Jika berkunjung ke Bandung, tentu saja tak akan melewatkan untuk jalan-jalan di sepanjang Braga. Di sana berjajar bangunan berarsitektur Eropa yang masing-masing memiliki kisah masa lalu. Sudah lama Braga menjadi destinasi wisata. Setiap hari, ada saja pelancong berlalu-lalang. Apalagi jika hari libur, pejalan kaki di Braga menyemut. Entah sekadar cuci mata atau melampiaskan hasrat berbelanja.
Namun siapa sangka jika dahulu kawasan Braga adalah salah satu kawasan yang dihindari oleh masyarakat. Awal abad ke-19, Jalan Braga berjuluk Jalan Culik karena hanya jalan kecil dengan permukiman penduduk yang sunyi. Seiring berjalannya waktu kawasan tersebut mulai bersolek.
Baca juga: Berpesta di Braga
Para usahawan yang rata-rata berkebangsaan Belanda mulai membangun toko, bar, tempat hiburan dengan konsep Eropa. Braga makin moncer dengan adanya gedung Societeit Concordia. Di gedung inilah sosialita dan kaum elite kota Bandung berkumpul. Mereka rajin menggelar berbagai pertunjukan kesenian seperti musik dan tari. "Pesta yang pernah usai" di Concordia ini turut merangsang beberapa pertokoan di Jalan Braga menyediakan keperluan pesta.
Braga yang sudah berusia dua abad seperti tak kehilangan pesonanya. Arsitektur khas Eropa tetap dipertahankan. Pertokoan yang menjual pernak-pernik antik, lukisan hingga wayang masih bisa ditemui. Toko roti Sumber Hidangan sejak 1929 juga masih melayani pembeli. Bahkan penjual jamu gendong juga masih sesekali ditemukan. Kini bisa dibilang Braga makin "modis" dengan hadirnya berbagai kedai-kedai kopi kekinian.
Di malam hari, Braga tak pernah sunyi karena banyak bermunculan tempat hiburan malam. Itulah Braga dengan segala daya pikatnya. Ia menjadi tujuan orang melepas penat sekaligus menjadi tumpuan banyak orang untuk bertahan hidup.