ARLOJI tua itu masih berdetak. Arloji itulah satu-satunya benda yang jadi medium Nastya Tkachyova (Galina Kuznetsova) tu mengenang pria yang dikasihinya. Arloji itu juga saksi bisu kala Nastya muda mati-matian menyelamatkan diri dari Pengepungan Kota Leningrad (kini St. Petersburg) via Danau Ladoga, sepanjang malam 16 September hingga pagi 17 September 1941.
“Hanya arloji ini yang tersisa. Kami tidak punya foto. Semua sudah binasa bersama kota yang luluh lantak oleh pengeboman (Nazi Jerman),” kenang Nastya.
Sekilas memori wanita tua itu jadi mukadimah yang disajikan sutradara Aleksey Kozlov dalam film Spasti Leningrad (Saving Leningrad). Drama sepanjang 96 menit ini mengangkat satu dari sekian bab sejarah mengenai Pengepungan Leningrad (8 September 1941-27 Januari 1944).
Wanita uzur itu mengingat kembali peristiwa tersebut, Nastya muda (Maria Melnikova) buru-buru mengepak koper untuk ikut kekasihnya Kostya Gorelov (Andrey Mironov-Udalov), seorang kadet artileri Angkatan Darat (AD) Uni Soviet. Keduanya berniat menumpang Tongkang 752 untuk keluar dari kota via Danau Ladoga menuju Novaya Ladoga di timur Leningrad, wilayah yang belum dikepung Nazi Jerman.
Kebetulan, kompi tempat Kostya bertugas juga akan diberangkatkan bersama ratusan kadet medis Angkatan Laut (AL) Soviet. Tapi jelang keberangkatan, sekompi kadet itu justru mendapat perintah dadakan untuk tidak berangkat dan membantu Tentara Merah dan milisi sipil menahan Nazi Jerman di pesisir Leningrad.
Baca juga: Kematian Stalin dalam Banyolan
Kostya mestinya batal berangkat bersama kompinya, namun ayahnya, Kolonel Laut Nikolai Gorelov (Vitaliy Kishchenko), menyuruhnya berganti seragam dari kadet AD menjadi kadet AL. Sang ayah tetap ingin putranya ikut keluar dari Leningrad.
Mulanya banyak perwira yang khawatir untuk memberangkatkan Tongkang 752 dengan ditarik Kapal Selemdzha, terlebih turut diisi ribuan sipil. Selain khawatir ancaman Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman), buruknya cuaca juga jadi kecemasan besar sang nakhoda kapal penarik tongkang, Kapten Dmitrievich Erofeev (Aleksey Shevchenko).
“Saya yang akan bertanggungjawab jika terjadi apa-apa. Sebagai buktinya, putra saya akan ada di tongkang (752) itu,” ujar Kolonel Gorelov yang merupakan komandan pangkalan. Sang nakhoda pun melaksanakan perintahnya untuk memenuhi tongkang usang berkapasitas 600 orang itu dengan 1500 orang.
Namun belum lama tongkang berlayar, badai mengombang-ambingnya dan kapal penarik. Paginya, giliran dua pesawat Jerman menghujani tembakan ke arahnya. Dengan senjata seadanya, Mosin-Nagant, Kostya dan sisa kadet AL Soviet dengan heroik balas menembak hingga kedua pesawat jatuh.
Meski begitu, serangan udara itu sudah lebih dulu memakan ribuan jiwa. Hanya sekira 200-an jiwa yang selamat dan ditolong kapal penarik dan beberapa kapal motor AL Soviet lain yang datang terlambat. Mereka dievakuasi ke Novaya Ladoga. Di pesisir Novaya Ladoga, Kostya berkumpul dengan sisa kompinya pasca-gagal memukul mundur pasukan Jerman. Termasuk bertemu lagi dengan sersan-pelatihnya yang sempat menyita arlojinya untuk kemudian dikembalikan pada Kostya.
