LANGIT di Alba Longa masih benderang. Mendung dan hujan masih belum terlihat tanda-tandanya. Tetapi di suatu hari pada abad ke-8 SM itu nasib suku Alba dan 29 suku lain yang sudah enam bulan mengalami kekeringan dan terancam kelaparan bakal ditentukan.
Numitor (diperankan Yorgo Voyagis), raja Alba yang dijadikan tetua dari 30 suku yang terhimpun dalam Liga Latin, menyambut hangat kedatangan Ertas (Emilio De Marchi), raja dari suku Gabi, dan Spurius (Massimiliano Rossi), raja dari Velia. Keduanya datang terakhir menyusul para raja dari 27 suku yang berkumpul di Alba Longa.
Mereka akan menggelar ritual keramat yang dipimpin seorang ahli nujum. Sang ahli nujum menyampaikan bahwa tanah di 30 suku itu akan terselamatkan oleh hujan jika Raja Numitor dan putrinya, Silvia (Vanessa Scalera), mengasingkan diri ke Meridian, sebuah kawasan terpencil di selatan.
Numitor berbesar hati melakoninya. Dia tak hanya diasingkan namun lebih dulu dibuat buta.
Baca juga: Cerminan Penindasan dalam Waiting for the Barbarians
Sesuai hukum adat yang berlaku di Liga Latin, cucu kembar Numitor, yakni Yemos (Andrea Arcangeli) dan Enitos (Giovanni Buselli), akan menggantikannya. Kelak, hanya satu di antara keduanya yang boleh didaulat jadi raja.
Drama itu jadi pembuka dalam film seri bertajuk Romulus garapan sineas Matteo Rovere, Michele Alhaique, dan Enrico Maria Artale.
Alur cerita beringsut ke adegan saat Ilia (Marianna Fontana), biarawati perawan Kuil Dewi Vesta yang diam-diam jatuh hati kepada Enitos, membocorkan terawangannya akan masa depan bahwa Enitos akan mati secara tragis. Hanya saja, Ilia tak mengetahui Enitos bukan mati di tangan Yemos, melainkan di tangan pamannya, Amulius (Sergio Romano).
Amulius mulanya masih ingin memegang janjinya pada sang kakak Numitor, menjaga Yemos dan Enitos seiring pengasingan Numitor. Namun keteguhannya goyah tatkala dirayu sang istri, Gala (Ivana Lotito), dan diintimidasi Spurius untuk merebut takhta yang ditinggalkan Numitor. Amulius lantas membunuh Enitos, sementara Yemus berhasil melarikan diri.
Baca juga: The Old Guard, Misteri Ksatria Abadi dalam Lorong Sejarah
Dalam pelariannya, Yemus ditawan sekelompok pemuda suku Velia yang tengah menjalani tradisi pendewasaan diri dengan mengembara berbulan-bulan di tengah Hutan Lupercalia. Yemus akhirnya ikut bertahan hidup dan kemudian bersahabat dengan Wiros (Francesco Di Napoli), pemuda yang acap jadi korban perundungan kawan-kawannya.
Ancaman Yemos dan sekelompok pemuda Velia pimpinan Cnaesus (Gabriel Montesi) itu bukan datang dari soal makanan atau air untuk bertahan hidup, melainkan dari Rumia, sesosok dewi serigala. Mampukah mereka bertahan dan mampukah Yemos merebut kembali takhta yang jadi haknya seiring menghadapi ancaman Rumia di hutan belantara? Jawabannya bisa Anda dapatkan sendiri setelah menyaksikan Romulus sambil menemani malam pergantian tahun. Walau sudah ditayangkan di Sky Atlantic sejak 6 November 2020, film drama berseri ini masih bisa Anda tonton kapanpun lewat layanan streaming di Mola TV yang sejak November hingga Desember 2020 baru menghadirkan 10 episode pada season 1-nya.
Dramatisasi Mitos Roma
Iringan music scoring yang digarap grup Mokadelic dengan nada orkestra Latin kuno dan tone film yang temaram menambah greget sejumlah adegan, mulai dari horor, sadis, hingga intrik-intrik di seputar perebutan takhta di 10 episode Romulus. Suasana mencekam zaman primitif seperti dalam drama serial atau film epik serupa macam Apocalypto (2006) atau Game of Thrones (2011-2019) juga kuat dihadirkan.
Kendati demikian, Rovere mengaku tak serta-merta menjiplak serial-serial epik serupa, baik Vikings maupun Game of Thrones, yang lebih dulu meledak di pasar internasional. Rovere justru membanggakan Romulus digarap tidak dengan bahasa Italia, apalagi bahasa Inggris, melainkan bahasa Latin. Untuk itu, kata sang produser Marco Chimenz, para pemainnya dilatih bahasa Latin oleh sejumlah sejarawan dan pakar bahasa agar fasih bicara bahasa Latin.
“Membuat seri ini dalam bahasa Inggris tidaklah realistis, pun juga dengan bahasa Italia, jadi kami memutuskan membuatnya dengan bahasa (Latin) ini. Para aktor harus mempelajari dialog-dialognya dari hati yang menghindarkan mereka dari improvisasi, di mana kadang hal itu justru jadi hal yang bagus,” ungkap Chimenz kepada Drama Quarterly, 11 September 2020.
Baca juga: Tradisi Olimpiade dari Yunani Kuno
Menurut Chimenz, Romulus merupakan perpanjangan proyek film Il Primo Re yang juga melibatkan Matteo Rovere. Film tersebut juga mengisahkan mitos berdirinya kota abadi, Roma. Meski begitu, Chimenz memastikan Romulus bukanlah semacam prekuel atau sekuel dari Il Primo Re.
