Masuk Daftar
My Getplus

Alex Maramis: Dari Advokat Partikelir Menjadi Menteri Keuangan

Terlibat penyusunan kabinet dan wilayah negara, Alex dipercaya menjadi salah satu menteri negara. Hanya berselang dua minggu, dia mendadak harus menjadi menteri keuangan.

Oleh: Historia | 26 Okt 2022
Maramis (duduk) saat bertemu dengan Sam Ratulangi dan Douwes Dekker (Dok Pribadi)

SEHARI setelah proklamasi, dipilihlah pimpinan-pimpinan negara melalui sidang PPKI. Sukarno-Hatta menjadi nahkoda negara yang baru lahir tersebut sebagai presiden dan wakil presiden. Konstitusi dan wilayah negara pun akhirnya disahkan.

Keesokan harinya, kabinet pertama pun lahir. Beberapa nama populer yang terpilih sebagai menteri di antaranya Mr. Ahmad Subardjo sebagai menteri luar negeri, Mr. Supomo, sang perancang draft UUD, sebagai menteri kehakiman, Amir Sjarifuddin menjadi menteri penerangan, dan beberapa tokoh lainnya juga turut terlibat membantu kabinet perdana republik.

Advertising
Advertising

Alex Maramis turut mendapatkan peran penting sebagai salah satu dari lima orang menteri negara. “…ia diangkat sebagai wakil menteri keuangan,” tulis Parengkuan

Dua minggu kemudian, Alex Maramis tiba-tiba diangkat menjadi menteri keuangan de facto (beslit surat pengangkatan AA Alex Maramis sebagai Wakil Menteri Keuangan, 19 Agustus 1945, ditandatangani oleh Presiden Sukarno). Ia menggantikan Dr. Samsi Sastrowidagdo yang sebelumnya terpilih namun ternyata tidak dapat melaksanakan tugasnya dan tak sempat menyusun organisasi.

Dapat dibayangkan bagaimana harus mengurusi kondisi keuangan negara yang baru saja lahir itu dan ekonomi masyarakat yang sedang berada dalam kondisi darurat perang. Indonesia memang kaya sumber daya alamnya, tapi bagaimana mungkin mengelolanya dengan baik jika administrasi pemerintah dan sistem moneternya amburadul? 

Ditambah lagi ancaman Belanda yang ngebet untuk segera berkuasa kembali dengan memboncengi sang pemenang perang dunia kedua: tentara sekutu.

Alex Maramis pun langsung tancap gas.

ORI, Mata Uang Simbol Perjuangan Rakyat Indonesia

Carut marutnya ekonomi Indonesia saat itu menjadi tantangan utama bagi Alex Maramis. Begitu rumitnya mengatur perekonomian negara ketika pada saat yang sama berlaku beberapa mata uang secara sekaligus. 

Rakyat Indonesia sudah terlanjur akrab dengan mata uang Belanda dan juga mata uang Jepang, sementara uang Jepang tersebut tidak memiliki dukungan devisa sama sekali.

Langkah radikal harus ditempuh. 

Untuk segera dapat membuat pijakan awal bagi penyehatan sistem moneter indonesia, Alex Maramis mengeluarkan maklumat menteri keuangan yang berisi keputusan bahwa untuk sementara segala persoalan yang menyangkut urusan keuangan negara tetap berlangsung seperti biasa. 

Apa yang pada jaman pendudukan Jepang berlaku seperti tagihan pajak, piutang negara, bahkan surat izin mengisap candu dan pemakaian garam istimewa, tetap diakui keabsahannya. Kebijakan perdana Alex Maramis itu ditandatanganinya pada 5 Oktober 1945 dan tercatat dalam Berita Republik Indonesia 1 Desember 1945, Tahun 1 No.2.

Tentu saja kebijakan menteri keuangan tersebut merupakan kebijakan yang harus dilihat sebagai keputusan darurat sesuai dengan kondisi saat itu. Adalah hal yang tak lumrah jika dalam satu negara berlaku beberapa alat pembayaran atau mata uang sekaligus. 

Suara-suara yang meminta agar ada alat tukar yang baru yang berlaku di Indonesia memang juga sudah bermunculan. Erwin Kusuma, dalam bukunya Uang Indonesia sejarah dan Perkembangannya (2021) mencatat bahwa desakan-desakan agar pemerintah segera mencetak uang telah dilontarkan oleh beberapa pihak seperti Perserikatan Ahli-ahli Penilik dan Pemegang Buku di Bandung. 