Sinematografi yang Kurang Greget
Saving Leningrad jadi penggambaran terbaru tentang pengepungan Leningrad di Perang Dunia II setelah beberapa film dokumenter dan film Attack on Leningrad (2009). Namun, alur Saving Leningrad kurang greget dan adegan-adegan pertempuran di pesisir kota serta serangan pesawat Jerman ke Tongkang 752 pun kurang mengena jika dibandingkan film-film tentang front timur lain, seperti Enemy at the Gates (2001).
Saving Leningrad juga tidak sepenuhnya menggambarkan derita sipil yang kelaparan dan serdadu Soviet yang kekurangan amunisi dalam meladeni serbuan Jerman di dalam kota. Kozlov lebih fokus menggambarkan kepanikan dan ketakutan yang dialami ribuan penumpang Tongkang 752 yang belum pernah diungkap ke publik sebelumnya.
Namun, iringan tata suara garapan Yuri Poteyenko, ditambah bahasa Rusia yang dipergunakan dalam seluruh dialognya, cukup membawa penonton ke suasana Leningrad di masa itu. Hebatnya lagi, film yang diluncurkan awal tahun 2019 ini hampir tak diselipi visual effect selain di adegan tongkang dihantam badai.
Baca juga: Dramatis Tanpa Adegan Sadis
Untuk itulah Kozlov dan timnya mereplika Tongkang 752 dan laiknya Dunkirk (2017) garapan Christopher Nolan, shooting-nya benar-benar dilakukan di air, di Danau Ilmen, Novgorod. “Perfilman Rusia kekurangan entertainment, menurut saya. Jika kami bisa mendekati film yang dibandingkan dengan kami (Dunkirk), saya senang, tidak hanya untuk diri saya sendiri tapi juga untuk perfilman Rusia,” tutur Kozlov, dikutip media Rusia Tech2, 25 Januari 2019.
Fakta yang Terungkap
Bencana yang menewaskan sekira 1500 orang itu baru pada 2004 terungkap dari sebuah arsip yang lama disimpan militer Soviet (kini Rusia). Dari arsip-arsip inilah Kozlov menggodok naskah. Faktanya diperkuat dengan kesaksian seorang penyintas Tongkang 752 yang ditemuinya, Galina Kuznetnsova.
Galina adalah karakter figuran wanita tua yang digambarkan menceritakan kisahnya sebagai Nastya. “Awalnya sutradara meminta saya memainkan peran utama di usia tua. Umur saya 87 tahun dan saya sudah tidak terlalu sehat. Karenanya saya menolak peran utama,” ujar Galina yang akhirnya setuju jadi figuran di awal film, dilansir metronews.ru, 25 Januari 2019.
Kendati jalan ceritanya berdasarkan pengalaman Galina, nyaris semua karakter dalam film adalah fiktif. Hanya satu tokoh yang berdasarkan karakter nyata, yakni Kapten Erofeev, nakhoda kapal penarik Tongkang 752. Namanya diambil Kozlov dari arsip-arsip yang diungkap militer Rusia.
“Selain dia, karakter sisanya adalah fiktif. Tetapi kami mengangkat fakta terkait imbas yang diderita akibat blokade itu. Fakta yang tidak diketahui sebelumnya oleh siapapun yang baru akan tahu pada 28 Januari,” sambung Kozlov.
Saving Leningrad resmi dirilis pada 28 Januari 2019 di St. Petersburg, bersamaan dengan peringatan 75 tahun pembebasan Leningrad. Produser Arkady Fateev berharap generasi muda bisa mengambil pelajaran dari film dan arsip-arsip yang baru diungkap itu.
Baca juga: Kursk, Kisah Getir di Laut Barents
“Kami harus mengoreksi fakta-fakta yang sebelumnya direkayasa. Oleh karenanya kami bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan untuk membuka mata pelajaran terbuka tentang blokade Leningrad ini kepada para pelajar pada 28 Januari. Film kami dibuat untuk memicu masyarakat berpikir kritis, mempelajari tentang tragedi ini dan banyak hal lain terkait fakta-fakta yang belum terungkap,” tandasnya, disitat RIA Novosti, 25 Januari 2019.