DETEKTIF Nipper Read (diperankan Christopher Eccleston) geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecut di mobilnya. Buruannya, Reggie Kray (Tom Hardy), justru disenangi penduduk East End, London, karena ramah dan kerap memberi hadiah. Penduduk justru terlihat tak nyaman dengan aparat keamanan. Kondisi ini membuat Read yakin bahwa tugas memburu Reggie takkan mudah.
“Penduduk London lebih bersahabat dengan mafia daripada kepada polisi,” ujarnya kepada supirnya.
Adegan penguntitan itu menempati bagian awal film besutan sutradara Brian Helgeland ini. Legend mengisahkan pasang-surut kejayaan pria kembar paling ditakuti di London pada akhir 1950-an hingga pertengahan 1960-an. Reggie Kray dan Ronnie Kray (keduanya diperankan Tom Hardy) menguasai East End dan ikut mengatur dunia bawah tanah London.
Kray Bersaudara secara formal menjalankan bisnis klab malam terkenal Esmeralda Barns, yang mereka peroleh melalui pemerasan dan kekerasan brutal. Selain menyuguhkan minuman berkelas dan hiburan menarik, kehangatan Reggie –seorang mantan petinju– yang kerap menyapa dan menemani pengunjung menjadi nilai lebih klab itu. Berbeda dari Ron yang psikopat dan gay, Reggie berkepribadian hangat, cerdas, dan matang. Hal itu pula yang membuat Frances Shea (Emily Browning) langsung terpikat dalam pertemuan pertama dan menerima ajakan kencan Reggie.
Sebagai mafia besar di London, yang berkecimpung di dunia perjudian bawah tanah hingga pencucian uang, Kray Bersaudara terus diintai ancaman, terutama dari mafia-mafia pesaing. Ketika sedang berjalan di suatu siang, Reggie mendadak ditabrak mobil yang membuntutinya hingga terpental. Tak lama setelah itu, Kray Bersaudara didatangi seorang utusan mafia besar London lainnya yang tak suka kepada mereka. Buntutnya terjadi di tempat lain, Kray Bersaudara baku-hantam di sebuah bar. Gesekan makin keras ketika Kray Bersaudara memperluas jaringan bisnis ke West End.
[pages]
Kisah Nyata
Legend beranjak dari buku John Pearson The Profession of Violence: The Rise and Fall of the Kray Twins. Pearson, reporter muda Sunday Times dan penulis beberapa buku, kali pertama ketemu Kray Bersaudara pada 1967 di rumah yang kemudian jadi rumah megah mantan personel Rolling Stone, Bill Wyman.
Semuanya datang tiba-tiba, dan seolah sudah diatur. Sekira setahun setelah menerbitkan buku The Life of Ian Fleming, pencipta James Bond, Frank Taylor, pemimpin redaksi McGraw Hill yang menerbitkan bukunya, menyarankannya menulis buku tentang “para penjahat top yang mengendalikan London”, dengan kerjasama mereka penuh. Pearson tertarik.
Di awal pertemuan, Reggie menjelaskan bahwa dia dan saudaranya berencana pensiun dan ingin seseorang merekam berbagai prestasi mereka. Pearson pun mulai bekerja; mewawancarai Kray Bersaudara serta bertemu keluarga dan teman-teman mereka. Pada akhirnya Pearson menemukan kebenaran yang coba mereka sembunyikan. Dia juga mengupas kisah skandal yang melibatkan para politisi Inggris, termasuk Baron Robert John Graham Boothby, KBE, atau dikenal sebagai Bob Boothby.
The Profession of Violence diterbitkan pada 1972, ketika si kembar sudah berada di penjara –pam Pearson menghadari persidangan dan terus berhubungan dengan mereka. Buku ini menjadi best seller internasional. Majalah Time Out menyebutnya sebagai “biografi mengenai kehidupan krimininal paling terkenal yang pernah diterbitkan di Inggris”.
