PADA pertengahan abad 19, saat masyarakat bumiputera masih mengalami diskriminasi, dia dengan mudahnya berdansa-dansi dengan para bangsawan Eropa. Saat seniman tanah air belum mengenal aklirik untuk melukis, dia dengan asyiknya menggoreskannya di atas kanvas. Bakat melukisnya membuatnya diterima di tengah pergaulan kaum elite Eropa.
"Di Jerman dia pernah diundang makan malam oleh Ratu Victoria. Itu luar biasa. Kalau diibaratkan saat ini, sama halnya diundang makan oleh Obama. Luar biasa, hebat, dan orang itu berasal dari sini, pelukis Jawa," kata kurator asal Jerman, Werner Kraus.
Menempuh pendidikan seni di Eropa, Raden Saleh Syarif Bustaman menjadi seniman Nusantara pertama yang melukis dengan disiplin lukis ala Barat. Dia mengembangkan teknik perspektif, kesempurnaan bentuk, proporsi, perwujudan yang fotorealistik, komposisi segitiga, dan juga nuansa klasik. Tak heran jika dia dinobatkan sebagai pelopor seni lukis modern Indonesia.
Pada 3-7 Juni bertempat di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Goethe-Institut bersama Kedutaan Besar Jerman dan Galeri Nasional Indonesia mempersembahkan pameran "Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia". Pameran diadakan dalam rangka 200 tahun Raden Saleh. Pameran ini akan menampilkan lebih dari 40 lukisan cat minyak dan gambar dari koleksi pribadi maupun koleksi publik. Ini baru kali pertama dilakukan di Indonesia.
Raden Saleh lahir di Terbaya dekat Semarang. Tanggal lahirnya masih rancu. Ada sumber yang menyebut 1807, 1809, 1810, 1814, atau 1815. Perkenalannya dengan seni lukis diawali ketika dia dipersiapkan sang paman untuk dididik menjadi pegawai Belanda di Cianjur. Untuk itu dia ditempatkan di rumah Residen Cianjur, R Baron der Capellen. Saat itulah dia berkenalan dengan AAJ Payen, seorang Belgia yang ditugaskan pemerintah kolonial untuk melukis alam dan pemandangan. Payen adalah guru pertama Raden Saleh dalam melukis.
Terkesan oleh bakat Raden Saleh, Payen menganjurkan kepada van der Capellen agar memberi kesempatan Raden Saleh berkunjung ke Negeri Belanda guna memperdalam ilmu lukis. Pada 1830, Raden Saleh menginjakkan kaki di Belanda.
"Raden Saleh ke Belanda saat menginjak usai 18 tahunan. Tapi saat dia berkunjung, seni rupa di Belanda sedang kurang bagus. Di negeri Belanda, Raden Saleh sering melukis potret dan lanskap pemandangan. Itu kurang menarik minatnya. Melukis potret baginya jadi seperti tanda tangan saja, tapi dikerjakan karena dia butuh uang," ujar Kraus.
"Kegalauannya terobati saat dia bertemu rombongan sirkus binatang pimpinan Henri Martin asal Paris yang berkunjung di Den Haag. Saleh banyak membuat sketsa singa dan harimau milik Martin. Itu awal ketertarikan dia melukis kehidupan binatang."
Salah satu karyanya yang terkenal adalah lukisan cat minyak "Berburu", yang menggambarkan perburuan harimau Jawa pada pertengahan abad ke-19.
Pemerintah Belanda memberi kesempatan padanya berkunjung ke negeri-negeri Eropa. Raden Saleh memilih tinggal di Dresden, Jerman Timur, dan mendapat sambutan hangat dari kalangan elite Jerman. "Dia diterima dengan baik di Dresden, bahkan dia termasuk salah satu bagian dari sejarah seni rupa Jerman. Dia orang pertama di Jerman yang melukis dengan gaya orientalisme, yang saat itu seni rupa Jerman tidak mengenal gaya orientalisme," kata Kraus. "Di Jerman dia juga sempat belajar pada pelukis lanskap, Johan Clausen Dahl.”
