Masuk Daftar
My Getplus

Kerah Baju Tanda Status Sosial

Pada masa lalu, bentuk kerah menjadi simbol status seseorang.

Oleh: Risa Herdahita Putri | 18 Apr 2019
William Shakespeare memakai baju dengan kerah linen tipis dari awal abad ke-17. Kerah ini dianggap sebagai pendahulu dari kerah kemeja modern. (biography.com).

KERAH baru benar-benar muncul khususnya di dunia barat pada pertengahan 1400-an. Hingga pertengahan abad ke-15, nampaknya orang-orang cenderung mengenakan pakaian yang punya garis leher rendah tanpa kerah. Menariknya, kerah juga digunakan sebagai simbol status.

Kerah Mandarin

Kerah mandarin, kerah tegak, atau kerah choker adalah gaya kerah pendek yang tidak dilipat pada kemeja atau jaket. Gaya ini berasal dari sebutan orang barat pada birokrat Tiongkok era Dinasti Qing. Mereka yang menggunakan pakaian berkerah seperti ini sebagai bagian dari seragam mereka.

The Ruff

"Portrait of a Woman" oleh Michiel Jansz van Miereveldt  dari 1628 yang menampilkan perempuan berkerah ruff

Kerah model ini pada 1500-an mungkin seperti memakai arloji seharga ratusan juta pada masa kini. Itu semacam fesyen yang tak perlu, tapi penting untuk menunjukkan status pemakainya. Kebangkitan model kerah ini beriringan dengan kemajuan pembuatan tepung pati. Bahan ini digunakan untuk membantu terciptanya bentuk kerah ruff yang sempurna.

Advertising
Advertising

Model kerah semacam ini makin naik daun pada 1580-an dan 1590-an. Ada yang sampai memakai kerah semacam ini dengan bahan sepanjang enam meter. Bahan itu menghasilkan kerah ruff berkerut dengan 600 lipatan. Pemakainya tak cuma perempuan, tetapi juga pria.

Namun tak semua rupanya menyukai model kerah ruff. Sekira 1585, kerah ini di London disebut-sebut sebagai mode Prancis. Namun, ketika orang Inggris datang ke Paris, orang Paris yang tak tahu mode akan meledeknya dengan bilang “monster Inggris”.

Kegandrungan akan model kerah ruff ini tak bertahan lama. Pasalnya ia sulit dirawat dan mahal.

Kerah Medici

potret María de Médici dalam lukisan Frans Pourbus the Younger

Kerah ini berdiri kaku di belakang leher dengan bentuk yang membuka dan meninggi. Model kerah ini populer di kalangan para bangsawan. Ia biasanya dipakai bersama gaun berpotongan leher terbuka dan rendah yang memperlihatkan sebagian dada pemakainya.

Agar tetap tegak, kerah ini biasanya diberi kanji dan terkadang kawat. Bahan renda, satin bersulam, atau bahan ringan lainnya dapat membuatnya mencapai ketinggian yang lebih menjulang di atas bahu dan kepala pemakainya. Ia terkadang bertakhtakan permata kecil.

Jenis ini diperkenalkan di Prancis oleh Marie de’ Medici, keponakan dari Grand Duke of Tuscany, pada abad ke-16 M. Dia mengimpornya dengan harga luar biasa mahal dari negara asalnya, Italia, karena harus menabrak hukum yang membatasi segala urusan dengan Italia. Sebutan atas kerah ini memakai nama belakangnya dua abad kemudian.

Kerah Golila

Potret Raja Philip IV dari Spanyol (1601-1665) mengenakan pakaian berkerah golila dalam lukisan karya Diego Velázquez.

Kerah ini juga merupakan salah satu jenis kerah yang kaku dan melebar di bawah dagu. Ia banyak dipakai selama beberapa dekade awal abad ke-17 di Spanyol. Ia menjadi begitu populer pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Namun kemudian digantikan oleh tren kerah tegak yang lebih praktis dan berbahan ringan, karena model ini sering membuat pemakainya tidak nyaman dan kepala sulit bergerak.