Mosi dari perserikatan tersebut dimuat dalam surat kabar Merdeka, 10 November 1945. pada 19 Desember 1945, surat kabar yang sama memberitakan ”...rakyat banyak bertanya kapankah pemerintah RI akan mengeluarkan uang kertasnya sendiri?”

Tak dapat ditunda lagi, penyeragaman mata uang harus dilakukan. Pemerintah harus segera mencetak uangnya sendiri.

Alex Maramis kemudian menginisiasi sebuah keputusan penting, yaitu memerintahkan dicetaknya Oeang Republik Indonesia atau ORI. 

Uang tersebut dibuat dengan tujuan menggantikan mata uang lain yang sebelumnya digunakan rakyat Indonesia. Di samping itu Alex Maramis berpandangan bahwa, ” selain untuk bisa menutup kekurangan perbelanjaan dan mengendalikan jumlah uang yang beredar, mata uang republik juga dapat membuktikan kepada dunia luar serta kepada rakyat di dalam negeri bahwa pemerintah RI memang benar-benar berdaulat.” catat Erwien Kusuma

Tak berselang lama, dibentuklah Panitia Penyelenggaraan Percetakan Uang Kertas RI. Anggotanya terdiri dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, Bank Rakyat Indonesia, dan beberapa anggota Serikat Buruh Percetakan G. Kolff & Co, yang bertugas untuk menertibkan usaha pemerintah RI dalam mengeluarkan ORI tersebut. (Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 3/RO tanggal 7 November 1945)

Selain sebagai alat tukar yang sah, ORI juga memiliki makna lain. ORI adalah alat yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. ORI adalah alat perjuangan, demikian dikatakan oleh OeY Beng To, mantan direktur Bank Indonesia dalam bukunya Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia Jilid 1 (1945-1958) (1991).

Dalam sejarah mata uang, ORI memiliki kesamaan nilainya dengan ”Continental Money”, atau yang juga biasa disebut dengan ”Greenbacks” yang dikeluarkan oleh negara-negara koloni di Amerika Serikat pada masa perang kemerdekaan mereka melawan kerajaan Inggris yang awalnya menjadi negara induk mereka

Mengutip Prof. JK. Galbraith dalam bukunya ” Money whence It came where it went” (1975) uang kertas yang dikeluarkan negara-negara bekas koloni itulah yang sesungguhnya membiayai revolusi Amerika. Pinjaman-pinjaman yang diperoleh dari luar negeri tidak banyak artinya. 

ORI memiliki makna yang sama dalam perjuangan rakyat Indonesia. ” ORI merupakan suatu ”instrument of revolution,” ungkap Oey Beng To. 

ORI ditandatangani Alex Maramis dan mulai beredar pada 30 Oktober 1946. Dalam sambutan atas diterbitkannya ORI, dikutip dari Rupiah Di Tengah Rentang Sejarah terbitan Kementerian Keuangan (1991),  Wakil Presiden Mohammad Hatta mengatakan bahwa dengan diterbitkannya ORI maka uang yang sah sebagai alat tukar adalah ORI. Uang Jepang tidak mendapat tempat lagi dalam transaksi di wilayah RI. 

” ... Beserta dengan uang Jepang itu ikut pula tidak berlaku uang de Javasche Bank. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah perekonomian Republik Indonesia..” kata Mohammad Hatta.

Emisi pertama ORI terdiri dari pecahan bernilai 1,5, 10 dan 50 sen. Pecahan 1,5,10, dan 100 Rupiah kemudian menyusul diterbitkan. Kesemuanya ditandatangani Alex Maramis selaku Menteri Keuangan RI.

Wajah Presiden Sukarno menghiasi pecahan 1 sampai 10 Rupiah. Tujuannya untuk membesarkan hati rakyat serta mematahkan dominasi uang NICA yang sudah banyak menyebar di wilayah Indonesia. 

Kondisi yang masih diliputi perang kemerdekaan menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam penataan kebijakan moneter. Menyusutnya wilayah RI, akibat perjanjian Renville, yang hanya meliputi Jawa, sumatera dan Madura saja membuat ORI hanya diberlakukan di ketiga pulau tersebut saja

Bahkan ORI tak sempat beredar di Sumatera, karena kesulitan pengangkutan akibat perang. Sebagai gantinya, ”di beberapa wilayah di Sumetera beredar uang yang dikenal dengan beberapa nama seperti Oeang Republik Propinsi Sumatera (ORIPS), Uang Republik Indonesia sumatera Utara (URISU) Uang Republik Indonesia Daerah Djambi (URIDJA), Uang Republik Indonesia Daerah Aceh (URIDA), dan Oeang  Republik Indonesia Daerah Tapanoeli (ORITA),” tulis Oey Beng To. 

