KULINER Indonesia kaya akan rasa karena melimpahnya bumbu dan rempah-rempah. Tapi, demi memperkuat rasa, monosodium glutamat (MSG) atau lebih dikenal dengan sebutan vetsin pun dipakai.
MSG bermula dari penemuan Karl Heinrich Ritthausen, ahli kimia Jerman, ketika mengisolasi asam glutamat pada 1866. Kemudian, ahli kimia lain mengubah asam itu menjadi garam natrium, monosodium glutamate. Dalam penelitian itu tak seorang pun tertarik pada soal rasa.
Pada 1907, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Departemen Kimia Tokyo Imperial Universitas (sekarang Universitas Tokyo), mencari tahu mengapa dan bagaimana sebuah rumput laut tertentu, Laminaria japonica, mempengaruhi rasa. Masakan Jepang menggunakan rumput laut ini selama berabad-abad untuk menguatkan rasa sop dan makanan tertentu. Dia menemukan unsur dalam rumput laut yang punya kemampuan tak biasa untuk menambah atau memperkuat rasa.
Ikeda mengajukan permohonan paten untuk “sebuah metode pembuatan bumbu dengan asam glutamat sebagai komponen kunci” dan mendapatkannya. Kendati demikian, temuannya belum bisa diproduksi secara komersial karena sifat fisik dan kimianya. Hingga akhirnya Ikeda berhasil mensenyawakan glutamat dengan sodium menjadi monosodium glutamat (MSG).
Ikeda lalu mengontak Saburosuke Suzuki, saat itu kepala Suzuki Pharmaceutical Company, untuk memproduksi dan memasarkan penyedap rasa itu yang dia beri nama “ajinomoto”, secara harfiah “intisari rasa”. Mereka kemudian mendirikan S. Suzuki & Co., yang kini dikenal dengan Ajinomoto Co., Inc.
Dengan segera MSG menjadi populer. Produksi dan penggunaannya pun meluas. John E.S. Han dalam Industrial Engineering and Chemistry (1929) menyebut, MSG mulai diproduksi secara komersial di Jepang dan Tiongkok. Di Jepang MSG dijual sebagai ajinomoto dan dibuat dalam skala besar oleh S. Suzuki & Co. Di Tiongkok, nama dagang termasuk “ve-tze-sin”, “gluta”, “aji”, dan ”chuyu” yang kemudian diekspor ke berbagai negara termasuk Hindia Belanda (Indonesia).
Ajinomoto baru membuka kantor di Jakarta pada 1969. Setahun kemudian mereka mendirikan pabrik pertamanya di Mojokerto, Jawa Timur, dengan produk utama merek AJI-NO-MOTO. Pabrik kedua di Karawang didirikan pada 2012. Pesaingnya adalah PT Unilever Indonesia yang meluncurkan merek Royco pada 1972. Setahun kemudian PT Sasa Inti meluncurkan merek Sasa dan PT Miwon Indonesia dengan Miwon.
MSG mengalami tantangan serius ketika pada April 1968 seorang dokter China yang bernama Robert Ho Man Kwok menulis di The New England Journal of Medicine mengenai gejala-gejala tertentu, dari kesemutan hingga sesak dada dan pusing, setelah menyantap makanan di restoran China. Penyebabnya diduga penggunaan MSG berlebih. Sindrom ini kemudian dikenal dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome. MSG juga ditengarai penyebab beragam penyakit jika dikonsumsi secara berlebihan.
Saat ini, MSG umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu, dan beras.
MSG digandrungi ibu-ibu rumah tangga karena murah dan mudah digunakan. Apalagi di tengah harga bumbu dapur yang kerap melambung tinggi. Menguatkan rasa tentu boleh-boleh saja. Yang penting, jangan berlebihan.