Kerah vandyke

Model kerah vandyke dalam lukisan karya Sir Anthony Van Dyck (1641-1641) yang berjudul Charles I (1600-49).

Kerah besar dengan sisi di dekat leher yang tinggi, lalu mengelepak sampai ke atas bahu. Biasanya dibuat dengan renda atau brokat. Model ini dikenakan pada kuartal kedua abad ke-17. Kerah itu seperti terlihat dalam lukisan karya Sir Anthony Van Dyck yang berjudul Charles I.

Kerah Bertha

Kerah bertha dalam lukisan karya Adriaen Hanneman dari 1650

Kerah ini melebar dan berpotongan leher rendah, sehingga menonjolkan bahu perempuan yang memakainya. Biasanya terbuat dari bahan brokat, renda atau kain tipis lainnya. Gaun berkerah bertha sangat populer pada abad ke-17 dan ke-19. Kini, model gaun berkerah semacam ini masih sering dipakai, terutama untuk variasi gaun pengantin.

Kerah bongkar pasang

Pada 1820-an, Hannah Montague merumuskan gagasan untuk menciptakan kerah yang bisa dilepas dari kemeja. Suaminya, Orlando Montague adalah orang pertama yang memakai model ini.

Kerah ruff juga sebenarnya bisa dilepas. Namun kali ini bentuknya hanyalah seperti kerah kemeja masa kini.

Tujuannya, supaya mudah untuk dicuci. Biasanya kerah baju lebih cepat kotor dibanding bagian lainnya.

Segera setelah model kerah ini lahir, Ebenezer Brown dan Orlando Montague mulai memproduksi masal kerah ini di Troy, New York. Kerah yang bisa dilepas biasanya terbuat dari bahan yang berbeda dari kemeja, dari katun hingga linen, dan dibuat hanya dalam satu warna, putih. Karena mereka bisa dilepas, kerahnya biasanya kaku seperti karton. Kerah melekat pada baju dengan satu set kancing, satu di depan dan satu lagi di belakang.

Popularitas kerah yang dapat dilepas ini mulai memudar pada 1920-an dan 1930-an. Pemanasan global, kain yang berbobot lebih ringan, dan sikap sosial yang lebih santai mendukung kondisi itu.

Kerah Pelaut

Pangeran Albert Edward (kelak menjadi Raja Edward VII) dalam pakaian pelaut, lukisan karya Franz Xaver Winterhalter (1846).

Kerah ini mungkin menjadi yang paling diingat dari seragam Angkatan Laut Kerajaan Inggris (Royal Navy). Kerah ini berbentuk V di bagian depan leher, tidak kaku, dan persegi di bagian punggung. Bentuk kerah ini terus dipertahankan meski model seragamnya terus berubah sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1857. Kerah semacam ini kemudian banyak diadopsi untuk tak hanya seragam angkatan laut. Contohnya seragam sekolah di beberapa negara.

Kerah Pendeta

Kerah putih yang bisa dibongkar pasang.

Kerah pendeta yang dapat dilepas diciptakan pada 1865 oleh Donald Mcleod, pendeta Gereja Skotlandia (Presbyterian) di Glasgow. Kerah ini menutup bagian leher dengan bagian kotak kecil berwarna putih pada pangkal tenggorokan. Bagian putih inilah yang bisa dilepas dari bagian kemeja pendeta. Setelah bagian ini dilepas, kemeja pendeta sama saja dengan kemeja-kemeja biasa. Awalnya bagian kerah ini selalu terbuat dari linen atau katun. Namun kini sering dibuat dari plastik.

Kerah gaya Edwardian

Hakim Mary Margaret Bartelme (1866–1954) dalam setelan berkerah yang lazim pada masa Raja Edward.

Kerah ini digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan kelas atas pada masa Raja Edward VII (1901-1910) di Britania Raya. Pakaian dengan kerah ini biasa dipakai untuk sehari-hari, maupun setelan resmi. Kerah bergaya ini sangat tinggi, menempel pada garis leher, lalu meluas sampai ke dagu. Ia menutupi bagian depan dan belakang leher. Di bagian depan memanjang hingga tenggorokan dan di belakang memanjang hingga garis rambut.