Chimenz menjelaskan, Romulus adalah dramatisasi dari mitos berdirinya kota Roma yang bergulir di dunia, ruang, dan periode waktu yang sama. Kisah masing-masing karakternya menghamba pada kekuatan alam dan dewa-dewi yang memegang takdir dan nasib mereka di alam primitif. Romulus menghadirkan banyak detail kecil dan mendalam dari masing-masing tokoh yang berpengaruh tapi tak sempat dimunculkan dalam Il Primo Re.
“Romulus adalah kisah tentang banyak suku. Kita tidak akan benar-benar melihat (kota) Roma dalam season 1. Apa yang kita lihat adalah kehidupan laki-laki dan perempuan di masa primitif yang diteror oleh alam dan dewa-dewi. Kita mengikuti cerita dari tiga atau empat karakter yang terbuang dengan alasan masing-masing dan kemudian mereka jadi penyintas untuk menuliskan takdir dengan tangan mereka sendiri,” imbuh Chimenz.
Berdirinya Roma hingga saat ini masih berpijak pada dongeng dan mitos, belum pada fakta sejarah. Sejumlah sejarawan masih berkutat dengan dongeng maupun mitos yang berkembang meski premisnya merujuk pada hal yang sama: eksistensi seekor serigala yang mengasuh dua bayi kembar yang terbuang, Romulus dan Remus.
Baca juga: Sejarah Berdirinya AS Roma yang Berjuluk "Serigala Kota Abadi"
Yang paling dikenal dan paling diyakini kebenarannya hingga saat ini berangkat dari puisi “Aeneid” karya Virgil (Publius Vergilius Maro) dari tahun 29-19 SM. Versi ini menyatakan berdirinya Roma berhulu pada Aeneas, veteran Perang Troya yang melarikan diri ke wilayah Lavinium (kini area antara Anzio dan Fiumicino) lalu menikahi Lavinia, putri Raja Latinus.
Dari pernikahan itu, Aeneas-Lavinia mendapatkan seorang putra, Ascanius, yang kelak mendirikan Kerajaan Alba Longa. Ascanius lalu memiliki keturunan, salah satunya adalah Raja Numitor. Numitor dikudeta dan dipenjarakan adiknya, Amulius. Sementara Rhea Silvia, putri Numitor, melahirkan sepasang anak kembar, Romulus dan Remus, yang disebutkan berayahkan Dewa Mars.
Baca juga: Kisah Wonder Woman, si Putri Amazon
Puisi “Aeneid” dan kisah di dalamnya disempurnakan sejarawan Romawi, Livy alias Titus Livius, lewat kitab Ab Urbe Condita (Berdirinya Roma) yang terdiri dari 142 jilid. Kisahnya selaras dengan puisi “Aeneid”, di mana Rhea Silvia dipaksa menjadi biarawati perawan agar tak memiliki keturunan yang bakal mengganggu kelanggengan takhta Amulius.
Alih-alih tenang, Amulius justru tercengang karena ternyata Rhea Silvia bisa hamil dan kemudian melahirkan sepasang putra kembar, Romulus dan Remus. Sepasang anak kembar itu disebutkan hasil hubungan yang dinaungi kejadian mistis yang dialami Mars si dewa perang. Amulius lantas memerintahkan seorang pelayan agar membunuh bayi Romulus dan Remus.
Lantaran tak tega, pelayan suruhan Amulius itu urung langsung membunuh bayi kembar tadi. Dia memilih meninggalkan bayi Romulus dan Remus di tepi Sungai Tiber agar nasib keduanya seolah diserahkan kepada dewa-dewi.
Di Sungai Tiber itulah Romulus dan Remus ditemukan lalu disusui dan dirawat oleh siluman serigala bernama Rumia. Begitu dewasa, Romulus dan Remus balas dendam dengan membunuh Amulius.
Inti mitos itulah yang dijadikan acuan Chimenz dan Rovere dalam meramu film seri Romulus. Tentu saja kemudian modifikasi dilakukan tim produksi terhadap kisah dari dua sumber itu. Dalam Romulus, anak kembar cucu Raja Numitornya justru dihadirkan dengan nama Yemos dan Enitos. Yemos seolah representasi dari Romulus, sementara Enitos adalah Remus. Alasan tim produksi adalah agar dalam menggali segala detail aspek kehidupan primitif pra-Romawi mereka bisa lebih bebas dan mendalam.
“Kami tidak benar-benar menarasikan legenda bahwa sesosok serigala menyelamatkan si kembar. Kami menghadirkan sosok manusia serigala tapi dalam bentuk seorang pemimpin gerilya. Ia memimpin sekumpulan orang buangan yang melawan kekuatan yang sudah mapan. Ia juga sudah punya visi tentang kota Roma, di mana ia melihat Roma sebagai kota yang bebas dari rasa takut akan kekuatan alam, dewa-dewi, penindasan, dan perbudakan. Itu ideologi dan gagasan yang sangat modern,” tandas Chimenz.
Data Film:
Judul: Romulus (Season 1) | Sutradara: Michele Alhaique, Enrico Maria Artale, Matteo Rovere | Produser: Giovanni Stabilini, Marco Chimenz, Francesca Longardi, Riccardo Tozzi | Pemain: Andrea Arcangeli, Marianna Fontana, Sergio Romani, Vanessa Scalera, Francesco Di Napoli, Giovanni Buselli, Ivana Lotito, Massimiliano Rossi, Gabriel Montesi, Yorgo Voyagis, Emilio De Marchi, Demetra Avincola| Produksi: Sky Studios, ITV Studios, Cattleya, Greenland Srl | Genre: Epik Sejarah | Durasi: 55 menit/10 episode | Rilis: 6 November 2020 (Mola TV)
Baca juga: Hagia Sophia dari Masa Romawi Timur