Seperti Jenderal Panggabean, penerusnya Jenderal M. Jusuf juga pernah memberi perintah aneh. Jusuf yang berasal dari Bone itu merupakan Panglima ABRI periode 1978—1983. Kali ini korbannya ialah Letkol (AL) Soedibyo Rahardjo, asisten Atase Pertahanan Indonesia urusan laut untuk Filipina.
Sekali waktu, Soedibyo menerima telepon dari Asisten Intelijen ABRI Mayjen Benny Moerdani. “Dib, itu Raja Bugis mau melakukan courtesy-call kepada Presiden Marcos. Kamu atur ya,” kata Benny sebagaimana dituturkan Sudibyo dalam otobiografinya The Admiral: Laksdya TNI (Purn.) Soedibyo Rahardjo.
Raja Bugis adalah julukan Benny Moerdani kepada M. Jusuf. Keperluan Jusuf berkorespondensi dengan Marcos bertemali dengan kepentingan diplomatik dan pertahanan TNI. Saat itu jalur logistik gerakan separatis Filipina, Moro National Liberation Front (MNLF) kerap kali melintasi perairan Indonesia.
Baca juga:
Barisan Jenderal Sahabat Wartawan
Sudibyo yang bertugas di Manila segera menghubungi pihak Istana Malacanang. Melalui perantaraan Jenderal Fabian Ver, Panglima Angkatan Bersenjata Filipina sekaligus orang kepercayaan Marcos, Sudibyo dapat menghadap Presiden Filipina itu. Marcos meminta jadwal kepada sekretarisnya. Ternyata Marcos punya agenda berkunjung ke provinsi Ilocos Norte dan akan berpidato di sana. Ilocos Norte merupakan kampung halaman Marcos. Kunjungannya ke sana tentu punya nilai penting.
Kendati demikian, Marcos berpikir sejenak lalu memberi instruksi kepada stafnya. Di luar dugaan, Marcos bersedia mengganti jadwalnya berpidato di kampung halaman. “Saya akan terima tamu penting dari Indonesia,” kata Marcos. Dengan hati lega Soedibyo mengucapkan terimakasih kepada Presiden Marcos dan melaporkan sukses itu kepada Benny lewat telepon.
Petaka datang beberapa hari menjelang kunjungan M. Jusuf ke Manila. Benny menelepon dan menyampaikan kabar buruk. Kejutan bagi Soedibyo.
Baca juga:
“Dib, Raja Bugis nggak jadi datang!” kata Benny
“Tapi Pak Benny, semua sudah diatur bahkan Presiden sampai-sampai membatalkan acaranya,” Soedibyo menyela.
“Tidak tahulah, pokoknya kamu atur dan beritahu pembatalannya.” Klik. Benny menutup telepon.
Soedibyo kelimpungan. Tidak habis pikir bagaimana rasanya membatalkan acara kunjungan, padahal tuan rumah sudah membatalkan sebuah acara penting. Dia datangi lagi Jenderal Ver memberitahukan pembatalan dadakan tersebut. Ver yang juga terkejut menyarankan agar Soedibyo mengatakan sendiri kepada Presiden Marcos. Saat memasuki ruang kerja Marcos, Soedibyo berkeringat dingin.
Baca juga:
Bisnis Senjata Keluarga Cendana
Marcos bertanya dengan wajah serius. Apa yang terjadi kepada Jenderla Jusuf sehingga membatalkan kunjungan ke Manila. Soedibyo putar akal mencari alasan. Dalam bahasa Inggris, dia mengatakan bahwa istri sang jenderal, Nyonya Elly Jusuf sedang sakit dan akan dioperasi. Oleh sebab itu, Jenderal Jusuf harus mendampingi istrinya.
Mendengar itu, Presiden Marcos memperlihatkan wajah empati. Dia menawarkan untuk mengirimkan dokternya ke Jakarta apabila diperlukan. Soedibyo menolak seraya mengucapkan terimakasih. Dia mengatakan bahwa istri Jenderal Jusuf telah ditangani oleh beberapa dokter. Meski kecewa, Marcos akhirnya dapat menerima pembatalan sepihak kunjungan M. Jusuf. Tidak lupa Marcos menitipkan salam kepada M. Jusuf dan mengharapkan kesembuhan bagi Ny. Jusuf.
“Plong hati saya,” kenang Soedibyo. “Meskipun saya berbohong kepada Presiden Republik Filipina, tetapi apa ada alasan lain untuk membenarkan pembatalasan tersebut?” Untunglah inisiden pembatalan sepihak itu tidak sampai mempengaruhi hubungan diplomatik kedua negara.