Kerah HRH

Kerah ini juga lahir pada masa Edward VII. Permbuatnya adalah Charvet, rumah mode ternama asal Prancis, yang merancangnya untuk penguasa Britania Raya itu. Kerah ini pun menjadi populer pada akhir abad ke-19.

Kerah Peter Pan

Maude Adams sebagai Peter Pan.

Kerah ini berbentuk pipih dengan sudut bulat. Diberi nama kerah Peter Pan berkat kostum Maude Adams, aktris Amerika ketika memerankan Peter Pan pada 1905. Walaupun sebelum dia pun kerah model semacam ini sudah banyak digunakan. Ketika dipakai sebagai kostum Peter Pan, kerah ini dirancang oleh John White Alexander dan istrinya, bekerja sama dengan Maude Adams di New York.

Baik buku atau drama J. M. Barrie, yang menggambarkan Peter Pan memakai jaring laba-laba dan daun, maupun produksi London 1904 asli yang dibintangi Nina Boucicault, memiliki desain kerah yang serupa. Kendati penggambaran Peter Pan berikutnya tidak mengenakan kerah, kerah Adams membuktikan kesuksesan mode di Amerika Serikat dan Inggris dalam mempertahankan hubungannya dengan seni peran.

Meskipun telah menjadi bagian dari busana wanita sejak tahun 1900-an, termasuk detail gaun pengantin yang populer pada pertengahan abad ke-20, kerah ini terutama dikaitkan dengan pakaian anak-anak sejak tahun 1920-an.

Kerah Peter Pan juga memiliki kemiripan dengan sejumlah desain sebelumnya. Itu terutama kerah col Claudine atau Claudine dari Paris. Kerah ini berbentuk bundar dan biasa dikenakan dengan syal.

Kerah Claudine diberi nama sesuai dengan karakter dalam novel Colette pada 1900, berjudul Claudine à l'école, yang digambarkan mengenakannya. Claudine menginspirasi berbagai aksesoris bertuliskan namanya, termasuk claudinet, kerah bundar untuk wanita dan anak-anak, juga parfum.

Kerah polo

Rene Lacoste mengenakan kaus tenisnya.

Pada 1933, bintang tenis René Lacoste ingin mengubah pakaian olahraganya menjadi lebih nyaman. Para pemain saat itu mengenakan kemeja katun Oxford dengan lengan yang digulung. Lacoste pun merancang apa yang kini dikenal sebagai kaos polo modern. Dia mendapat ide dari kemeja yang dikenakan oleh teman bermain polonya. Karena itulah namanya kemudian disebut kaos polo (polo shirt). Kemeja ini melalui debutnya di lapangan tenis AS pada 1926. Pada 1927 Lacoste menambahkan logo legendarisnya ke kemejanya sebagai penghormatan atas nama panggilannya, le Crocodile.

Setelah pensiun dari tenis pada 1932, Lacoste mendirikan perusahaannya yang bernama Eponymous pada 1933. Dia pun mulai menjual kemeja tenisnya kepada publik. Gaya ini dengan cepat diadopsi oleh pemain tenis lainnya serta pemain polo dan golf. Dalam perkembangannya, kaos polo sudah merambah dunia mode dan jadi pakaian serba guna. Kini bukan lagi kaos untuk olahraga saja. 

Kerah kekinian

Rupa-rupa kerah pada masa kini

Pada masa yang lebih modern bentuk kerah makin bebas, bentuknya beraneka ragam. Kerah-kerah yang berkembang pada masa lalu tak jarang menjadi inspirasi bentuk kerah masa kini.

TAG

pakaian

ARTIKEL TERKAIT

Mesin Jahit Membuat Sandang Cepat Tersandang Mengenal Kain Tenun Halaban, Sobi, dan Cual Sambas Membentang Sejarah Pakaian Garis-garis Tenun Nusantara Merambah Generasi Muda Bikini dari Paris Merambah Indahnya Kain Tenun Nusantara Sedia Jas Sebelum Hujan Kurug, Pakaian Istimewa Masyarakat Jawa Kuno Pakaian Mewah pada Masa Jawa Kuno Pakaian pada Masa Jawa Kuno