Masuk Daftar
My Getplus

Serangan Terhadap Anggota Parlemen

Upaya pembunuhan terhadap anggota parlemen. Kepalanya dibacok.

Oleh: Hendri F. Isnaeni | 11 Okt 2019
Presiden Gus Dur dan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri menjenguk Matori Abdul Djalil, Ketua Umum PKB, yang menjadi korban percobaan pembunuhan, di RSUD Pasar Rebo. (Repro Pergulatan Membela yang Benar).

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, baru saja turun dari mobil di alun-alun Menes, Pandeglang, Banten, pada Kamis (10/10/2019) siang. Dia berada di sana untuk meresmikan gedung kuliah bersama Universitas Mathla’ul Anwar.

Wiranto yang berdiri di depan pintu mobil disambut oleh Kapolsek Menes Kompol Daryanto. Saat bersalaman, tiba-tiba dari arah belakang Kapolsek, seorang lelaki menyerang Wiranto dengan pisau jenis kunai. Wiranto terjatuh, perut bagian kirinya terluka.

Kapolsek terluka dipunggung karena diserang istri pelaku. Korban lain yang terluka adalah pengawal Wiranto dan tokoh masyarakat setempat.

Advertising
Advertising

Setelah mendapatkan penanganan di RSUD Pandeglang, Wiranto diterbangkan ke Jakarta untuk dirawat di RSPAD Gatot Subroto.

Pelaku sepasang suami-istri (Abu Rara alis SA dan FD) ditangkap lalu diserahkan ke Mabes Polri. Kepala BIN Jenderal Polisi Budi Gunawan menyebut pelaku terkait jaringan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) Bekasi yang berbaiat kepada ISIS.

Baca juga: Teroris Membajak Pesawat Garuda

Penyerangan terhadap pejabat negara juga pernah terjadi 19 tahun lalu. Sasarannya Matori Abdul Djalil, Ketua Umum PKB dan anggota DPR yang kemudian menjabat Menteri Pertahanan (2001-2004). Peristiwanya terjadi pada 5 Maret 2000. Rencananya Matori ingin menikmati pagi dengan bersantai dan rehat sejenak dari aktivitas politik yang melelahkan. Kebetulan rumahnya sedang direnovasi. Dengan mengenakan sarung, dia memeriksa tukang di halaman samping rumahnya di Tanjung Mas, Jakarta Selatan.

Sekitar pukul 08.30, seorang laki-laki memakai kaos dan celana training masuk ke pekarangan rumah tanpa mengucapkan salam. Dia memberikan brosur desain interior dengan daftar harga gorden. Matori melayaninya. Beberapa saat kemudian, dia membacok bagian belakang kepala Matori. Matori menangkis dengan tangan kanannya. Akibatnya, kepala dan tangannya terluka.

Darah berceceran mengenai pakaian, sarung, lantai, dan tembok. Matori berteriak kepada istrinya, “Bu, ini ada orang gila.” Laki-laki itu melarikan diri dengan rekannya menggunakan motor RX King B 5013 PZ.

Melihat Matori terluka, tukangnya mengejar sambil berteriak maling. Massa sekitar kompleks berdatangan dan mengejarnya. Motor yang dikendarai pelaku terjatuh. Seorang menembakan pistol FN 46 untuk menghalau massa. Mereka berhasil meloloskan diri dengan ojek. Karena turun tanpa membayar dan langsung naik angkot, tukang ojek mengejar dan meneriakinya rampok. Dia kembali melepaskan tembakan untuk menghalau para tukang ojek yang mengejarnya. Massa terus mengejar sampai berhasil menangkapnya. Seorang berhasil melarikan diri tapi senjata apinya tertinggal. Sedangkan seorang lagi yang membacok tewas dihakimi massa.

Matori dilarikan ke RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur. Dia mendapatkan perawatan intensif di ruang ICU. Keadaannya membaik setelah luka-lukanya dijahit dengan 30 jahitan.

