Masuk Daftar
My Getplus

Ketika Soeharto Marah pada Menteri

Soeharto pernah marah kepada menteri karena anggaran untuk staf Proyek Asahan tidak turun.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 29 Jun 2020
Presiden Soeharto menandatangani karung saat meresmikan perluasan tahap ketiga pabrik PT. Petrokimia dan sebagai tanda dimulainya produksi PT. Petrokimia di Gresik, Jawa Timur, 10 Oktober 1984. (ANRI/Setneg).

Pada 1975, sebagai wakil ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), A.R. Soehoed diangkat menjadi ketua tim perunding dengan Jepang untuk Proyek Asahan.

Setelah melalui beberapa perundingan, Perjanjian Induk (Master Agreement) Proyek Asahan ditandatangani pada 6 Juli 1975 di Tokyo, Jepang, ketika Presiden Soeharto berada di sana. Perjanjian itu antara pemerintah Indonesia dengan konsorsium 12 perusahaan peleburan aluminium dan pemerintah Jepang yang membentuk Nippon Asahan Aluminium (NAA).

Pembangunan Proyek Asahan menelan biaya sebesar 411 miliar yen atau kira-kira Rp1,7 triliun. Proyek ini terdiri dari dua paket: proyek PLTA berkapasitas terpasang 604 MW dan pabrik peleburan aluminium berkapasitas 225.000 ton per tahun. Untuk itu, pemerintah Indonesia dan NAA membentuk PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada 6 Januari 1976.

Advertising
Advertising

Sebagai landasan hukum pelaksanaan Proyek Asahan, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1976 tentang Pembentukan Otorita Pengembangan Serta Badan Pembina Pusat Listrik Tenaga Air dan Peleburan Aluminium Asahan.

Pembangunan Proyek Asahan dimulai pada 1976. Soehoed diangkat menjadi Ketua Otorita Asahan.

“Tugasnya mengawasi selama periode 30 tahun Jepang taat memenuhi segala syarat yang ada dalam perjanjian yang disebut Master Agreement. Dan kita punya staf, tentu. Staf itu mesti dibayar, ada anggarannya, kalau enggak salah namanya Rekening 16,” kata Soehoed sebagaimana diceritakan Tjipta Lesmana dalam Dari Soekarno sampai SBY: Intrik & Lobi Politik Para Penguasa.

Baca juga: Telepon Merah Presiden Soeharto

Di samping sebagai Ketua Otorita Asahan, Soehoed juga diangkat menjadi menteri perindustrian dalam Kabinet Pembangunan III. Dia menjabat selama lima tahun (1978–1983).

Pada suatu waktu, ketika tidak lagi menjabat menteri, Soehoed mendengar anggaran untuk staf Proyek Asahan tidak turun. Dia kemudian menanyakannya kepada menteri terkait, tapi tidak ditanggapi.

Sebagai Ketua Otorita Asahan, Soehoed kemudian mengadu kepada Presiden Soeharto. Dia disarankan berbicara dengan Menko Ekuin, Ali Wardhana. “Saya minta sama Menko Ekuin, tidak ditanggapi juga. Akhirnya saya datang lagi pada Pak Harto,” kata Soehoed.

“Bagaimana? Sudah hasil?” tanya Soeharto.

“Kita berusaha saja enggak berhasil,” kata Soehoed.

“Ok, sekarang tunggu saja perintah nanti sore,” kata Soeharto.

Menteri Perindustrian A.R. Soehoed membuka Rapat Konsensus Standar Industri di Balai Sidang Senayan, Jakarta, 11 Juli 1978. (Perpusnas RI).

Sorenya, Soehoed dipanggil menghadap Cendana. “Wah, saya pikir ini ada apa lagi,” kata Soehoed.

Rupanya Soeharto mengumpulkan semua menteri urusan ekonomi termasuk wakil presiden.

“Di situ beliau memarahi mereka di hadapan saya,” kata Soehoed.

Kepada para menteri itu, Soeharto mengatakan: “Saudara harus sadar bahwa Proyek Asahan ini penting sekali! Ini proyek jangka panjang, dan perlu ditunjang dengan anggaran yang cukup. Semua perhatikan ini!”

Semua yang hadir tersentak, diam. Semua menundukkan kepala, nyaris tidak ada yang berani melihat wajah Soeharto.

Baca juga: Saat Soeharto Mengisap Cerutu

Menurut Tjipta Lesmana, Soehoed mengaku amat terperanjat melihat presiden membentak-bentak para menterinya. Dia kaget karena sadar bahwa dirinya sudah bukan menteri lagi.

“Sebagai orang yang tidak menteri lagi, tentu ya repot juga saya. Tapi, akhirnya dipenuhi juga [dana tersebut],” kata Soehoed.

Setelah itu, Menteri Keuangan Radius Prawiro meminta Soehoed untuk berbicara tentang Proyek Asahan kepada pers. Namun, Soehoed berkeberatan.

“Ah, masak saya? Saya kan enggak ada urusan? Yang ribut, Pak Harto kan sama kalian. You sendiri sajalah,” kata Soehoed.

Presiden Soeharto meresmikan Proyek Asahan pada 6 November 1984. Kontraknya dengan Jepang berakhir pada 9 Desember 2013. Pemerintah Indonesia kemudian mengambil alih saham pihak konsorsium.

PT. Inalum (Persero) resmi menjadi BUMN pada 21 April 2014 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2014.

Sementara itu, Badan Pembina Proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1976 dinyatakan berakhir pada 2018.

TAG

soeharto ar soehoed

ARTIKEL TERKAIT

Eks Pemilih PKI Pilih Golkar Ledakan di Selatan Jakarta Supersemar Supersamar Sudharmono Bukan PKI Dianggap PKI, Marsudi Dibui Dulu Rice Estate Kini Food Estate Dari Petrus ke Kedung Ombo Soeharto Nomor Tiga, Mendagri Murka pada Lembaga Survei Soeharto Nomor Tiga, Lembaga Survei Ditutup Soeharto, Yasser Arafat, dan Dukungan untuk Palestina