Masuk Daftar
My Getplus

Persahabatan Omar Dani-Sri Mulyono Herlambang

Bersahabat sejak jauh sebelum memimpin AURI, Omar Dani dan Sri Mulyono Herlambang harus berpisah akibat G30S.

Oleh: M.F. Mukthi | 23 Okt 2020
Menpangau Omar Dani dan istri menerima ucapan selamat dari Sri Mulyono Herlambang dan istri (repro ""Menyingkap Kabut Halim 1965")

Ketika diajak semobil oleh Presiden Sukarno keliling Bogor, sekitar 8 Oktober 1965, Menpangau Laksdya Omar Dani duduk bersebelahan dengan Menteri Negara Laksda Sri Mulyono Herlambang. Di Istana Batu Tulis, tempat perjalanan itu berakhir, Dani dan Herlambang teringat rencana lama yang gagal. 

"He, lahan di sebelah itu kan tanah yang tidak jadi kita beli karena harganya terlalu tinggi itu kan?" kata Dani membuka obrolan.

"Ya...ya...! Untung tidak jadi. Kalau jadi, kan kita menjadi tetangga Presiden," jawab Herlambang sebagaimana dikutip Benedicta A. Surodjo dan JMV Soeparno dalam Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani.

Advertising
Advertising

Kisah santai seperti itu yang menjadi bagian dari persahabatan Dani-Herlambang hilang setelah G30S pecah. Dani maupun Herlambang sejak itu lebih sering berurusan dalam soal serius. Keduanya lalu sama-sama menjadi pesakitan.

Baca juga: Omar Dani, Panglima yang Dinista

Dani dan Herlambang bersahabat sejak keduanya sama-sama menjadi bagian dari 60 calon penerbang dan navigator AURI yang dikirim untuk mengikuti pendidikan di Taloa Academy of Aeronautics (TAA) di Bakersfield, California, pada 1950. Karier keduanya terus menanjak selulusnya dari TAA. Dani bahkan belum 40 tahun ketika dipilih Presiden Sukarno menjadi panglima Angkatan Udara menggantikan Laksamana Udara Suryadi Suryadarma. Posisi tersebut membuat Dani makin leluasa mendorong Herlambang mengembangkan kariernya.

“Sejak Omar Dani ditunjuk oleh Presiden untuk menggantikan Laksamana Udara Suryadarma sebagai Men/KSAU pada Januari 1962, Omar Dani berhasrat untuk meng-‘groom’, mempersiapkan S.M. Herlambang untuk menggantikannya empat tahun kemudian,” tulis Benedicta-Soeparno.

Ketika Dani meminta Herlambang menjadi Deputi Operasi-nya, Herlambang menolak karena merasa belum siap. Dani lalu mempercayakan tugas-tugas politik kepada Herlambang. Selain ikut dalam perundingan tingkat atas dengan Belanda soal Irian Barat, Herlambang diikutsertakan dalam berbagai urusan diplamasi, termasuk ketika Waperdam I Soebandrio safari ke Afrika.

“Sewaktu Bung Karno menghadiri peringatan 10 tahun Konferensi Asia Afrika pada tahun 1965 di Aljazair, Pak Herlambang dan Pak Boediardjo juga ikut ke sana,” kata Dani, dikutip Aristides Katoppo dkk. dalam Menyingkap Kabut Halim 1965.

Herlambang akhirnya menerima jabatan Deputi Operasi Menpangau setelah malang-melintang di urusan politk. Jabatan itu baru dilepaskannya ketika dia diangkat Presiden Sukarno menjadi Menteri Negara, Mei 1965. Di posisi inilah Herlambang menjadi “jembatan” antara Dani dan presiden karena menurut Dani, sejak Juni 1965, untuk menemui presiden sangat sulit.

“Saya dengar, misalnya dari Bambang Soepeno sewaktu menjabat di Kotrar (Komando Retooling Aparatur), dia juga merasa begitu. Tetapi untung masih ada Pak Herlambang di sana,” kata Dani, dikutip Katoppo dkk.

Maka segala urusan AURI yang berkaitan dengan presiden Dani percayakan kepada Herlambang. Termasuk ketika Dani mengajukan pengunduran diri karena situasi politik memburuk akibat G30S dan AURI dipojokkan, surat pengunduran dirinya disampaikan melalui Herlambang. Herlambang pula yang membawa jawaban presiden bahwa permohonan mundur Dani ditolak.