Tentu saja hal itu dilakukan dengan seizin pemerintah RI

Satu hal yang menarik adalah kenyataan bahwa sejak awal perencanaan, percetakan, dan peredarannya yang berlangsung dalam mencekamnya suasana perang kemerdekaan, dibawah desing peluru dan ledakan bom serta bau menyengat mesiu, menjadikan ORI mendapat tempat istimewa di hati rakyat indonesia. 

Rosihan Anwar, dikutip oleh Erwin Kusuma, mengatakan bahwa keluarnya ORI yang oleh masyarakat disebut sebagai ”uang putih”, untuk membedakannya dengan uang NICA yang disebut ”uang merah, cukup menggetarkan masyarakat Jakarta.

Dikutip dari Rupiah Di Tengah Rentang Sejarah, disebutkan bahwa pertarungan kewibawaan dua mata uang dari dua pihak yang berseteru, RI dengan Belanda, memaksa setiap orang yang berada di wilayah yang diduduki Belanda pasca Renville untuk memilih: menolak atau menerima. Uang NICA atau ORI. Kerap kali berujung dengan insiden penganiayaan terhadap mereka yang pro-RI akibat mereka menolak uang NICA. ORI benar-benar menjadi simbol perjuangan.

Suasana revolusioner dalam upaya mempertahankan eksistensi negara dari ancaman kolonial membuat kondisi politik negara menjadi jatuh-bangun. Ibukota pindah ke Yogyakarta. 

Kabinet pemerintah bergonta-ganti, sebagai konsekuensi merespon situasi. Republik indonesia berjibaku mempertahankan kemerdekaan melalui diplomasi dan angkat senjata.

Pucuk dicinta ulam tiba. Kemerdekaan lengkap diraih secara de facto dan de jure  melalui pengakuan kedaulatan 27 Desember 1949. 

Tiga tahun lebih lima bulan setelah diterbitkan pertama kali, ORI kemudian ditarik kembali pada Maret 1950. Indonesia memasuki babak sejarah baru. 

ORI kemudian tercatat dengan tinta emas dalam lembar awal sejarah Bangsa Indonesia sebagai salah satu bukti eksistensi republik.

Dari Menteri Keuangan Menjadi Diplomat

Alex Maramis selesai menjabat sebagai menteri keuangan pada 14 November 1945. Ia digantikan oleh Mr. Sunario Kolopaking, di bawah pemerintahan kabinet Sjahrir I yang berlangsung antara 14 November 1945 hingga 12 maret 1946. Selama itu ia tidak memegang jabatan di kabinet.

Alex Maramis kembali menjadi menteri keuangan sebanyak tiga kali dalam kabinet Amir Sjarifudin I, kabinet Amir Sjarifudin II, dan kabinet Hatta I. 

Saat Belanda mengadakan Agresi Militer II,  Alex Maramis sedang berada di luar negeri sebagai duta istimewa dengan kuasa penuh.  Agresi tersebut membuat pemerintah RI tidak berfungsi akibat Presiden Sukarno dan beberapa pemimpin lainnya ditangkap Belanda. 

Pemerintah darurat Republik Indonesia (PDRI) pun berdiri, sesuai mandat yang sebelumnya diberikan presiden Sukarno kepada Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi, Sumatera Barat (termuat dalam https://jikn.go.id/index.php /mandat-presiden-ri-kepada-mr-sjafrudin-prawiranegara, juga dalam katalog Setneg RI 1945-1949, No. 985, di Arsip Nasional Republik Indonesia)

Alex Maramis dalam kondisi darurat itu kemudian menjabat sebagai menteri luar negeri. Karir sebagai diplomat dimulai. Arena perjuangan yang baru pun dimasukinya dengan mantap.

TAG

aa maramis profil tokoh aa maramis kemenkeu kementerian keuangan profil tokoh

ARTIKEL TERKAIT

Alex Maramis: Bergelut dengan Kesehatan Alex Maramis: Menikmati Masa Pensiun Alex Maramis: Diplomat dalam Situasi Gawat Darurat Alex Maramis: Usaha Menteri Keuangan Alexander Andries Maramis Menyelamatkan Ekonomi Indonesia Alex Maramis: Dari Pendudukan Jepang Hingga Menjadi Anggota BPUPK Alex Maramis: Bertemu Belahan Jiwa Alex Maramis: Advokat Andal yang Nasionalis Alex Maramis di Negeri Belanda: Mengadu Peruntungan, Mendapatkan Kebangsaan Alex Maramis Kecil: Dari Tikala untuk Indonesia Dari Lapangan Banteng untuk Indonesia