Dugaan Motif Penyerangan

Dalam biografi Matori Abdul Djalil, Pergulatan Membela yang Benar, Mahrus Ali dan MF Nurhuda Y. mengungkapkan dugaan motif penyerangan terhadap Matori. Pertama, Matori termasuk salah satu tokoh politik yang getol mendorong agar Soeharto diadili. Sikap ini membuat keluarga Cendana tak terima.

Kedua, PKB pimpinan Matori mendukung Presiden Gus Dur untuk mencabut Tap MPRS No. XXV/1966 tentang pelarangan PKI dan penyebaran Marxisme, Leninisme, dan Komunisme. Tap MPRS ini digunakan penguasa Orde Baru untuk merawat stigma komunisme dan membabat organisasi-organisasi yang dicap komunis atau berbasis kiri.

“Rencana Gus Dur itu ditolak oleh pendukung Soeharto. Mungkin dari situlah muncul penilaian bahwa Matori (yang Ketua PKB) dianggap PKI dan karena itu harus dihabisi supaya Tap MPRS yang melarang PKI tetap berlaku. Karena itu tidaklah aneh, jika dari kelompok pendukung Soeharto itu muncul plesetan bahwa PKB bukan singkatan Partai Kebangkitan Bangsa melainkan Partai Komunis Baru,” tulis Mahrus dan Nurhuda.

Baca juga: Pengeboman Gereja di Jawa Timur

Ketiga, selain untuk membungkam Matori, penyerangan itu diharapkan menimbulkan chaos yang akan menurunkan kredibilitas Presiden Gus Dur. Menurut Mahrus dan Nurhuda, pelakunya diduga sama dengan pelaku pemboman Masjid Istiqlal tahun 1999. Suatu perguruan cukup terkenal di wilayah Jakarta mengirimkan satgas sekitar 30 orang untuk memberi pelajaran kepada Matori.

Rencananya Matori akan dikerjai saat olahraga pagi di sekitar kediamannya. Karena suasana cukup ramai, akhirnya Matori digarap di rumahnya. Uniknya, dari kelompok ini, teman mereka yang ditugasi membacok Matori kemudian dibunuh juga untuk menghilangkan jejak. Yang mengeroyok pelaku juga teman mereka sendiri. Demikian halnya dengan orang yang berteriak maling dan menyerahkan pistol, juga anggota mereka.

Dugaan-dugaan tersebut menyulut kontroversi. Dalam pekembangannya, menurut Mahrus dan Nurhuda, kasus penyerangan terhadap Matori tidak pernah tuntas diungkap, bahkan cenderung ditutupi. Pelaku penyerangan (Sabar alias Tanzul Arifin) memang berhasil ditangkap bahkan hanya dalam empat hari setelah kejadian. Akhirnya, dia dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara.

Kelompok Jamaah As-Sunnah

Sementara itu, Sukawarsini Djelantik, peneliti terorisme dari Universitas Katolik Parahyangan, mengungkapkan bahwa pelaku penyerangan terhadap Matori adalah kelompok Jamaah As-Sunnah (JA) yang mulai aktif tahun 2000 ketika pecah konflik di Ambon. Kelompok ini menekankan ajaran tauhid dan jihad. Salah satu hal yang dipegang teguh adalah Jamaah As-Sunnah menganggap bahwa demokrasi adalah suatu agama kafir yang tidak boleh diikuti karena demokrasi meletakkan kedaulatan di tangan rakyat bukan di tangan Allah. Ini berarti bahwa demokrasi menjadikan rakyat sebagai Tuhan.

"JA melakukan upaya pembunuhan sebanyak dua kali, terhadap Wakil Ketua MPR Matori Abdul Jalil (2000) dan seorang warga negara Amerika Serikat (2007). Matori Abdul Djalil dijadikan sasaran karena diduga mendukung kelompok Kristen dalam konflik Ambon,” tulis Sukawarsini dalam Terorisme: Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan Keamanan Nasional.

