top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Menggali Harta Karun Jaap Kunst

Jaap Kunst mewariskan koleksi alat musik, rekaman silinder lilin, hingga positif kaca. Harta karun etnomusikologi.

7 Des 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Jaap Kunst meninggalkan beragam harta karun etnomusikologi ketika meninggalkan Hindia Belanda. (Fernando Randy/Historia).

Dalam buku tahunan yang diterbitkan Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Museum Nasional) tahun 1933, Jaap Kunst disebut menyerahkan sekitar 1000 alat musik koleksinya. Etnomusikolog itu juga meninggalkan banyak ‘harta karun’. Dari silinder lilin, positif kaca, hingga surat-surat korespondensi.


Namun, hampir setengah abad koleksi Jaap Kunst di Museum Nasional tak teridentifikasi. Satu persatu peninggalan Jaap Kunts mulai terungkap pada 2004 ketika Museum Nasional hendak menggelar pameran alat musik.


Saat itu, karena Museum Nasional tidak memiliki kurator musik, Nusi Lisabilla, Staf Seksi Koleksi Etnografi dan Ita Yulita, Staf Seksi Konservasi diminta berguru kilat kepada etnomusikolog Rizaldi Siagian. Selama dua hari, dari pagi hingga malam, Nusi dan rekan-rekannya dijejali ilmu tentang musik.


Rizaldi menjelaskan tentang siapa Jaap Kunst dan perannya dalam seni musik. Dia juga menunjukan sebuah buku yang cukup penting tentang musik tradisi karangan Jaap Kunst.


“Aku dilihatkan bukunya Jaap Kunst. Bukunya Hindu Javanese Music Instruments. Itu pertama kali kenal Jaap Kunst. Beberapa foto yang ada di buku ternyata koleksi Museum Nasional,"  ujar Nusi yang kini menjabat sebagai Kepala Bagian Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional kepada Historia.


Koleksi Jaap Kunst di Museum Nasional mulai terungkap sejak 2004. (Fernando Randy/Historia).
Koleksi Jaap Kunst di Museum Nasional mulai terungkap sejak 2004. (Fernando Randy/Historia).

Sejak itu, Nusi baru menyadari bahwa banyak koleksi alat musik Museum Nasional yang merupakan hibah dari koleksi Jaap Kunst. Namun, ia belum tahu bagaimana keterkaitan Jaap Kunst dengan Museum Nasional. Selain itu, dia juga kesulitan ketika mencoba menginventarisasi koleksinya.


“Kami menghadapi beberapa kendala ketika menemukan beberapa koleksi itu nomor inventarisnya unik. Tidak umum, seperti pakai angka Romawi tapi ada alfabetnya juga,” sebut Nusi.


Nusi mengumpulkan semua koleksi yang bernomor unik itu. Ia menanyakan kepada seniornya di Museum Nasional yang sudah pensiun. Namun, tak ada satu orang pun yang tahu.


“Kita gak punya keterangannya sama sekali. Sehingga waktu kita mau pameran tersendat. Kan kita kalau pameran harus memberikan informasi kepada masyarakat. Kalau misalkan kita menaruh saja, tapi tidak diketahui asal dan fungsinya, kan aneh,” ujar Nusi.


Akhirnya, Nusi berusaha membuat klasifikasi. Ia menemukan bahwa Jaap Kunst menggunakan kode untuk mengelompokkan alat musik berdasarkan daerah asal dan organologinya. Temuannya itu kemudian ia tuliskan dalam Warta Museum.


Pada 2009, Nusi mendapat undangan ke Leiden, Belanda. Kesempatan itu ia gunakan untuk menelusuri jejak Jaap Kunts. Ia meminta waktu satu hari untuk mengunjungi perpustakaan Universitas Amsterdam.


“Di situ aku menemukan korespondensinya Jaap Kunst,” cerita Nusi.


Di Universitas Amsterdam terdapat 8.500 surat korespondensi Jaap Kunst dengan para koleganya yang tersimpan apik. Dalam surat-surat korespondensi itulah, Nusi menemukan empat lembar tulisan yang memperkuat temuannya mengenai kode-kode koleksi Jaap Kunst.


