Masuk Daftar
My Getplus

Benyamin Sueb, Raja Lenong Main Film

Benyamin Sueb bukan saja seniman serba bisa, tapi juga serba tidak puas. Baginya, kepuasan adalah kemunduran.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 14 Jul 2010
Benyamin Sueb dalam film "Ambisi". (Repro Kompor Mleduk).

Bagaimana tidak, setelah sukses menyanyi dengan menelorkan sekitar 70 album rekaman, Ben kemudian main film. Dia terjun ke dunia perfilman di saat yang tepat: awal tahun 1970-an perfilman Indonesia mengalami masa keemasan. Saat itu, perfilman begitu menggairahkan. Permintaan pasar yang sangat besar telah menggeser film-film impor.

Munculnya film Pengantin Remaja makin memperkuat perfilman nasional. Sebelum dirilis di Indonesia, film ini sudah mendapatkan penghargaan di Festival Film Asia di Taipei, Taiwan. Dan beredar di Singapura, Malaysia, Thailand, Hongkong, dan Filipina. Bahkan, film ini menjadi film Asia pertama yang diputar di Jepang.

Dalam suasana seperti ini, Ben menginjakkan kakinya di dunia film. Film pertama yang dia bintangi adalah Honey Money and Jakarta Fair tahun 1970 garapan sutradara papan atas Misbach Yusa Biran. Film keduanya adalah Hostess Anita yang diproduksi pada 1971 dengan sutradara Matnoor Tindaon. Pada tahun yang sama, dia membintangi Brandal-brandal Metropolitan. Di kedua film ini, dia sudah mulai menunjukkan bakat melawaknya. Dia kemudian mendapat kesempatan yang lebih besar untuk bermain dalam Dunia Belum Kiamat yang bercorak komedi musikal, di bawah sutradara Nya Abbas Akup. Di film ini, dia mulai mendapatkan peran yang lumayan dibandingkan film-film sebelumnya yang hanya menjadi bintang tamu atau untuk menyanyi. Akting Ben di Dunia Belum Kiamat menarik perhatian sutradara Nawi Ismail. Dia diberikan peran dalam Banteng Betawi, film kelanjutan dari Si Pitung.

Advertising
Advertising

Baca juga: Benyamin Sueb Penyambung Lidah Orang Betawi

Di tahun 1972, dia main dalam Angkara Murka garapan sutradara Chaidar Rachman. Disusul dengan film Slamet Setan Jalanan yang disutradarai Hasmanan. Dia senang sekali bisa main bareng sang idola, Bing Slamet. Di tahun yang sama, dia mendapat tawaran dari sutradara Turino Junaidi untuk bermain dalam Intan Berduri. Film ini terbilang serius dan banyak memuat sindiran cerdas mengenai masalah gaya hidup. Kelucuan dan sindiran disajikan dengan manis. Ini tantangan bagi dia yang terbiasa memainkan peran melawak. Film terakhir di tahun 1972 adalah Benyamin Biang Kerok yang disutradarai Nawi Ismail.

Intan Berduri berbuah manis. Dalam Festival Film Indonesia (FFI) 1973, Ben, aktor yang tak diperhitungkan, meraih Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik. Setelah menyabet Piala Citra, tawaran main film datang hampir tanpa henti. Masa suburnya di tahun 1973 dengan bermain di 10 judul film: Akhir Sebuah Impian, Ambisi, Jimat Benyamin, Biang Kerok Beruntung, Bapak Kawin Lagi, Si Doel Anak Betawi, Percintaan, Cukong Bloon, Benyamin Brengsek, dan Si Rano.

Di bulan Juni 1973, Biang Kerok dilenongkan yang dipentaskan di Teater Terbuka TIM. Malam itu, karcis ludes. Penonton pun berdesak-desakan.

Di tahun 1973, Ben telah menjadi aktor paling populer dalam perfilman Indonesia. Sempat beredar isu yang menyatakan bahwa dia mendapat honor paling tinggi untuk ukuran masa itu, yaitu Rp 3 juta untuk film Jimat Benyamin. Honor setinggi itu dianggap akan merusak pasaran honor aktor-aktor lainnya.

“Belakangan isu itu pun terungkap bahwa honor Rp 3 juta tersebut bukan hanya untuk perannya dalam film, tapi juga untuk pembuatan cerita dan lagu-lagu yang berjumlah 5 buah,” tulis The Creative Library dalam Kompor Mleduk Benyamin S.

Baca juga: Benyamin Sueb, Ikon dari Kemayoran

Tak puas hanya menjadi pemain, Ben mulai mencoba menjadi produser menjelang akhir tahun 1973. Dia mendirikan PT Benyamin Betawi Film Corporation. Film perdananya Bapak Kawin Lagi.

Memasuki tahun 1974, Ben mulai lebih terencana dalam bermain film. Dia menargetkan bermain di 5-6 film dalam setahun. Di pertengahan tahun 1974, di bawah rumah produksi PT Jiung Film, dia memproduksi Musuh Bebuyutan. Dia menjadi pemain sekaligus pencetus ide. Jiung Film juga memproduksi Buaye Gile. Selain itu, dia juga bermain dalam Benyamin Si Abunawas, Tarzan Kota, Ratu Amplop, Drakula Mantu, dan Benyamin Spion 025.

