BUNYI lonceng memenuhi seisi rumah. Itulah cara Mawarni Suwono (Ayu Laksmi) memanggil anak-anaknya. Meski mendengar dengan jelas, anak ketiga, Bondi (Nasar Anus) enggan beranjak. Ia takut pada ibunya sendiri. Akhirnya, anak pertama, Rini (Tara Basro) yang bergegas menemui ibunya di kamar.
Ibu mereka sakit parah, ia hanya bisa berbaring di tempat tidur. Dari awal film, sosok ibu sudah digambarkan begitu suram. Tergeletak di kamar dengan gaun tidur usang berwarna putih, rambut kusut panjang terurai, dan wajah pucat. Setelah Mawarni meninggal, sosoknya menjadi teror bagi keluarga, ia menghantui seisi rumah.
Suara lonceng dan lagu “Malam Kelam” yang ia nyanyikan menjadi penanda kehadiran tokoh ibu dalam film Pengabdi Setan arahan Joko Anwar. Film horor tidak akan berhasil tanpa suara latar yang mendukung. Joko memilih ikon yang pas untuk menandai kehadiran sosok ibu.
Bukan tanpa sebab sosok Mawarni bisa menjadi hantu. Semasa hidup Mawarni pernah mengikuti sekte kesuburan agar bisa memiliki anak. Nasib Mawarni dalam film ini seakan menjadi gambaran tekanan sosial terhadap perempuan untuk bisa memiliki anak setelah menikah. Tekanan ini juga yang mendorong Mawarni ikut sekte kesuburan. Sayangnya, Joko hanya membahas keikutsertaan Mawarni dalam sekte kesuburan melalui penjelasan para pemain dan tidak memperdalam isu kesuburan lebih lanjut.
Sekte kesuburan yang diikuti Mawarni memohon pada setan agar pengikutnya bisa memperoleh keturunan. Singkat kata, setan inilah yang menyerupai Mawarni dan meneror seluruh rumah.
Ada beberapa perbedaan antara Pengabdi Setan arahan Joko Anwar dengan Sisworo Gautama Putra. Kondisi keluarga misalnya, di film Sisworo keluarga digambarkan kaya dengan ayah, ibu, dan dua orang anak, Rita dan Tomy. Mereka selalu sibuk sendiri-sendiri. Tokoh lain dalam film Sisworo adalah Karto, pembantu rumah tangga dan Herman, pacar Rita. Di film Sisworo, Pak Kartolah yang sakit asma dan berkali-kali suara napasnya menjadi latar. Gangguan justru datang dari luar, yakni lewat dukun bernama Darmina.
Di film Joko, keluarga terdiri atas ayah, ibu, nenek yang sakit asma, dan empat orang anak: Rini, Toni, Bondi, dan Ian. Mereka kehabisan uang. Bahkan Rini sudah berhenti kuliah karena prioritas keuangan keluarga untuk pengobatan si ibu. Di film ini, sosok Herman bisa disejajarkan dengan Hendra, anak laki-laki Pak Ustaz yang mati kecelakaan.
Sosok pengabdi setan yang digambarkan judul film juga berbeda. Film Sisworo menjadikan Darmina (Ruth Pelupessy) sebagai sosok dukun pengabdi setan. Sedangkan dalam film Joko pengabdi setan yang dimaksud adalah Mawarni yang ikut sekte kesuburan.
Seperti film-film horor garapan Sisworo yang lain, Pengabdi Setan menampilkan klenik dan mistik khas Indonesia. Ketika keluarga Rita memanggil dukun misalnya. Ia membakar kemenyan dengan seperangkat sesaji, memegang keris, sambil berdoa. “Jagad Dewa Batara penguasa tujuh nafsu angkara hindarkan rumah ini dari cengkraman Batara Kala.” Sebaliknya, film Joko tidak memuat unsur klenik sama sekali. Sekte kesuburan yang dijelaskan tokoh Budiman Syailendra dalam film juga tidak memasukkan unsur klenik. Budiman sendiri bukan seorang dukun tapi penulis majalah misteri.
Pengabdi Setan yang pertama, berkali-kali membuat penonton menahan napas dan tidak membiarkan mereka merasa lega barang sebentar. Hantu-hantu ditampilkan secara utuh dan mengejar para tokoh sementara ruangan terkunci. Penonton diajak merasakan keputusasaan para tokoh yang terancam. Ending-nya pun seperti film-film horor tahun 1980-1990an, ilmu hitam akan kalah oleh agama. Hal semacam ini, tidak ada dalam film Joko.
Secara umum, Joko tidak benar-benar membuat ulang film Pengabdi Setan karya Sisworo. Joko membuat versinya sendiri.
Ada beberapa kekurangan film karya Joko, yakni artikulasi Bront Palarae yang memerankan tokoh ayah. Tidak jelas apa yang diucapkan Bront ketika berteriak pada sekumpulan orang berpayung di depan rumahnya. Dialog yang diucapkan tokoh Bondi juga terasa tidak natural bila diucapkan anak usia Sekolah Dasar, “Dari kamar ini terlihat areal pemakaman.”
Beberapa adegan juga tidak dijelaskan hingga tuntas. Misalnya, penyebab kematian nenek. Penonton hanya tahu dari asumsi warga bahwa nenek mati terpeleset di kamar mandi tapi tidak benar-benar tahu bagaimana si nenek meninggal. Adegan sebelumnya menampilkan nenek terburu-buru melaju dengan kursi rodanya. Pembicaraan ayah ke ibu sebelum meninggal juga tidak terjawab di film ini dan siapa yang menarik tangan Rini dari jendela ketika ia menginap di rumah Pak Ustaz?
Meski begitu, Pengabdi Setan arahan Joko Anwar berhasil membuat standar baru film horor Indonesia. Joko menampilkan hantu yang tak melulu menyeramkan, dengan gambaran hantu ibu yang masih terlihat cantik tapi tetap membuat penonton ngeri. Busana yang dikenakan pemain juga sesuai dengan latar waktu 1980-an.
Beberapa adegan di filmnya berhasil menggoda penonton dengan ketegangan dan diakhiri dengan komedi. Ketika Rini dan Hendra berada di rumah Budiman misalnya. Penonton sudah deg-degan ketika pintu diketuk yang ternyata tukang pijat. Film Joko barang kali tidak akan cukup menakutkan bagi para pencinta film horor karena tidak banyak adegan mengagetkan di sana. Joko mengejutkan dengan cara yang lain, yakni alur ceritanya.