Masuk Daftar
My Getplus

Ratu Layar Perak

Aktris Indonesia pertama yang memiliki perusahaan film. Membintangi 31 judul film selama kariernya; berganti delapan suami dalam hidupnya.

Oleh: Aryono | 27 Mar 2018
Titin Sumarni bersama Djamaludin Malik bertemu Presiden Sukarno.

FILM Putri Solo (1953) meraup sukses. Pundi-pundi Titin Sumarni bertambah. Selain main film, dia dan suaminya, Mustari, mencoba peruntungan lain dengan membuat perusahaan film bernama Titin Sumarni Film Production. Dia menjadi aktris Indonesia pertama yang memiliki perusahaan film.

Pada 1950-an, mendirikan perusahaan film butuh modal besar. Ketika mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini), Usmar Ismail dan tujuh rekannya hanya bisa mengumpulkan Rp30.000. Padahal, biaya produksi per film mencapai Rp350.000. Usmar pun harus berutang kepada Bank Industri Negara sebesar Rp3.050.000 untuk mendirikan Perfini.

Produksi pertama perusahaan film Titin adalah Gadis Medan dengan produser Mustari dan sutradara Djadug Djajakusuma. “Ketika pengambilan gambar di Medan, Titin mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya menyetujui adegan ciuman dalam film jika diwajibkan oleh sutradara atau produser,” tulis Tanete Pong Masak dalam Sinema Pada Masa Sukarno.

Advertising
Advertising

Tak lama kemudian, giliran Mustari angkat bicara soal adegan ciuman. “Saya tidak keberatan istri saya Titin Sumarni dicium dalam setiap adegan film jika itu yang diwajibkan regisseur (sutradara) atau pihak pengusaha,” kata Mustari. “Tetapi saya berpendapat selaku bangsa timur yang memiliki perasaan halus, wajib cium itu tidak diperlukan malahan sebaliknya mendatangkan kerusakan.”

Karier Titin mencapai puncaknya pada 1954. Tahun itu, dia membintangi sembilan judul film salah satunya Lewat Jam Malam. Majalah film, drama, dan cerita pendek, Kentjana, menobatkannya sebagai Bintang Kentjana. Kentjana dan majalah Dunia Film juga menobatkannya sebagai Ratu Layar Perak. Aktris manis bertahi lalat di atas bibir kiri itu semakin masyhur.

Kesuksesan di layar perak tak diikuti dalam kehidupan nyata. Setelah tujuh tahun menikah dengan Mustari, Titin memutuskan bercerai pada 1955. Di tahun perpisahan itu, dia hanya melakoni film Senyum Derita dan Sampah. Tahun berikutnya, dia juga hanya membintangi film Saidjah Putri Pantai dan Janjiku.

Setelah tahun 1956, Titin tak terdengar lagi di jagad film nasional. Film terakhirnya, Janjiku diproduseri Djamaludin Malik dan G.H. Sawlani. Janjiku muncul saat film India merangsek sehingga sineas Indonesia harus bersiasat.

“Bagaimana menghadapi ancaman film India? Bagi Djamaludin Malik solusinya gampang dan praktis, sesuai dengan ungkapan Inggris if you cannot beat the enemy, you join him. Maka seperti dalam kasus dengan Filipina, Djamaludin Malik joint production dengan orang India. Pada 1956 Persari memproduksi film Janjiku dengan sutradara/penulis skenario BK Raj, kamera MKS Meyer,” tulis Ramadhan KH dan Nina Pane Budiarto dalam biografi Djamaludin Malik, Pengusaha, Politikus, Pelopor Industri Film.

Saat membintangi Janjiku, Titin baru setahun menjanda. Dia berusaha mencukupi kebutuhannya sendiri dengan menanamkan uangnya di bisnis hotel dan batik.

“Waktu saya bercerai dari Mustari tidak membawa apa-apa. Demikian pula ketika menikah dengan suami kedua Subjakto, saya tidak membawa apa-apa. Jadi praktis uang yang saya miliki diperoleh dari film Janjiku,” kata Titin dalam harian Pikiran Rakjat, 13 Agustus 1959.

Pada 1957, tersiar kabar Titin memiliki hubungan khusus dengan Laurens Saerang, raja kopra dari Minahasa, namun tak berlangsung lama. Titin menikah kedua kali dengan Subjakto, pengusaha dari Jombang, Jawa Timur. Setelah bercerai, dia menikah lagi dengan Mohammad Jahja Ali dari Bandung. Hingga meninggal pada 13 Mei 1966, dia menikah delapan kali.

TAG

ARTIKEL TERKAIT

Warisan Budaya Terkini Diresmikan Menteri Kebudayaan Aksi Spionase Jepang Sebelum Menyerang Pearl Harbor Radius Prawiro Mengampu Ekonomi Masyarakat Desa Tuan Tanah Menteng Diadili Mimpi Pilkada Langsung Jurus Devaluasi dan Deregulasi Radius Prawiro Mobil yang Digandrungi Presiden Habibie Jenderal Belanda Tewas di Lombok Jusuf Muda Dalam Terpuruk di Ujung Orde Radius Prawiro Arsitek Ekonomi Orde Baru