Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat mempertimbangkan mengeluarkan fatwa haram terhadap gim peperangan PlayerUnknown’s Battlegrounds (PUBG). Pemicunya aksi brutal penyerangan ke dua masjid saat salat Jumat di Selandia Baru pada Jumat, 15 Maret 2019. Teroris itu disebut-sebut terinspirasi oleh PUBG. MUI Pusat pun akan mengkaji gim keluaran Tancent Games itu.
Sedangkan pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika siap memblokir PUBG bila ada permintaan dari MUI. Dalam Pasal 8 Permen Kominfo Nomor 11 Tahun 2016, PUBG masuk klasifikasi gim yang menunjukkan tindakan kekerasan dan hanya boleh dimainkan oleh pemain berusia 18 tahun ke atas.
Warganet pun bereaksi, #PUBGharam menjadi trending topic. Pencinta gim menolak rencana fatwa itu. Mereka menganggap jauh sebelum ada PUBG, sudah banyak gim peperangan.
Baca juga: Mainan Monopoli dan Tuan Tanah
Jauh sebelumnya MUI Jawa Barat telah mengeluarkan fatwa terhadap gim. Hal ini disebut dalam hasil penelitian Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang sinergi fatwa MUI dengan lembaga-lembaga fatwa ormas pada 2017 di delapan lokasi yaitu MUI DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Utara, Maluku Utara, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, serta Kabupaten Kampar.
“MUI Jawa Barat mengeluarkan fatwa tentang aliran keagamaan yang menyimpang, pencurian aliran listrik, dan permainan elektronik (Royal Game) yang merupakan persoalan umum (common sense),” demikian disebut dalam balitbangdiklat.kemenag.go.id, 31 Agustus 2018.
Bedanya dengan rencana fatwa untuk PUBG, 12 tahun lalu MUI Jawa Barat mengeluarkan fatwa halal untuk Royal Game. Permohonan fatwa diajukan oleh Asosiasi Pengusaha Permainan Ketangkasan (APPK). MUI Jawa Barat mengeluarkan sertifikat jawaz atau tidak keberatan pada 1 April 2007. Intinya tidak ada unsur judi dalam Royal Game.
Baca juga: Sejarah Awal Label Halal
Dikutip dari detik.com (25 Desember 2007), untuk mendapatkan fatwa halal itu, APPK disidang empat kali. Bahkan mereka harus memperagakan cara permainan Royal Game. Mereka menjelaskan cara permainannya, yaitu konsumen membeli koin seharga Rp10 ribu untuk 10 kali permainan. Dalam setiap permainan, konsumen akan memperoleh tiket. Makin hebat mainnya, tiket yang diperoleh pun makin banyak. Tiket itu kemudian ditukar dengan hadiah berupa barang dan tidak ada hadiah uang.
MUI Jawa Barat diprotes keras oleh organisasi Islam di Bandung seperti Forum Ulama Umat Indonesia dan Syarikat Islam Indonesia. Bahkan MUI Kota Bandung menyalahkan MUI Jawa Barat yang hanya mempertimbangkan fiqih tanpa unsur sosial.
MUI Jawa Barat bersikukuh tidak akan mencabut fatwa yang telah dikeluarkannya. Ketua MUI Jawa Barat, KH Hafidz Usman, sebagaimana dikutip okezone.com (27 Desember 2007), mengatakan “kami tidak akan mencabut fatwa atau mengganti fatwa. Namun, kami memiliki aturan bahwa hukum yang pernah kami tetapkan bisa saja berubah di kemudian hari. Hal itu berlaku jika ada sesuatu yang harus dipertimbangkan kembali.”
Baca juga: Ulama Pertama yang Mengeluarkan Fatwa Haram Rokok
Soal tudingan MUI Kota Bandung, Hafidz menuding balik bahwa MUI Kota Bandung tidak memiliki keberanian dalam memutuskan hukum. “Karena sebelumnya APPK meminta nasihat terlebih dahulu ke MUI Kota Bandung. Namun karena mereka tidak berani ambil keputusan, akhirnya kami yang mengeluarkan fatwa.”
Selain APPK, DPP ARKI (Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia) juga mengajukan surat permohonan fatwa ke MUI Pusat tanggal 24 Mei 2007. Suratnya No. 025/DPP/ARKI/V/2007 tentang Permohonan Fatwa Mesin-Mesin Permainan Rekreasi Keluarga Anggota ARKI.
Hasil kajian tim MUI terhadap media/mesin permainan yang dikelola perusahaan dalam ARKI disampaikan dalam rapat Komisi Fatwa tanggal 12 September 2007. Komisi Fatwa mengeluarkan keputusannya pada 3 Oktober 2007. Intinya, media/mesin permainan yang dikelola oleh ARKI ada yang boleh (mubah) dan ada yang tidak boleh (haram) karena mengandung unsur judi.