Masuk Daftar
My Getplus

Ruang Penyimpanan Koleksi Museum Sulawesi Tenggara Dibobol Maling

Berbagai benda bersejarah di dalam ruang penyimpanan koleksi Museum Provinsi Sulawesi Tenggara hilang dibobol maling. Tak ada petugas keamanan dan CCTV.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 27 Jan 2021
Museum Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari.

Sejumlah benda koleksi Museum Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) hilang dicuri. Hal itu terjadi usai maling membobol dua lapis pintu, pintu kayu jati dan besi, yang mengamankan ruang penyimpanan museum (storage).

Peristiwa ini diketahui oleh staf museum pada Selasa subuh (26/1/2021). “Memang yang dibobol gudang, bukan gedung koleksi pameran. Karena kalau ruang pameran ada di gedung lain,” kata Asrun Lio, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra kepada Historia melalui sambungan telepon, Rabu (27/01/2021), sekaligus membenarkan peristiwa pencurian itu.  

Baca juga: Mangkraknya Museum Kami

Advertising
Advertising

Asrun mengaku belum mendapat laporan rinci benda apa saja yang hilang. Pasalnya, kurator museum masih melakukan pendataan. Namun, dia menjelaskan, barang yang dicuri merupakan perolehan dari tahun 1980-an dan sebagian lainnya dari 1990-an.

“Asalnya lokal sini, yang diambil yang kecil-kecil, ringan, terbuat dari kuningan. Ada juga perak, samurai. Banyaknya koleksi asesoris pakaian adat. Jadi, mungkin ini dikira [perhiasan] emas,” ujarnya.

Tak jauh dari ruang penyimpanan yang berada di bagian belakang kompleks museum, staf juga menemukan beberapa benda koleksi tercecer, gagal dimaling. “Jumlah yang hilang sementara ini sedang dihitung. Untuk nilai barangnya tak sebanding dengan nilai sejarahnya yang hilang,” ujar Asrun.

Keamanan Tak Memadai

Asrun mengakui, museum yang terletak di Jalan Abunawas, Kota Kendari itu memang tak dilengkapi perangkat keamanan yang memadai. Pencurian ini memaksa mereka memperketat keamanan. Para pekerja museum diberi tugas tambahan untuk jaga malam secara bergilir. Kamera pengawas atau CCTV dipasang di area penyimpanan. Sebelumnya, CCTV hanya memantau bagian gedung pamer museum.

“Keamanan belum baik. Tidak ada satpam. CCTV baru pasang kemarin karena kejadian itu. Dengan ada kejadian ini kami perketat keamanan,” kata Asrun.

Baca juga: Lebih Dekat dengan Museum Nasional

Asrun mengungkapkan bahwa sebelumnya museum pernah hampir kemalingan. “Ruang kerja staf pernah dibobol,” katanya.

Asrun mengimbau masyarakat agar tidak membeli, menerima, dan menyimpan barang-barang yang hilang dari museum ini. “Benda-benda itu masih ada labelnya. Ada nomor registrasinya,” katanya.

Pihak museum telah melaporkan pencurian ini ke polisi. “Sejauh ini kami belum pernah mencatat adanya penjualan barang ilegal di wilayah Sultra,” kata Asrun.

Gambaran Buruk Sebuah Museum

Menurut Yasni dalam tugas akhir di jurusan arkeologi Universitas Haluoleo Kendari, Sultra tahun 2019, yang berjudul “Konservasi Wadah Kubur (Soronga) di Museum Provinsi Sultra”, museum ini memuat 5.339 benda koleksi. Ribuan koleksi itu terbagi ke dalam 10 golongan, yakni koleksi geologi, biologi (kerangka ikan paus sepajang 12 meter), etnografi, arkeologi, historis (foto mantan raja/sultan), numismatik (bentuk alat tukar yang pernah digunakan), filologi (naskah ajaran agama Islam dan Al-Qur’an tertua), keramik, seni rupa dan koleksi teknologi.

“Gedung penyimpanan berfungsi sebagai bangunan penyimpanan benda koleksi yang tidak ditampilkan dalam gedung pameran Museum Provinsi Sultra,” tulis Yasni.

Koleksi unggulannya berupa soronga atau peti jenazah berusia 400 tahun. Ada juga keramik Tiongkok, perabot logam, dan naskah-naskah Buton.

Baca juga: Kasus-kasus Pencurian Benda Koleksi Museum di Indonesia

Menurut buku Katalog Museum Indonesia yang terbit tahun 2018, cikal bakal Museum Provinsi Sultra mulai berdiri sejak 1978/1979. Pada 1991, Museum Sultra resmi menjadi Museum Provinsi Sultra sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Namun, seiring berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah, museum ini pun dilimpahkan ke pemerintah daerah. Ia menjadi UPT Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra.

