Ia mudah digunakan. Cukup semprot atau oleskan ke pakaian atau badan. Sesaat kemudian, ia bukan cuma memberikan keharuman tapi juga kesegaran dan kepercayaan diri bagi si pemakainya. Keberadaannya sudah ada sejak ribuan tahun silam, berbarengan dengan kosmetik-kosmetik awal lainnya. Dialah parfum, atau biasa kita sebut minyak wangi.
“Sejarah parfum setua sejarah manusia,” tulis CJS Thompson dalam The Mystery and Lure of Perfume.
Kata parfum berasal dari sebuah frasa dalam bahasa Latin, per yang berarti melintasi atau menembus dan fumus yang berarti asap. Orang-orang Prancis lalu menggunakan parfum untuk menamakan bau wangi yang menguap di udara akibat pembakaran dupa. Waktu itu bentuk parfum belum cair tapi masih berupa dupa (padat). Bangsa Mesopotamia adalah penemu pertama dupa, sekira 4000 tahun silam, sementara bangsa Mesir pengembang pertama parfum.
Berdasarkan catatan-catatan hieroglif dan artefak-artefak di makam para firaun yang dipelajari para arkeolog, dupa mulai masuk Mesir sekitar 3000 SM. Awalnya, parfum merupakan benda ritual keagamaan. Hanya para imam dan segelintir orang kaya yang boleh menggunakannya untuk upacara-upacara spiritual; dan hal ini berlangsung hingga jauh melewati zaman keemasan Mesir Kuno. Dalam pandangan mereka, bau harum bisa menarik hati para dewa. Mereka juga menggunakan beragam wewangian untuk mengusir setan jahat yang menghinggapi orang sakit.
Baca juga: Merias Wajah Seperti Orang Mesir Kuno
Bangsa Mesir juga percaya parfumlah yang menyertai roh naik ke surga selain bisa menjaga kulit mayat tetap sehalus sutra. Prosesi pembalseman mumi, yang memakan waktu 40-70 hari, juga menggunakan parfum. Mereka menaruh banyak parfum di makam-makam firaun. Yang paling terkenal adalah makam Raja Tutankhamen, di mana botol-botol parfum mengelilinginya. Berabad-abad setelah itu, aroma wangi parfumnya masih bisa tercium ketika makam itu dibuka.
Ratu Hatshepsut sering dianggap sebagai orang pertama yang mempopulerkan parfum. Dia pernah mengadakan ekspedisi pencarian dupa dan komoditas berharga lainnya ke Nubia, wilayah di Mesir selatan –kini berada di Sudan utara. Untuk mengabadikan ekspedisi itu, dia mendirikan sebuah kuil. Di tembok kuil terdapat catatan tentang ekspedisi, sementara di dalam kuil terdapat kebun yang ditanami banyak pohon dupa atau kemenyan. Waktu itu kemenyan merupakan tanaman bahan parfum paling favorit.
Ratu Nefertiti, ikon kecantikan Mesir sebelum Cleopatra, melanjutkan tradisi penggunaan parfum. Dia selalu membawa beragam parfum, wadah-wadah kemenyan, flacons berisi minyak manis, dan botol-botol dupa berhias bagus. Cleopatra melanjutkan tradisi tersebut. Cleopatra punya kemampuan hebat dalam mengenali aroma. Penggunaan parfumnya sangat mewah. Baunya memancar kuat; sesaat sebelum kedatangannya di Mesir dari Roma, orang-orang lebih dulu mencium wangi parfumnya ketimbang melihat kapal yang membawanya.
Setelah para imam melepaskan hak eksklusifnya, penggunaan parfum meluas. Para penguasa memerintahkan warganya untuk membuat dan mengenakan parfum, setidaknya sekali sepekan.
