Rumah Tahanan Nirbaya yang terletak di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Nama resminya adalah Instalasi Rehabilitasi Nirbaya disingkat Inrehab Nirbaya. Di tempat inilah sejumlah pejabat dan perwira tinggi yang terindikasi Gerakan 30 September (G30S) mendekam dalam status tahanan politik (tapol).
“Di sini saya berjumpa dengan Laksamana Udara Omar Dani, Jenderal Pranoto, Astrawinata (bekas Menteri Kehakiman era Sukarno), Soemardjo (bekas Menteri P dan K), dan beberapa perwira tinggi lainnya,” kenang Mochtar Lubis dalam Nirbaya: Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru.
Pada 4 Februari 1975, Mochtar Lubis memasuki hari pertama sebagai penghuni Nirbaya. Pemimpin redaksi Indonesia Raya itu dipenjara karena pemberitaan korannya yang menyorot secara kritis peristiwa Malari 1974 dan dianggap menyudutkan pemerintah. Hari-harinya di Nirbaya dituangkan ke dalam catatan harian.
Baca juga: Aksi Koran Indonesia Raya Bikin Kejutan April Mop
Jenderal Wartawan
Nirbaya terdiri dari lima blok: Amal, Ikhlas, Bakti, Rela, dan Nusa. Mochtar Lubis menempati paviliun di blok Amal bersebelahan dengan Omar Dani. Keadaan di Nirbaya seturut catatan Mochtar begitu suram dan memprihatinkan. Perlengkapan hampir tidak ada. Sebuah dipan dengan kasur busuk tanpa bantal atau sprei juga tanpa bola lampu listrik. Menu makanan yang disajikan pun tidak memenuhi standar gizi apalagi bagi tapol G30S.
Mochtar membuang kasur busuknya dan tidur diatas kasur lipat yang dibawa dari rumah. Pranoto memperingatkan Mochtar bahwa di kawasan Nirbaya masih banyak ular sendok dan ular belang. Paviliun Pranoto pernah kemasukan ular beberapa kali. Jadi Mochtar mesti lebih berhati-hati.
Baca juga: Jenderal Yani dan Para Asistennya
Penting kiranya mengetahui rekam jejak Pranoto Reksosamodra. Perwira tinggi bintang dua ini sebelumnya menjabat asisten III/Personalia Menpangad. Paska G30S, Presiden Sukarno menunjuk Pranoto sebagai pelaksana tugas harian Menpangad. Namun, pada Februari 1966, Pranoto ditangkap atas perintah Letjen Soeharto.
Pranoto dituding terlibat G30S tapi dalam Catatan Jenderal Pranoto Reksosamodra suntingan Imelda Bachtiar dikatakan jika penangkapan itu karena adanya dendam pribadi Soeharto. Ketika sama-sama bertugas di Divisi Diponegoro, Pranoto pernah membongkar kasus korupsi Soeharto sehingga dicopot dari jabatan panglima. Semula, Pranoto dipenjarakan di RTM Blok P Kebayoran Baru, kemudian sejak 1969 dipindahkan ke Nirbaya.
“Jenderal Pranoto, yang setelah Gestapu diangkat Sukarno jadi KASAD. Orangnya sih baik sekali, lembut, HIK Muhammadiyah dulu sekolahnya, suka gesek biola, memahat patung,” tulis Mochtar Lubis dalam catatan hariannya tanggal 6 Februari 1975.
Baca juga: Soeharto Seteru Pranoto
Pranoto boleh dikata ketua RT-nya blok Amal. Pada malam penahanan Mochtar Lubis ke Nirbaya, Pranoto mendapat kabar dari penjaga rutan. Seorang tahanan yang sangat penting akan menjadi penghuni baru Nirbaya. Pranoto diminta untuk menyiapkan paviliun yang dekat dengan paviliunnya dan paviliun Omar Dani.
Pranoto dan Omar Dani menyangka seorang jenderal yang akan masuk. Apalagi terbetik kabar bahwa tahanan ini bukan pindahan dari rutan lain. Mereka mengira Jenderal Abdul Haris Nasution atau Jenderal Soemitro. Tapi ternyata yang datang malah “Jenderal Wartawan”, kata Pranoto.