Baca juga: Omar Dani Tak Gentar Pulang

Pada 13 Oktober 1965, keduanya bersama beberapa petinggi AURI berdiskusi dalam “Musyawarah AURI” untuk mencari pemecahan atas permasalahan yang ada. Keduanya sama-sama menginap di Tanah Abang Bukit, Mabes AURI, malam setelah musyawarah itu.

Dalam obrolan sebelum tidur di ruang tamu Menpangau, Dani sempat mengutarakan perasaannya. “Kok saya merasa akan disuruh ke luar negeri oleh Bung Karno. Kalau benar, saya kira kau yang akan dipilih Bung Karno untuk mengganti saya,” kata Dani, dikutip Benedicta-Soparno.

“Masak, saya kan sudah menteri?” kata Herlambang.

“Soalnya bukan itu. Bung Karno sudah mengenalmu sejak kau dan Santo jadi VIP pilot pribadi Bung Karno pada pesawat ‘Dolok Martimbang’, dan Bung Karno percaya padamu, maka dijadikan Menteri Negara Diperbantukan pada Presiden. Aku yakin kaulah yang akan dipilih untuk menggantikanku.”

Apa yang dikatakan Dani terbukti. Herlambang esoknya memberitahu Dani bahwa surat perintah pergi ke luar negeri untuk Dani telah ditandatangani presiden. Keesokannya, 15 Oktober 1965, Herlambang ditunjuk menjadi Menpangau ad interim.

Atas upaya Herlambang, Dani diperkenankan presiden untuk berpamitan. Upacara pelepasan Dani, 19 Oktober 1965, juga diadakan oleh Herlambang. Namun setelah itu, keadaannya berbeda. Tak ada lagi tawa Herlambang dalam hari-hari Dani. 

Sepulang dari Kamboja, negeri terakhir yang dikunjungi Dani dalam “safari” luar negerinya, Dani langsung dikenai tahanan rumah di Cibogo. Sementara, Herlambang juga ditahan selepas jabatan Menpangaunya diserahkan kepada Rusmin Nuryadin pada Maret 1966. Keduanya baru bertemu tanpa bisa bicara di Instalasi Rehabilitasi Nirbaya. Dani lebih dulu menjadi penghuni Nirbaya (24 Mei 1966).

Baca juga: Kudeta AURI

Saat di Nirbaya itulah pada suatu sore di awal Juni 1966, Dani dikagetkan dengan kedatangan sebuah sedan AURI. Sedan itu menuju Blok Nusa, blok paling selatan di kamp penahanan itu. Jaraknya sekitar 100 meter dari Blok Amal yang ditempati Dani. Antara Blok Nusa dan Amal terdapat Blok Bakti.

Dani tak tahu siapa gerangan orang AU yang mengikutinya menjadi tahanan politik di Nirbaya itu. Namun setelah berupaya keras mengenali penghuni baru berbaju penerbang yang jaraknya amat jauh itu mendekat ke arahnya, Dani akhirnya yakin penghuni baru itu adalah Herlambang. Dani yang gembira sekaligus trenyuh langsung melambaikan tangan dan mendapat balasan lambaian tangan Herlambang.

Sebagai tahanan yang diisolasi, Dani langsung diperintahkan oleh CPM penjaga kamp agar kembali ke kamarnya begitu kepergok melambaikan tangan kepada Herlambang. Komunikasi jarak jauh tanpa lambaian tangan yang Dani lakukan dengan Herlambang setiap jam 9 pagi mulai esoknya pun akhirnya diketahui penjaga. Tak lama kemudian, petugas memasangi kawat pembatas blok dengan anyaman bambu. Pandangan matapun tak bisa menembusnya. 

“Maka setelah itu, Omar Dani tidak bisa melihat kawannya, Sri Muljono Herlambang lagi. Jadi terbentuklah Omar Dani yang sepi. Isolasi tersebut telah membuat kidung sunyi itu menjadi semakin menyayat,” Benedicta dan Soeparno.

TAG

omar dani tni au

ARTIKEL TERKAIT

Daripada Soeharto, Ramadhan Pilih Anak Kisah Mata Hari Merah yang Bikin Repot Amerika Hukuman Penculik Anak Gadis Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Masa Kecil Sesepuh Potlot Cerita Tak Biasa Mata-mata Nazi Kriminalitas Kecil-kecilan Sekitar Serangan Umum 1 Maret Dokter Soetomo Dokter Gadungan Komandan AURI Pantang Kabur Menghadapi Pasukan Gaib Umar Jatuh Cinta di Zaman PDRI