Pembuatan parfum juga berkembang di Mesir. Beragam wadah dan botol indah untuk tempat parfum muncul. Umumnya botol-botol itu terbuat dari alabaster (pualam putih panjang), porselen, kayu hitam, emas, atau bebatuan indah lainnya. Ketika kaca mulai dikenal sekitar 1558 SM, yang dianggap lebih berharga daripada permata, orang menggunakannya untuk membuat botol-botol parfum. “Orang Mesir bangga terhadap wadah indah penampung parfum-parfum mereka,” tulis perfumes.com.
Baca juga: Di Balik Kematian Cleopatra
Kebiasaan lama para imam, yang merendam kayu atau benda-benda ritual lain ke dalam air atau minyak dan beragam wewangian, menginspirasi bangsa Mesir untuk menggunakan parfum dalam aktivitas mandinya, meski awalnya terbatas pada orang kaya. Pertama-tama mereka hanya menggosokkan wewangian itu, namun di kemudian hari mereka menaruhnya di bak mandi untuk berendam. Selain memberi kesenangan, hal itu melindungi kulit dari panasnya sinar matahari. Dari sini, mereka lalu membuat beragam krim dan salep untuk pelembab.
Orang-orang Yunani dan Romawi menyukai parfum Mesir. Setelah mempelajarinya, mereka membuat parfum sendiri.
Yunani mendapatkan parfum Mesir melalui perdagangan antara Pulau Kreta dan Mesir. Setelah invasi Alexander Agung ke Mesir abad ke-3 SM, penggunaan parfum melonjak. Meski butuh waktu lama, Yunani akhirnya bisa menciptakan parfum sendiri. Bangsa Yunani dipercaya sebagai pembuat parfum cair pertama –wujudnya jauh berbeda dari parfum masa kini. Yunani juga mengadopsi tradisi mandi mewah dengan menggunakan parfum. Orang-orang Yunani terkenal boros menggunakan parfum, biasanya sebelum dan sesudah mandi –sekalipun sempat ada larangan. Sampai-sampai cendekiawan Theophrastus mencoba mendalami soal parfum. Dia meneliti berbagai zat pembawa aroma, minyak esens, dan asal-usul tanaman, hingga efek berbagai aroma terhadap suasana hati dan proses berpikir. Dia juga menelisik bagaimana kita bisa merasakan sebuah aroma atau bebauan, dan mencatat hubungan antara persepsi bau dan rasa.
Baca juga: Para Firaun Perempuan Mesir Kuno
Dengan berbagai pengembangan, bangsa Romawi melanjutkan tradisi penggunaan dan produksi parfum. Di pemandian umum ataupun acara pesta, parfum hampir selalu menempati posisi sentral. Pemandian Kaisar Caracalla merupakan yang terkenal, dengan ruangan khusus –bernama unctuarium– yang penuh rak berisi pot salep dan beragam botol minyak wangi dan minyak esens. Orang-orang Romawi memanjakan diri dengan menggunakan minyak wangi tiga kali sehari.
Sempat meredup pascakeruntuhan Romawi –terutama abad-abad awal ketika Kristen meluas; karena dalam pandangan mereka penggunaan parfum merupakan sebuah kemewahan yang berlebih-lebihan– parfum kembali marak pada masa kejayaan Islam. Yang paling spektakuler adalah penemuan parfum ekstraksi oleh dokter sekaligus ahli kimia Ibnu Sina. Bila sebelumnya parfum cair adalah campuran minyak dengan bubuk tetumbuhan, Ibnu Sina membuatnya dengan menyuling minyak dan sari langsung dari bunganya. Dia kali pertama mencobanya pada mawar. Tekniknya masih digunakan hingga kini.
Penggunaan parfum meluas seiring meningkatnya perdagangan internasional. Islam turut menyebarluaskan parfum ketika menguasai Eropa dan Afrika Timur dan menjelajah dunia Timur.