Lambaian Jenderal Pranoto
Sepekan sudah Mochtar Lubis menjadi warga Nirbaya. Pengalaman kocak yang menghibur penghuni rutan blok Amal terjadi. “Jenderal Pranoto sambil tertawa menceritakan pada kami pengalamannya yang cukup lucu kemarin,” kata Mochtar dalam catatan bertanggal 11 Februari.
Dua hari sebelumnya, Pranoto mendapat kabar bahwa istrinya akan datang membesuk. Karena jalanan mencapai Nirbaya berlumpur akibat hujan, Pranoto memperhitungkan istrinya akan datang dari jalan raya melintasi sawah-sawah dekat tembok rutan. Dengan memanjat sebuah pohon mangga yang tumbuh dekat tembok di dalam blok sel, Pranoto dapat melihat pemandangan luar tembok ke sawah-sawah lewat pagar.
Baca juga: Kekecewaan Istri Seorang Jenderal: Kisah Siti Rachma Moersjid
Keesokan pagi, Pranoto memanjat pohon mangga. Dengan sabar dia menunggu istrinya lewat. Yang dinanti-nanti akhirnya datang. Dari kejauhan tampak seorang perempuan dan seorang anak turun dari jalan raya dan menyebrangi sawah. Pranoto berseru memanggil mereka lalu melambaikan tangan. Anak muda dan perempuan itu membalas lambaian tangan Pranoto.
Pranoto semakin bersemangat. Dia panjat lagi pohon mangga itu lebih tinggi. Dia menunjukkan kain sarung - pemberian istrinya - yang sedang dipakai itu sebagai tanda kepada dua sosok yang ditunggu. Setelah turun dari pohon, Pranoto bergegas menuju ruang tamu tempat tahanan Nirbaya. Tidak lupa Pranoto membawa rantang kosong bersama barang-barang lain yang hendak dikirim ke rumah. Selama setengah jam Pranoto termangu di ruang tamu. Tidak ada panggilan kepadanya.
Muncul kecurigaan dalam hari Pranoto. Jangan-jangan perempuan dan anak muda tadi bukanlah anak dan istrinya. Sebab perempuan berpostur ramping itu membawa banyak bawaan yang itu bukan seperti kebiasaan istri Pranoto. Pranoto coba menghibur diri, barangkali istrinya dapat uang tambahan. Dia pun menyangkal keraguan dengan menduga istrinya jadi kurusan karena bersusah hati memikirkan dirinya
Baca juga: Istri Jenderal Minta Panser
Akhirnya, Astrawinata-lah yang mendapat panggilan ke ruang tunggu. Di situlah Pranoto melihat nyonya dan anak muda yang dijumpainya di sawah. Percakapan singkat berlangsung di antara mereka.
“Karena nyonya bukan istri saya, mengapa nyonya melambai kembali?” tanya Pranoto.
“Oh, Bapak yang di pohon mangga? Tentu saja saya harus melambai kembali, karena Bapak begitu ramah dari pohon mangga,” ujar sang nyonya.
Baca juga: Gurauan Sukarno untuk Kennedy dan Khrushchev
Mendengar itu, mereka semua larut dalam tawa. Pranoto segera kembali membawa barang-barangnya. Peristiwa itu dikisahkan Pranoto kepada istrinya yang berkunjung keesokan hari. Secara bergurau, istrinya mencubit kaki Pranoto keras-keras sebagai “hadiah”.
“Nah, itu jadi pelajaran bagi kami, jangan sembarangan memanggil-manggil dan melambai-lambai wanita di tengah sawah dari atas pohon mangga di dalam tembok kamp tahanan Nirbaya,” kenang Mochtar Lubis.
Mochtar Lubis dibebaskan setelah berada tiga bulan dalam tahanan di Nirbaya. Sementara itu, Pranoto harus mendekam lebih lama sampai tahun 1979. Pranoto kemudian dipindahkan ke Rumah Tahanan Boedi Oetomo. Dia baru bebas pada 1981 setelah melewati masa pemenjaraan selama 15 tahun.