Baca juga: Teror di Masjid Al-Noor

Usaha pembunuhan dilakukan pada 5 Maret 2000 oleh dua pelaku anak buah Haris Fadilah alias Abu Dzar, mertua Umar Al-Faruq, tokoh Al-Qaeda yang ditangkap di Indonesia. Sebelum beraksi, kedua orang ini menjalani latihan selama satu minggu.

“JA dan AMIN (Angkatan Mujahidin Islam Nusantara) bekerja sama dalam pelatihan militer dan perencanaan pembunuhan Matori Abdul Djalil,” tulis Sukawarsini. “JA memberikan pelatihan pengintaian dan asasinasi kepada anggota-anggota AMIN karena dua alasan. Pertama, tokoh JA dan AMIN berasal dari organisasi Negara Islam Indonesia. Kedua, pemimpin AMIN berhasil meyakinkan pemimpin JA bahwa Matori adalah pendukung pasukan Kristen di Ambon.”

Selain dengan AMIN, JA juga bekerja sama dengan Laskar Jihad, Majelis Mujahidin Indonesia, Jamaah Islamiyah, dan Jamaah Tauhid Wal Jihad. JA bekerja sama dengan Laskar Jihad dalam mempersiapkan orang-orang yang akan dikirim ke Ambon.

Menurut Sukawarsini upaya pembunuhan terhadap Matori dilakukan melalui beberapa tahap. Pertama, melalui pengintaian (surveillance). Kedua, menetapkan jadwal pembunuhan, yaitu Minggu pagi, 5 Maret 2000. Ditentukan pula senjata yang akan dipakai yaitu pistol FN 46 dengan nomor seri 1585794 US ARMY dan sebilah golok (sebagai cadangan). Ketiga, menelepon rumah Matori pada hari H pukul 08.30 WIB untuk menentukan keberadaan Matori. Keempat, bertamu ke rumah Matori dengan berpura-pura menawarkan jasa interior rumah. Kelima, ketika Matori sibuk melihat-lihat brosur yang ditawarkan, salah seorang pembunuh berusaha menembaknya. Namun karena pistolnya macet, kepala Matori dibacok pada bagian belakang. Keenam, melarikan diri.

Baca juga: Satgultor 81: Musuh Teroris dari Cijantung

Belakangan sumber kepolisian menyebut pelaku percobaan pembunuhan terhadap Matori Abdul Djalil terkait kelompok Abu Omar yang paling tersohor setelah kematian pentolan teroris Dr. Azhari Husin dan Noordin M. Top.

Abu Omar memasok senjata untuk kelompok yang menyerang Pos Brimob di Desa Loki, Pulau Seram, Ambon, pada 2004, yang menewaskan sejumlah polisi.

“[Abu Omar] juga terkait dengan beberapa kasus terdahulu seperti pada tahun 1999 lalu, kemudian adanya percobaan pembunuhan terhadap salah satu pejabat negara kita,” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen (Pol.) Saud Usman Nasution pada 15 November 2011, seperti dikutip tribunnews.com

Densus 88 Polri menangkap Abu Omar bersama 18 orang jaringannya pada Juli 2011. Densus 88 menyita belasan senjata api, belasan magazen, seribu lebih butir peluru, teleskop, dan dokumen rencana penyerangan dua kantor Polsek di Jakarta Barat dan kelompok muslim lain.

TAG

teroris gus dur

ARTIKEL TERKAIT

Akhir Pelarian Teroris Kiri Dendam di Balik Peledakan Pesawat United Airlines 629 Teror Armenia di Paris Richard Jewell dalam Kemelut Bom Olimpiade Target Pembunuhan Jamaah Imran Ketika Ibukota Amerika Diduduki Kelompok Hanafi Mossad Berburu sampai Batu Bandul Stigma yang Berbahaya Ulah Komunis Jepang di Kuala Lumpur Serangan Aktivis Kiri di Bandara Lod Israel