Masuk Daftar
My Getplus

Panggil Pengusaha Kepercayaannya, Sukarno Kena Batunya

Bingung menentukan pilihan untuk memilih KSAD, Sukarno panggil Hasjim Ning, penguasaha kepercayaannya. Kena batunya.

Oleh: M.F. Mukthi | 29 Okt 2019
Hasjim Ning dan istri bersama Bung Hatta dan istri, Adam Malik dalam sebuah resepsi. (repro "Pasang Surut Pengusaha Pejuang")

SEBUAH undangan sarapan tiba di meja Hasjim Ning, keponakan Bung Hatta dan pengusaha berjuluk “Raja Mobil”, pada suatu hari di tahun 1962. Pengirimnya, WaKSAD Jenderal Gatot Soebroto. Sang jenderal ingin menduskiskan hal penting dengan Hasjim. Selain sangat mempercayai Hasjim, Gatot melihat sang pengusaha punya akses besar ke dalam kekuasaan.

Meski sempat bingung karena tidak biasa Gatot mengundang sarapan bareng, Hasjim memenuhi undangan itu. Hadir pula pengusaha Agus Dasaad dalam sarapan itu.

Setelah berbasa-basi, Gatot langsung membuka pembicaraan kepada dua tamunya. “Tuan-tuan berdua aku undang karena aku mau minta bantuan,” kata Gatot sebagaimana dikutip Hasjim dalam otobiografinya, Pasang Surut Pengusaha Pejuang.

Advertising
Advertising

Demi menenteramkan hati lantaran mengetahui kebiasaan jenderal yang meminta bantuan tak lain berujung pada pengeluaran sejumlah uang, Hasjim pun menyela Gatot. “Bisa kita makan dahulu baru ngomong? Ngomong soal bantuan lebih baik bila kami sudah kenyang, Jenderal,” kata Hasjim.

Pembicaraan pun berjalan kembali sesaat menjelang sarapan bersama itu selesai. Gatot membukanya dengan permintaan agar Hasjim menyampaikan pesannya kepada Presiden Sukarno. “Bilang pada raja Jawa itu, kalau Nasution diangkat jadi Kasab, suruh angkat A. Yani jadi Kasad,” kata Gatot, yang memaksudkan “raja Jawa” sebagai Presiden Sukarno, dikutip Hasjim.

Beberapa waktu kemudian, Hasjim menyampaikan pesan Gatot itu ke presiden ketika dirinya diundang sarapan bareng sebagaimana biasa dilakukan Sukarno kepada orang-orang terdekatnya. Sukarno senang mendengar pesan Gatot itu karena dia rupanya juga hendak berdiskusi tentang siapa calon pengganti KSAD Nasution.

Sebelumnya, Sukarno telah menolak permintaan Nasution yang mengusulkan Gatot Soebroto sebagai penggantinya kelak ketika dirinya telah diangkat presiden menjadi Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB).

Penolakan itu membuat Nasution mencarikan nama lain. A. Yani, deputi operasi KSAD, lalu dipilih Nasution untuk diajukan kepada presiden. Nama terakhir ini rupanya membuat Sukarno kesengsem.

“Dia (Yani, red.) telah memperoleh reputasi yang baik ketika memimpin pasukan dan dengan mudah menumpas pemberontakan PRRI tahun 1958, dan sebagai seorang antikomunis yang keras, mendapat kepercayaan Nasution dan korps perwira umumnya,” kata Harold Crouch dalam bukunya, Militer dan Politik di Indonesia.

Di luar prestasi Yani, Sukarno terkesima oleh Yani lantaran sang jenderal bisa bekerjasama dengan baik dengannya selama di Komando Operasi Tertinggi (KOTI). Sebagai orang Jawa, Yani paham etika Jawa, hal yang diinginkan Sukarno.

Namun, Sukarno saat itu tak langsung menjatuhka pilihan. Dia bingung lantaran masih ada calon lain, yakni Sudirman (komandan Brigade I Ronggolawe semasa Perang Kemerdekaan). Dalam penilaian Sukarno, keduanya sama-sama berbobot sehingga sulit untuk ditentukan mana yang lebih pantas dipilih. Oleh karena itu, Sukarno perlu mendengar suara dari kalangan lain di luar Angkatan Darat. Hasjim sebagai sahabat yang paling dipercayainya, lalu diajak berdiskusi. 

“Ada calon lain, Sudirman. Di antara keduanya, siapa yang jij pilih?” Sukarno bertanya pada Hasjim.

“Jenderal A. Yani,” jawab Hasjim.

“Kenapa?”

“Kalau keduanya punya nilai yang sama, maka aku pilih yang muda.”

“Ah, Jij seperti memilih perempuan saja.”

“Memilih perempuan lain, Pak. Kalau orang muda suka sama perempuan lebih tua. Tapi laki-laki tua akan memilih yang paling muda.”

“Menyindir kamu ya?”

Terlepas dari gurauan yang biasa mewarnai pertemuan-pertemuan Sukarno, sang presiden akhirnya menjatuhkan pilihan pada Yani.

TAG

hasjim-ning sukarno yani gatot-soebroto hatta

ARTIKEL TERKAIT

Guyonan ala Bung Karno dan Menteri Achmadi Pejuang Tanah Karo Hendak Bebaskan Bung Karno Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Supersemar Supersamar Ziarah ke Makam Sarwo Edhie Abdoel Kaffar Ingin Papua dan Timor Masuk Indonesia Pesan Bung Hatta untuk Pemilih dalam Pemilu Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah George Benson Kawan Yani Kemaritiman Era Sukarno