Ron meninggal dunia pada 1995 karena serangan jantung saat menjalani hukuman seumur hidup akibat kasus pembunuhan, Reggie enam tahun kemudian karena kanker. Pearson kemudian menulis sekuelnya dengan judul The Cult of Violence: The Untold Story of the Krays (2001), dengan cerita lebih berbeda dan lebih kompleks. Disusul kemudian Notorious: The Immortal Legend of the Kray Twins (2010).
Dalam pengantar buku Notorious, Pearson menulis bagaimana bisa dan mengapa dari sekian banyak penjahat yang mengisi suratkabar dan layar televisi selama setengah abad terakhir, hanya Kray Bersaudara yang menduduki tempat istimewa di samping Jack the Ripper sebagai ikon penjahat abadi. Mereka juga menjadi obsesi nasional. Kata “Kray” tertanam dalam ingatan kolektif masyarakat Inggris sebagai ungkapan yang diterima untuk gangster klasik Inggris.
[pages]
Improvisasi
Sutradara Helgeland tak mentah-mentah menelan semua fakta dalam The Profession of Violence dan menuangkannya ke dalam film. Helgeland jelas tak hendak menghadirkan sebuah film biopic, namun drama-aksi dari era 1960-an. Helgeland juga menghadirkan Kray Bersaudara tak segarang aslinya.
Alih-alih banjir adegan berdarah, Helgeland justru menguatkan unsur percintaan. Adegan Reggie memanjat dinding untuk mencapai jendela kamar Frances guna memberi hadiah tak ubahnya adegan romantis ala film Romeo and Juliet. Namun percintaan tak hanya membuat Legend kaya warna, tapi juga membuat penggambaran sosok Reggie menjadi lebih utuh.
Konflik batin dalam diri Reggie, antara terus menjalankan bisnisnya yang terus membesar dan menarik diri dari dunia hitam sesuai janjinya kepada sang istri, terus berjalan. Konflik itu beriringan dengan konflik dari luar seperti kecemburuan Ron terhadap peran besar yang dimiliki Leslie Payne (David Thewlis), manajer bisnis Kray, sehingga berupaya mengenyahkannya; persaingan dengan mafia lain yang berujung pembunuhan terhadap George Cornell (Shane Attwooll) dan Jack McVitie (Sam Spruell); hingga pengawasan ketat detektif Read dari Scotland Yard.
Helgeland bahkan tak terlalu mempedulikan fakta. Karakter Kray Bersaudara kerap beda dari yang asli. Dalam film, Reggie tampil amat maskulin dan matang. Padahal, dia penyuka sejenis (biseks) dan juga sadis. Untuk lebih mendramatisasi cerita, Helgeland membuat plot bahwa Frances tak disukai ibu mertuanya, Violet Kray (Tara Fitzgerald). Hal itu membuat Frances frustrasi dan tak bisa lepas dari obat penenang. Beriringan dengan kekecewaannya terhadap Reggie yang tak kunjung insaf, Frances memutuskan bunuh diri. Faktanya, Violet menyayangi Frances dan selalu menenangkannya manakala gugup. Frances sendiri aslinya bukan perempuan lembut, pemalu, dan naif, tapi perempuan lincah, glamor, dan liar.
Helgeland lihai memainkan tempo dan menghadirkan adegan-adegan beragam yang terkadang kontradiktif. Music scoring yang pas berperan memperkuat setiap adegan. Klimaks cerita yang hadir di waktu yang tepat, tak berapa lama sebelum film mencapai ujung, dan dalam bentuk yang tak menghakimi menjadi kekuatan lainnya. Apresiasi juga patut diberikan pada akting jempolan Tom Hardy dan Emily Browning
Satu hal yang kurang, Legend tak menggambarkan awal mula terjunnya si kembar ke dalam dunia mafia. Toh, Legend tetap layak tonton. Ia menampilkan sisi dari kehidupan sosial di London pada suatu era.
[pages]