Tahun 1974, produksi film nasional berjumlah 77 judul. Mengalami kemerosotan pada 1975, hanya 35 judul karena serbuan film-film impor. Enam judul film di antaranya dibintangi Ben: Benyamin Tukang Ngibul, Setan Kuburan, Benyamin Koboi Ngungsi, Benyamin Raja Lenong, Traktor Benyamin, dan Samson Betawi.

Di tahun 1976, Ben bermain dalam Zorro Kemayoran, Hippies Lokal, Si Doel Anak Modern, Tiga Janggo, Benyamin Jatuh Cinta, Tarzan Pensiunan, dan Pinangan. Si Doel Anak Modern seperti Intan Berduri memuat sindiran-sindiran tentang masalah gaya hidup. Si Doel Anak Modern tercatat sebagai film terlaris dengan 92.251 penonton. Film ini mengantarkan Ben untuk kali kedua meraih Piala Citra kategori Pemeran Utama Pria Terbaik dan Christina Hakim sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam FFI 1977.

Di penghujung tahun 1977, Ben kembali memainkan film Pinangan. Film yang skenarionya ditulis dan disutradarai oleh Syumanjaya ini diilhami dan disadur secara utuh dan kreatif dari sandiwara Pinangan karya pengarang Rusia, Anton Chekov. Selepas Pinangan, dia main dalam Raja Copet dan Duyung Ajaib.

Baca juga: Benyamin Sueb, Perkutut Berhenti di Lampu Merah

Memasuki tahun 1978, Ben main film panas. Dia mengejutkan para penggemarnya dengan main film komedi berbau seks dalam Tuan, Nyonya, dan Pelayan. Film ini mengikuti arus perfilman yang makin banyak menyajikan tema-tema seks, adegan ranjang, dan sedikit action. selain film panas itu, dia menyutradarai dan memproduksi lagi cerita komedi Betty Bencong Slebor. Juga bermain dalam Dukun Kota.

Tahun 1979-1980, kondisi perfilman memburuk. Selesai meluncurkan Betty Bencong Slebor, Ben memutuskan berhenti memproduksi film sendiri. Sejak itu, peran dia dalam film layar lebar menurun. Tahun 1980, hanya bermain satu judul, Bersemi di Lembah Tidar, Musang Berjenggot (1981), Tante Girang dan Sama Gilanya (1983), Dunia Makin Tua/Asal Tahu Saja (1984), Koboi Insyaf/Komedi Lawak ’88 (1988), dan Si Kabayan Saba Kota (1992).

Perfilman layar lebar mengalami kemerosotan, Ben beralih ke layar kaca. Di bermain dalam Si Doel Anak Sekolahan yang tayang pertama pada 1993 di RCTI. Serial Si Doel melegakan dahaga penonton akan sinetron yang berkualitas. Pada tahun 1995, sekitar 70 persen masyarakat Jakarta mengaku menyukai Si Doel.

“Setiap hari Jumat tiba, banyak orang berusaha pulang kantor lebih cepat agar sebelum pukul 20.00 WIB sudah tiba di rumah,” tulis The Creative Library.

Baca juga: Benyamin Sueb Ngider Ngelenong Ngerap

Selama aktif di dunia sinetron, Ben menulis skenario Mat Beken yang ditayangkan sebanyak 25 episode di TPI. Sedangkan skenario Biang Kerok dan Musuh Bebuyutan belum sempat ditayangkan. Selain sinetron, dia juga menjadi pembawa acara berita Selamat Pagi Indonesia (1992) dan Benyamin Show (1993) yang ditayangkan setiap Selasa malam di TPI. Penayangan Benyamin Show dalam format talk show dan kuis sukses. Sampai dia meninggal, telah ditayangkan sebanyak 104 episode.

Pada pemilihan Festival Sinetron Indonesia (FSI) 1996, Si Doel Anak Sekolahan terpilih sebagai sinetron terbaik, sinetron terfavorit, dan penata suara terbaik. Ben dinobatkan sebagai aktor komedi terbaik lewat sinetron Bergaya FM (1995).

Semua pencapaian yang diraih Ben merupakan wujud dari prinsipnya yang tidak pernah puas dalam berkarya. “Kepuasan adalah kemunduran,” katanya.

TAG

benyamin sueb film musik

ARTIKEL TERKAIT

Ibu dan Kakek Jenifer Jill Pyonsa dan Perlawanan Rakyat Korea Terhadap Penjajahan Jepang Benshi, Suara di Balik Film Bisu Jepang Eric Carmen dan "All By Myself" Warrior, Prahara di Pecinan Rasa Bruce Lee Komponis dari Betawi Exhuma dan Sisi Lain Pendudukan Jepang di Korea God Bless di Mata Roy Jeconiah Eksil, Kisah Orang-orang yang Terasing dari Negeri Sendiri Jenderal Orba Rasa Korea