“Menurut saya memang pengamanan dari museum [Museum Provinsi Sultra] sangat kurang,” ujar Sandy Suseno, arkeolog Universitas Haluoleo, ketika dimintai pendapat soal hilangnya sejumlah koleksi museum melalui pesan singkat.

“Dalam konteks kejadian di Museum Sultra, standar keamanan mungkin sudah memenuhi untuk lingkup gedung dengan pintu dua lapis, tetapi untuk lingkup ruang sangat tidak memenuhi,” lanjut Sandy.

Itu seperti ketiadaan kamera pengawas dalam ruang penyimpanan museum. Pun dari foto-foto yang beredar, kata Sandy, koleksi di dalam ruangan itu hanya ditata dalam rak-rak tanpa ada perlindungan.

“Koleksi hanya dibungkus koran untuk melindungi dari debu,” kata Sandy “Artinya secara umum, apabila dikatakan keamanan museum sudah sesuai, menurut saya sangat tidak sesuai.”

Baca juga: Harga Mahal di Balik Patung Gajah Museum Nasional

Sandy menambahkan, dalam penanganan museum, koleksi yang ada di ruang pamer koleksi dan yang ada di ruang penyimpanan seharusnya diperlakukan sama. Bukan cuma keamanan, seperti keberadaan CCTV, tetapi juga cara mengatur koleksi.

“Begitu banyak variasi koleksi, semua harusnya dibagi-bagi. Koleksi yang memiliki tingkat kerapuhan yang lebih besar, perawatannya harus lebih intensif,” kata Sandy.

Untuk koleksi berbahan logam misalnya, perlu juga menilai bahan logam itu. Kata Sandy, di beberapa museum besar biasanya benda dengan nilai tinggi disimpan dalam brankas besi.

“Topeng emas di Museum Sonobudoyo [Yogyakarta] misalnya tersimpan di brankas besi, tetapi tetap hilang juga. Apalagi ini yang hanya disimpan di ruangan dengan gembok yang bisa dipotong,” katanya.

Sandy berpendapat, sulit untuk menyalahkan pihak museum. Tak banyak staf museum yang memang secara khusus memiliki kapabilitas di bidang museum. Menurutnya peristiwa semacam ini terjadi salah satunya juga akibat perhatian pemerintah daerah yang minim terhadap museum.

“Salah satu bukti adalah penggabungan manajemen museum dengan taman budaya. Ini yang membuat museum tidak dapat berkembang,” jelas Sandy.

Baca juga: Museum PDRI Riwayatmu Kini

Museum sebagai institusi dinamis seharusnya berkembang bersama zaman. Untuk itu, mereka butuh kewenangan. Membutuhkan pula sumber daya, baik materi maupun tenaga manusia.

“Potret Museum Sultra benar-benar mirip gambaran buruk museum yang pamerannya tidak berubah, kotor, tidak perhatian dengan koleksi, konservasi seadanya, tidak ada tenaga ahli yang benar-benar siap bekerja di museum,” ujar Sandy.

Sandy menyoroti perlunya dibentuk tim khusus dari pemerintah Provinsi Sultra untuk melakukan inventarisasi koleksi museum. Ini termasuk pengelolaan museum dan pengawasannya.

“Ini terdiri dari orang-orang independen. Komunitas bisa masuk berkontribusi di sana, seperti contoh kasus yang dilakukan Museum Snobudoyo dulu,” lanjut Sandy.

Sinergi dengan lembaga-lembaga adat pun dibutuhkan. Pun kampanye lewat media untuk bisa memberi perhatian lebih terhadap warisan budaya di museum.

Sandy juga menyayangkan berbagai peristiwa terkait warisan budaya di wilayah Sultra yang terus terjadi. Di kanal Youtube misalnya, marak video pencurian barang antik di Sultra.  

“Misalnya pengrusakan situs pekuburan gua di Kolaka dengan menggunakan detektor logam. Artinya kejadian-kejadian ini sebenarnya tamparan untuk pemimpin daerah karena di saat kebijakannya terlalu sibuk memoles tatanan kota, justru pembangunan kebudayaan dilupakan,” tegasnya.

Baca juga: Jalan Panjang Menuju Museum PDRI

TAG

museum sulawesi tenggara

ARTIKEL TERKAIT

"Kepoin" Muspusal, Paham Sejarah Maritim dengan Teknologi Mutakhir Museum Gajah Bakal Merestorasi 817 Koleksi yang Rusak Insiden Kebakaran di Gedung A Museum Nasional Indonesia Biola WR Supratman Punya Cerita Setahun Pos Bloc Jakarta Tiga Arca Selundupan Dikembalikan ke Indonesia Kasus-kasus Pencurian Benda Koleksi Museum di Indonesia Jalan Panjang Memulangkan Jarahan Belanda Kisah Benda-Benda Bersejarah Indonesia Dibawa ke Negeri Orang Belanda Kembalikan Ribuan Benda Bersejarah