Di perpustakaan Universitas Amsterdam, Nusi juga menemukan foto-foto alat musik koleksi Jaap Kunst yang ada di Museum Nasional. Setelah data-data diolah dan dilakukan inventarisir, kini baru diketahui sebanyak 471 dari 1000 koleksi Museum Nasional merupakan warisan Jaap Kunst. Sekitar 500 alat musik masih menunggu diidentifikasi. Sayangnya, lima koleksi diketahui sudah tidak ada di museum. Lima koleksi tersebut kemungkinan rusak.


“Cuma yang aku nggak habis pikir, Tamburana itu gendang yang tinggi banget dari Nias, yang lebih tinggi dari manusia. Itu harusnya Museum Nasional punya. Aku ada nomor inventarisnya, ada ukurannya, dua meter sekian tapi koleksinya di sini nggak ada,” ungkap Nusi.


Menurut cerita para pendahulunya di Museum Nasional, pada 1942 banyak koleksi alat musik serta dokumen-dokumen terkait yang dirusak atau dibakar oleh pemerintah Jepang.


Jaap Kunst meninggalkan 627 silinder lilin yang berisi rekaman lagu dan musik tradisi. (Fernando Randy/Historia).
Jaap Kunst meninggalkan 627 silinder lilin yang berisi rekaman lagu dan musik tradisi. (Fernando Randy/Historia).

Pada 2018, Museum Nasional juga menemukan silinder lilin Jaap Kunst. Silinder lilin digunakan Jaap Kunst untuk mengabadikan musik tradisi saat itu. Alat rekamnya bernama fonograf. Total ada 627 silinder lilin peninggalan Jaap Kunst. Namun, hingga kini temuan tersebut belum dikonservasi karena silinder lilin butuh penanganan khusus.


Museum Nasional mendapat hasil digitalisasi dari Berliner Phonogramm-Archiv (Museum Etnologi Berlin). Silinder lilin Jaap Kunst juga terdapat di Tropen Museum, Universitas Amsterdam, dan kemungkinan di Fine Art Museum, Boston.


Tak sampai di situ, Jaap Kunst juga meninggalkan warisan positif kaca (cetak foto di atas kaca). Dari ratusan keping positif kaca yang terdapat di Museum Nasional, baru 171 keping yang teridentifikasi sebagai peninggalan Jaap Kunst. Selain itu, di Belanda juga terdapat film dokumenter bikinan Jaap Kunst serta beberapa alat musik yang sempat dibawa Jaap Kunst ke Belanda.


Memperingati 100 tahun Jaap Kunst, Museum Nasional menggelar pameran hingga 10 Januari 2020. (Fernando Randy/Historia).
Memperingati 100 tahun Jaap Kunst, Museum Nasional menggelar pameran hingga 10 Januari 2020. (Fernando Randy/Historia).

Hingga akhir hayatnya, Jaap Kunst telah menulis lusinan buku terkait musik tradisi. Beberapa di antaranya De Toonkunst van Bali (1924), Hindoe-Javaansche Muziek-Instrument (1927), A Study on Papuan Music (1931), Over Zeldzame Fluiten en veelstemmige muziek in het Ngada- en Nagehgebied, West-Flores (1931), De Toonkunst van Java (1934), Music in Nias (1939), Music in Flores: a Study of The Vocal and Instrumental Music Among The Tribes Living in Flores (1942), Een en ender over de muziek en den dans op de Kei-eilanden (1942), serta Music in Java; Its history, its theory and its technique (1949) yang menjadi mahakarya Jaap Kunst.


Beragam koleksi peninggalan Jaap Kunst tersebut kini tengah dipamerkan di Museum Nasional dalam rangka 100 tahun Jaap Kunst. Pameran bertajuk “Melacak Jejak Jaap Kunst, Suara dari Masa Lalu” itu berlangsung sejak 28 November 2019 hingga 10 Januari 2020.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page