Di Eropa, Italia dan Prancis menjadi pelopor industri parfum. Italia memulainya sekitar abad ke-16, ketika Venesia jadi pusat perdagangan beragam getah dan kayu wangi. Mereka mendapatkan komoditas itu dari Konstantinopel atau daerah-daerah di Timur: India dengan akar wangi dan kayu manisnya; serta Nusantara dengan jahe, pala, kunyit, dan cengkehnya. Karena permintaan meningkat, terutama dari kerajaan dan bangsawan, banyak orang tertarik memproduksi parfum. Yang paling awal kemungkinan besar biara Santa Maria Novella di Florence, dengan mendirikan laboratorium pabrik parfum pada 1508. Keluarga Frangipani lalu mengikuti. Namun baru pada era Mercutio Frangipani, cucu Frangipani, mereka memproduksi parfum cair.
Baca juga: Kapan Orang Mulai Merias Mata?
Prancis mengikuti Italia pada abad berikutnya. Mereka menggunakan parfum untuk badan dan pakaian, lalu furnitur dan obat. Kebiasaan Catherine de Medici, ketika berkuasa, membuat penggunaan parfum melonjak. Ke mana pun pergi, Catherine selalu membawa parfumnya, hasil racikan Rene le Florentin yang berasal dari Italia. Catherine lalu mendirikan laboratorium yang langsung terhubung dengan kediamannya melalui jalur rahasia. Dia melakukannya untuk menjaga dan mengamankan rumus parfumnya. Pabrik-pabrik parfum terus bermunculan sesudah itu. Dan di Grasse, revolusi parfum terjadi pada sekira pertengahan abad ke-19. Ekstraksi dengan bahan pelarut ditemukan. Dengan ekstraksi itu, ditambah alkohol dan penyulingan, pembuatan parfum menjadi jauh lebih hemat.
Kemajuan besar dalam industri parfum terjadi pada 1709 ketika imigran Italia di Cologne (Jerman) Giovanni Maria Farina menciptakan eau du cologne –parfum yang terbuat dari beragam wewangian minyak esen dan alkohol. Penggunaan alkohol dalam industri parfum pun meningkat. Orang Prancis lalu mengembangkan eau du cologne, dengan memasukkannya ke dalam makanan, minuman, atau obat.
Baca juga: Lembutnya Sejarah Bedak
Setelah itu, parfum kian memasyarakat. Industrinya booming di berbagai tempat. Varian parfum kian beragam. Segmentasinya pun meluas. Pada 1993, kira-kira ada satu parfum yang diluncurkan tiap pekan. Ia kian menarik karena keberadaan artis sebagai bintang iklan yang menggoda. Supermodel Heidi Klum, misalnya, membintangi parfum mewah Shine yang dia keluarkan bersama Coty Inc. “Aku ingin parfumku berbau sensual dan feminin, namun tetap mewah dan mahal. Karena ada begitu banyak parfum di luar sana yang beraroma murah dan terlalu manis,” ujarnya sebagaimana dirilis Femalefirst, Juni 2011.
Parfum Heidi itu dibandrol 17 dolar untuk yang 15 ml dan 28 untuk yang 30 ml. Tidak semua orang bisa memilikinya. Sejak dulu parfum memang barang mewah. Hingga kini, citra itu terus dipertahankan para produsen parfum macam Bijan, yang menjual 1 ons (28 gr) parfumnya seharga 300 dolar, atau Joy yang menjual –aroma melati untuk perempuan– 1 ons salah satu parfumnya dengan 230 dolar. Namun tak ada alasan untuk tak wangi. Ada juga produsen yang membuat parfum murah. Di Indonesia, bahkan muncul pengecer parfum isi ulang. Mereka menjual berbagai jenis parfum dengan komposisi perbandingan alkohol dan biang minyak yang beragam.
“Parfum adalah motor alam semesta. Parfum telah membantu orang untuk berdoa, mengobati, bercinta dan berperang, mempersiapkan kematian, dan mencipta,“ tulis Mandy Aftel dalam Essence and Alchemy: A Natural History of Perfume.