelak, sebelah timur Semarang, yang menghasilkan keuntungan melimpah.

Baca juga: Raden Saleh, Pelopor Seni Lukis Modern Indonesia

“Ketika Christoffel meninggal dunia pada 1850, jandanya yang masih muda mengambil alih kepemilikan perkebunan terbesar dan terkaya di Jawa, lebih dari delapan ribu hektar tanah pertanian dengan irigasi yang baik digarap oleh sekitar enam ribu orang, yang hampir seperti budak. Pertanian itu sumber kekayaan bagi pemiliknya,” tulis Jamie James dalam The Glamour of Strangeness: Artists and the Last Age of the Exotic.

Werner Kraus menjelaskan lahan di Gemoelak itu sebuah particuliere landerijen yang terdiri dari lahan sawah basah. Namun, sebagian besar lahan itu ditanami tanaman produk ekspor seperti kopi, gula, dan nila. Pemilik lahan menguasai petani yang hidup di sana, produk pertanian, dan hanya membayar pajak yang sangat kecil kepada pemerintah. Hal ini membuat lahan itu menjadi “tambang emas.” Ketika dilelang dan jatuh ke tangan elite administrasi Belanda, luas Gemoelak mencapai 8.043,5 hektar dan dihuni oleh 6.098 jiwa di 29 desa.

“Dia perempuan pengusaha yang menonjol dan menanamkan modalnya di berbagai cabang ekonomi,” tulis Werner Kraus.

Selain mewarisi lahan pertanian, Constancia juga mempekerjakan banyak perempuan dan lelaki di pabrik batiknya, memiliki toko kosmetik, dan toko pandai emas dengan lebih dari 30 pengrajin untuk membuat cincin, anting-anting, penjepit rambut, dan berbagai macam perhiasan lainnya.

Baca juga: Cara Keluarga Kerajaan Belanda Perlakukan Karya Raden Saleh

Tak lama menjanda, Constancia berkenalan dengan Raden Saleh di Semarang sekitar 1853/1854. Mereka menikah sekitar 1855/1856 dan tinggal di Kampung Gunung Sari, di utara kota, di sisi Sungai Ciliwung. Dengan kekayaan istrinya, Raden Saleh membangun sebuah rumah besar di Cikini (kini menjadi Rumah Sakit PGI Cikini) pada 1857/1858.

Menurut Werner Kraus Raden Saleh ingin hidup sejajar dengan orang-orang Belanda. Secara budaya, dia memahami dirinya sebagai “orang Eropa” dan ingin dihormati sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, hubungannya dengan Constancia merupakan serangan secara sadar terhadap landasan rasialisme sistem kolonial. Sebuah hubungan antara seorang lelaki berkulit cokelat dan seorang perempuan berkulit putih merupakan sesuatu yang luar biasa. Masyarakat Batavia bereaksi terhadap keganjilan itu. Sanksinya mengisolasi secara total perempuan itu dari masyarakatnya karena telah melewati batas-batas perkawinan.

Baca juga: Ketika Lukisan Raden Saleh Digulung dan Disingkirkan

“Hubungan Constancia dengan Raden Saleh merupakan sebuah skandal sosial yang juga membuat usaha manufakturnya merugi,” tulis Werner Kraus. “Karena itu tak mengherankan segera terjadi kerenggangan di antara keduanya dan diakhiri dengan perceraian.”

Pasangan itu tak punya keturunan. Penyebabnya mungkin mengejutkan. “Saya berkesimpulan bahwa Raden Saleh, selama di Belanda atau di Dresden, terkena penyakit sifilis sehingga dia mandul,” tulis Werner Kraus.

Pada 1867, Raden Saleh menikah lagi dengan Raden Ayu Danoediredjo dari keluarga Keraton Yogyakarta.

TAG

Seni Lukisan

ARTIKEL TERKAIT

Yusman Sang Maestro Patung dari Pasaman Kanvas Kehidupan Fathi Ghaben Brigjen M. Noor Nasution di Panggung Seni Hiburan Berpulangnya Yayu Unru, Aktor Watak yang Bersahaja Jejak Para Pelukis Perempuan Menggoreskan Kisah Tragis Adinda dalam Lukisan Mengeksplorasi Max Havelaar lewat Karya-karya Seni Rupa Mengenal Lebih Dekat Beladiri Kurash Affandi Marah pada Polisi Sudjojono Dipecat PKI