Masuk Daftar
My Getplus

Lima Cerita Ringan Sukarno

Dari Sukarno makan sate sampai Nehru makan rebung. Dari singkong Marhaen sampai sersan mayor terasi.

Oleh: Hendi Jo | 26 Jul 2022
Sukarno makan bersama Mohammad Hatta dan tokoh-tokoh lain. (kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id).

Sukarno Makan Sate

Pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) secara aklamasi mengangkat Sukarno sebagai presiden Republik Indonesia yang pertama. Namun, alih-alih mengeluarkan perintah penting (seperti pembentukan kabinet atau seruan mobilisasi untuk perang), Sukarno justru mengeluarkan “perintah” pertama di luar masalah politik.

Ceritanya, usai menjalani pengangkatan tersebut, Sukarno pulang dengan berjalan kaki. Di tengah jalan menuju rumah, dia berpapasan dengan seorang tukang sate. Tiba-tiba, dia merasa perutnya keroncongan.

Baca juga: Menusuk Sejarah Sate

Advertising
Advertising

Tanpa banyak pikir dia lantas menghentikan tukang sate yang bertelanjang dada dan nyeker (tidak memakai alas kaki) itu.“Sate ayam lima puluh tusuk!” kata Sukarno.

Begitu sate yang dibakar sudah matang, Sukarno dengan lahap menikmatinya sambil jongkok di dekat selokan yang kotor. Dan itulah, perintah pertama pada rakyatnya sekaligus pesta pertama atas pengangkatannya sebagai pemimpin dari 70 juta jiwa lebih rakyat dari sebuah negara besar yang baru berusia satu hari.

Singkong Marhaen

Suatu pagi pada Januari 1965. A.M. Hanafi, duta besar Republik Indonesia untuk Kuba, datang ke Istana Negara. Di sana, dia mendapati Sukarno tengah berbincang dengan Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani. Dia bergabung.

Di tengah perbincangan, seorang pelayan istana masuk dengan membawa tiga cangkir kopi dan sepiring singkong rebus. Begitu diletakkan di atas meja, tanpa babibu Hanafi mengambil dan menyodorkan piring kepada Yani.

“Pak Yani, mari, ini singkong Marhaen, ditanam oleh kaum Marhaen, makanan kaum Marhaen, ini hari naik ke Istana Marhaen. Mari, silakan, Pak,” ujar Hanafi.

Baca juga: Akar Sejarah Singkong

Alih-alih mencomot singkong rebus, Yani mengambil piring itu lalu menyodorkannya kepada Sukarno sambil berkata: “Silakan Bapak Marhaen dulu.”

Sukarno kontan tergelak. Seraya mengambil singkong rebus, dia pun berkata: “Silahkan, Panglima Tentara Marhaen.”

Kontan semua di ruangan tertawa, termasuk para pengawal dan pelayan yang mendengar dari kejauhan.

Sukarno Kehausan

Sekira tahun 1942, Sukarno berkunjung ke Surabaya dan melihat-lihat Gedung Nasional Indonesia (GNI) di daerah Bubutan. Cuaca yang panas membuat Sukarno kehausan.

“Apakah ada minuman? Saya haus,” ujar Sukarno kepada orang di sekelilingnya. Namun, tak ada minuman kala itu, sebab kunjungan Sukarno mendadak.

Baca juga: Segarnya Sejarah Es

“Pakai es, Pak?” tanya Soetomo, lebih dikenal dengan Bung Tomo, memberanikan diri. Sukarno mengangguk.

Bung Tomo pun pergi ke seberang gedung, menemui penjual es pikulan. Ketika sudah menerima segelas minuman es, Bung Tomo baru sadar dia tidak membawa uang sepeser pun.

“Uangnya bon dulu,” bisik Bung Tomo kepada penjual es. Penjual itu hanya melongo ketika Bung Tomo berjalan kembali menuju GNI.

Nehru Makan Rebung

Pada Agustus 1950, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru berkunjung ke Indonesia. Saat menginap di Istana Bogor, dia sempat mencicipi sajian sayur lodeh yang bahan utamanya terbuat dari rebung (tunas muda pohon bambu) pada jamuan makan pagi bersama Presiden Sukarno.

Begitu acara sarapan usai, Sukarno mengajak Nehru untuk jalan-jalan berkeliling Istana Bogor. Ketika tiba di suatu sudut istana yang dipenuhi rimbunan pohon bambu, Sukarno tiba-tiba menghentikan langkahnya.

Baca juga: Nehru: Republik Indonesia Harus Diakui

“Tahukah kamu, makanan yang kamu nikmati tadi bahannya berasal dari pohon ini,” kata Sukarno sambil tersenyum.

Nehru hanya terbengong-bengong dalam rasa heran. Dia menghampiri pohon-pohon bambu itu dan mengetuk-ngetuk batangnya satu per satu. Melihat pemandangan itu, Sukarno hanya tertawa.

Sersan Mayor Terasi

Sebagai anggota Detasemen Kawal Predsiden (DKP) Resimen Tjakrabirawa, Dalimin Ronoatmodjo dekat dan dipercaya Sukarno serta keluarga. Saking dekatnya, dia kerap mengerjakan tugas-tugas kecil di luar pengawalan.

Jika Fatmawati pulang dari Istana Merdeka menuju rumahnya di Kebayoran Baru, begitu lewat Pasar Tanah Abang, Dalimin disuruh turun.

“Sana belikan ibu terasi dan cabe rawit, aku mau bikin sambal pecel,” ujar Fatmawati. Sambal pecel merupakan salah satu makanan kesukaan Sukarno.

Baca juga: Ngeri-ngeri Sedap Terasi

Belanja terasi dan cabe rawit hampir menjadi kegiatan rutin Dalimin setiap minggu hingga Sukarno dilengserkan pada 1967.

Tanpa banyak protes, Dalimin melaksanakan tugas itu. Hingga suatu hari, atas permintaan Fatmawati, pangkat Dalimin dinaikan menjadi sersan mayor. Sejak itulah, kawan-kawannya di DKP menjulukinya Sersan Mayor Terasi.

TAG

sukarno kuliner

ARTIKEL TERKAIT

Rencana Menghabisi Sukarno di Berastagi Maqluba Tak Sekadar Hidangan Khas Palestina Supersemar Supersamar Terites, dari Kotoran Hewan yang Pahit jadi Penganan Nikmat Yang Tersisa dari Saksi Bisu Romusha di Bayah Kemaritiman Era Sukarno Kontes Memasak Tempo Dulu Obrolan Tak Nyambung Sukarno dengan Eisenhower D.I. Pandjaitan Dimarahi Bung Karno Anak Presiden Main Band