TINGGAL jauh dari kota besar tak membuat Johanna Maria Carolina Verstegh, putri pemilik perkebunan kopi di Weleri, Jawa Tengah, merasa terisolasi. Dia justru lebih dekat dengan lingkungan alam sekitar lantaran sering menemani ibunya, Albertina van Spreeuwenburg, memetik tanaman obat. Dari kegemaran ibunya inilah Jan akrab dan ikut menggemari jamu.
Bagi orang Eropa yang tinggal di pedalaman Hindia-Belanda, akses kesehatan boleh dikata hampir tak ada. Bila ada seorang anggota keluarga yang sakit, bahan alam yang mudah didapat adalah jalan tercepat untuk pertolongan pertama. Fenomena pengobatan tradisional menggunakan tanaman alami itu di kemudian hari mempopulerkan ungkapan "Kijk in Kloppenburg" (Periksa di Kloppenburg). Ungkapan itu mengacu pada buku tentang resep jamu karya Jans Kloppenburg-Verstegh yang terbit pada 1907, Indische Planten en Haar Geneeskracht (Tanaman asli Hindia dan kekuatan penyembuhnya).
Tradisi pengobatan alami itu pula yang dipilih Albertina. Mendalami teknik pengobatan tradisional, khususnya jamu, Albertina sering mengobati orang-orang sakit di sekitar tempat tinggalnya. Aktivitasnya itu amat membekas pada diri Jan, yang kemudian mengikuti jejak ibunya.
Baca juga: Mengobati Penyakit pada Zaman Kuno
Jans dinikahi Herman Kloppenburg pada 1881, pemuda yang datang dari Belanda lima tahun sebelumnya. Mereka tinggal di sebuah rumah-vila besar di Jalan Bodjong (sekarang Jalan Pemuda), Semarang. Kawasan rumah Jans dianggap tempat paling indah di Semarang kala itu, hunian banyak orang Eropa yang kaya raya
Pernikahan Jans dikaruniai anak bernama Tina. Namun, Tina meninggal di usia 14 tahun lantaran sakit. Dokter pertama mengatakan Tina sakit malaria. Dokter lain mengatakan Tina sakit typhus. Karena sudah telalu parah, Tina tak tertolong dan meninggal pada 1899. Kematian Tina mendorong Jans menulis tentang jamu dan tanaman obat di Hindia-Belanda.
Dalam bukunya, Jans tak punya pretensi ilmiah. Ia hanya memberi informasi seputar resep jamu, kegunaan, dan khasiat tanaman obat yang didapat dari lingkungan sekitar. Bahan-bahan tulisannya pun didapat dari para dukun, penjual obat di pasar, atau bertanya pada penduduk sekitar tempat tinggalnya.
Profesor Hans Pols dari University of Sydney dalam “European Physicians and Botanists, Indigenous Herbal Medicine in the Dutch East Indies, and Colonial Networks of Mediationngan” menyebut karya Jans menjelaskan pengobatan tradisional secara sistematis. Karya Jans menjembatani kekosongan antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal.
Baca juga: Kegetiran di Balik Obat Jerawat
Saat pertama kali dicetak, buku Jans terdiri dari dua bagian. Pertama, memuat uraian singkat mengenai nama daerah, asal tumbuhan berikut nama latinnya, morfologi, dan bagian tanaman yang bisa digunakan plus khasiatnya. Bagian kedua memuat resep pengobatan dan petunjuk pemeliharaan sesuai kebiasaan yang dilakukan orang Jawa.
Ada banyak pengobatan penyakit yang dijelaskan dalam buku Jans, mulai dari perawatan rambut, penanganan demam hingga pegobatan malaria. Untuk mengobati encok, misalnya, Jans menganjurkan penggunaan daun gandarusa. Setelah ditumbuk hingga halus, daun itu lalu dioleskan ke bagian tubuh yang terasa nyeri. Sementara, untuk mengobati ambeien, Jans menginformasikan cara penyebuhannya dengan meminum air rebusan 12 lembar daun iler.
Selain pengobatan dari daun, Jans juga menulis tentang khasiat empon-empon. Kencur, misalnya, amat berguna untuk mengobati batuk. Kencur yang sudah dikupas lalu dicuci, dihaluskan dan diambil airnya sebanyak satu sendok teh untuk diminum sehari. Bisa juga kencur yang sudah dikupas ditelan bulat-bulat. Dalam dua-sampai tiga hari, Jans mengklaim batuk akan segera sirna.
Kencur yang dihaluskan, kata Jans, juga bisa untuk obat pegal dan kedinginan karena memberikan efek hangat. Hal itu merupakan kebiasaan dalam masyarakat Jawa, di mana umum para ibu membaluri kencur (biasanya bukan hasil tumbuk atau parutan tapi dikunyah sang ibu) pada bayinya yang sakit. Bagi orang dewasa, kencur tidak banyak berguna karena kurang terasa panas. Sebagai gantinya, pengobatan Jawa menggunakan cabai yang dihaluskan untuk obat penangkal kedinginan.
Baca juga: "Makanan" Kemanusiaan
Buku Jans jadi pegangan hampir semua rumah tangga Eropa di Hindia, terutama mereka yang tinggal jauh dari pusat kota. Buku Jans juga menjadi panduan para perempuan Eropa yang membuat kebun obat pribadi di rumah masing-masing. Hal itu, kata Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada Profesor Murdijati Gardjito dalam bukunya Jamu Pusaka Penjaga Kesehatan Bangsa Asli Indonesia, jadi bukti bahwa pengobatan tradisional kita, jamu, bisa diterima semua kalangan. Reputasi Jans kemudian menyebar dengan cepat di kalangan penduduk Eropa. Banyak pasien yang datang untuk minta disembuhkan. Jans terkenal sebagai ahli jamu dari Semarang.