PRESIDEN Sukarno dengan koleksi lukisan dan barang-barang seninya mampu mencerminkan citra istana sebagai ruang budaya. Begitu pula dengan kegemarannya terhadap pagelaran seni dengan sering menyelenggarakan acara seni budaya, juga hiburan rakyat di istana kepresidenan. Namun, pergantian rezim ke Orde Baru (Orba) membuat fungsi istana berubah menyesuaikan karakter kekuasaan yang primordial dan teknokratis. Istana pun menjadi simbol politik pemerintahan yang kaku.
“Jagad kecil Sukarno mengalami perubahan dan runtuh saat Orba,” kata sejarawan Eko Sulistyo yang juga deputi bidang komunikasi dan diseminasi informasi pada Kantor Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia dalam acara seminar berjudul “Karya Seni Rupa dan Sejarah Indonesia” di Galeri Nasional Jakarta, Senin (22/8).
Putra Presiden Sukarno, Guruh Sukarnoputra menilai kondisi istana pada masa Orba mengenaskan. Barang-barang seni yang tadinya menghiasi Istana Kepresidenan banyak yang rusak dan tak terawat. “Ngenes. Karpet yang buatan Iran itu sudah diganti, yang digudang busuk, lalu kamar mandi istana dipugar. Pegangan pintu dari zaman Belanda diganti, keramik juga diganti padahal dulu marmer, belum perubahan di teras. Dulunya terbuka sekarang jadi tertutup biar bisa dipasang AC,” kisahnya.
Belum lagi kisah koleksi lukisan Sukarno yang hilang. Bahkan Guruh mengaku pernah mendapati salah satunya telah sampai di balai lelang Christie, London. “Akhirnya setelah saya bilang disetop. Tapi kebijaksanaan mereka tidak bisa bilang siapa yang punyai koleksi ini,” ucap Guruh.
Guruh menyesalkan, apa yang telah dikumpulkan Sukarno saat ini banyak yang telah rusak. Dia berharap kondisi saat ini segera ditata ulang dan dikembalikan seperti sebelumnya. Dia bahkan mengatakan, presiden setelah Sukarno tak memiliki hak mengubah yang ada. “Kecuali seperti White House ada tempat yang boleh diubah seperti tempat tidur. Tapi ada aturannya harusnya,” ujarnya.
Kurator dan konsultan seni istana, Mikke Susanto mengakui sejak Sukarno lengser, tidak pernah ada kesepakatan antarpengelola negara untuk memberikan juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis) bagaimana istana dikelola. “Karya ini tidak boleh keluar dari istana bagaimanapun caranya. Kita butuh kesepakatan itu,” tegasnya.
Saat ini, menurut Mikke yang paling dibutuhkan adalah menjaga kelestarian koleksi. Karya seni istana pun membutuhkan riset mendalam agar sejarah dibalik lukisan itu bisa pula dinikmati.
“Bagaimana mungkin istana bisa kecolongan dengan rayap? Juga ada sejumlah lukisan yang diberikan presiden Sukarno ke teman-temannya yang mungkin selama ini dikira dicuri,” jelas Mikke.
Mikke menambahkan, lukisan koleksi Istana Kepresidenan memang tidak setua Borobudur atau bersifat arkeologis. Tidak semua bisa dimasukkan dalam daftar cagar budaya. “Cuma arti pentingnya luar biasa,” lanjutnya.
Kepala Biro Pengelolaan Istana Ade Wahyuni Saptantinah mengakui banyak kesulitan dalam mengelola koleksi seni istana. Sebelumnya mereka tak memiliki daftar inventaris koleksi.
“Kami daftar satu per satu kadang kami tidak tahu karya siapa. Kami jadi harus menggunakan istilah anonim,” kisahnya.
Mereka pun sempat kekurangan anggaran dalam melakukan konservasi koleksi. Nilai aset satu lukisan pada masa sebelum era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono pernah hanya dihargai Rp1. “Bagaimana nilai aset Rp1 dimintakan anggaran?” katanya yang telah bertugas di istana sejak 1983 itu.
Baru pada tahun 2012 penilaian aset bisa dilakukan kembali. Koleksi negara ini bisa dinilai ulang. Setelah memiliki nilai aset, anggaran perawatan pun bisa meningkat. “Tapi baru perawatan ringan. Berat belum bisa,” lanjutnya.
Ade berharap perawatan benda koleksi ke depannya bisa dilakukan lebih baik dengan anggaran yang lebih memadai. Pun soal ahli, saat ini pengelolaan masih membutuhkan tenaga ahli dari luar istana. “Istana tidak punyai SDM-nya, butuh bantuan tenaga ahli dari luar,” ucap Ade.
Tanggapan positif disampaikan Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid yang akan mempersiapkan regulasi mengenai pelestarian koleksi benda-benda seni di istana kepresidenan. “Pasti akan menghadap ke Sekneg membiacarakan regulasi terhadap koleksi ini,” janjinya.
[pages]