Dari Dresden, Raden Saleh mengunjungi Paris, Prancis, yang lagi gandrung aliran Romantisisme. Dia bertemu pelukis Horace Vernet yang sering mengambil tema kehidupan liar Afrika dalam karya-karyanya. Namun pengaruh kuat justru datang dari pelukis besar aliran Romantisisme Prancis, Ferdinand Victor Eugène Delacroix.
"Pada permainan warna tampak karya Raden Saleh terpengaruh gaya karya Vernet, tapi dalam hal menampilkan suasana objek dalam lukisan cenderung terpengaruh Delacroix. Raden saleh sendiri tak pernah menyinggung nama Delacroix. Mungkin dia pernah melihat lukisan Delacroix di museum," ujar Kraus.
Gaya Romantisime terekam pada karya-karya Raden Saleh seperti "Berburu Banteng di Jawa", "Perkelahian dengan Singa", "Berburu Singa di Jawa", dan "Banjir di Jawa".
"Selain Delacroix, seniman Prancis yang sebenarnya cukup mempengaruhi karya Raden Saleh adalah Theodore Gericault. Lukisan ‘Banjir di Jawa’ terlihat terpengaruh ‘the Raft of Medusa’-nya Gericault," kata Kraus.
Kembali ke tanah air pada 1851, Raden Saleh mendapat tugas sebagai konservator "Kumpulan Koleksi Benda-benda Seni". Raden Saleh sempat mengembara ke Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk melukis pemandangan serta potret raja dan bangsawan.
Salah satu karya fenomenal yang dibuatnya saat ia di tanah air adalah lukisan "Penangkapan Diponegoro (1857)" yang merupakan respons atas lukisan karya Nicolaas Pieneman berjudul "Penaklukan Diponegoro". Lukisan ini diberikan Raden Saleh ke Raja Belanda saat itu, Willem III.
Lukisan Pieneman menekankan menyerahnya Pangeran Diponegoro yang berdiri dengan wajah letih dan dua tangan terbentang. Di latar belakang Jenderal de Kock berdiri berkacak pinggang menunjuk kereta tahanan seolah memerintahkan penahanan Diponegoro.
"Berbeda dengan Pieneman, di lukisan Raden Saleh, Pangeran Diponegoro tetap digambarkan berdiri dalam pose siaga yang tegang. Wajahnya yang bergaris keras tampak menahan marah, tangan kirinya yang mengepal menggenggam tasbih," kata Kraus.
Sudut pandang kedua pelukis itu juga berbeda. Bila Pieneman mengambarkan penangkapan itu dengan mengambil angle dari sisi barat daya, Raden Saleh dari sisi tenggara. Selain itu, lukisan Pieneman memperlihatkan adanya tiupan angin dari barat (sering terjadi di Belanda) yang membuat bendera Belanda terlihat berkibar. Raden Saleh “menghilangkan” bendera Belanda pada lukisannya.
"Peineman tak pernah ke Jawa, jadi dia tidak tahu kondisi alam Jawa yang sesungguhnya," kata Kraus.
Selain itu juga soal permainan latar cuaca yang ditampilkan. Bila Pieneman menggambarkan suasana penangkapan berlatar gambaran cuaca yang cerah, Raden Saleh menampilkan latar cuaca yang agak sedikit muram . Tersirat bila bagi Pieneman ini adalah kemenangan bagi Belanda, maka bagi Raden Saleh itu adalah peristiwa muram bagai masyarakat Jawa.
"Pada masanya hal yang dilakukan Raden Saleh mungkin masih jauh bila dikaitkan dengan persoalan nasionalisme. Tapi saat itu dia telah menunjukkan antikolonialisme. Dia pernah diduga menyebarkan berita soal buruknya perlakuan Belanda terhadap Diponegoro, dan hal itu termuat di salah satu media Prancis hingga menimbulkan banyak protes ke pemerintah Belanda."
Pameran ini menjadi saat yang tepat untuk mengapresiasi karya Raden Saleh dan memaknai sosoknya sebagai seorang seniman tanah air yang patut dibanggakan.