Dr. Soeharto bertemu dengan Abdurachim saat menangani pasien pada 1937. Mereka berkenalan dan menjadi akrab. Abdurachim memiliki tempat pengobatan bernama Darul Annam di Petojo Selatan, Jakarta.
Soeharto kemudian mengenalkan Abdurachim kepada Sukarno. Abdurachim pun menjadi salah satu guru spiritual Sukarno.
"Kakak Abdurachim berasal dari Banten. Ia selalu memanggil saya dengan Dik. Dengan perantaraan saya, Bung Karno pun berkenalan akrab dengannya," kata Soeharto dalam memoarnya, Saksi Sejarah. Soeharto menjadi dokter pribadi Sukarno dan Mohammad Hatta dari 1942 hingga 1966.
Setelah Indonesia merdeka, pada akhir Agustus 1945, Sukarno menugaskan Soeharto untuk menemui Sosrokartono. "Atas nama saya menghadaplah ke beliau di Bandung, dan mohonlah petunjuk serta nasihat bagi cita-cita Indonesia merdeka," kata Sukarno.
Baca juga: Pertemuan dr. Soeharto dan Abdurachim
Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, seorang poliglot atau menguasai banyak bahasa asing. Pada masa Perang Dunia I, ia menjadi wartawan perang The New York Herald Tribune. Setelah itu, ia menjadi penerjemah Liga Bangsa-Bangsa, pendahulu Perserikatan Bangsa-Bangsa, selama 1919–1921.
Setelah kembali ke Indonesia pada 1924, Sosrokartono tinggal di rumah di sudut perempatan Jalan Pungkur dan Jalan Dewi Sartika, tak jauh dari alun-alun Bandung. Ia memimpin Nationale Middelbare School (Sekolah Menengah Nasional), di mana terdapat Ir. Sukarno, Dr. Samsi, dan Drs. Sunario. Hubungan Sukarno dan Sosrokartono bermula sekitar tahun 1925.
Menurut Soeharto, masyarakat Bandung dan sekitarnya mengenal Sosrokartono sebagai Romo Sosro, Ndoro Sosro, atau Dokter Sosro. Seorang ahli kebatinan yang memiliki kekuatan metafisika yang luar biasa, awas akan hal-hal yang serba gaib, dan mengetahui apa yang akan terjadi (mangerti sadurunge winarah). Ia suka menolong siapa saja yang sedang terkena musibah. Meskipun tidak berpendidikan dokter, tapi dapat mengobati orang sakit. Setiap hari ia menolong puluhan orang tanpa menarik bayaran. Caranya mengobati biasanya dengan memberikan kertas bertuliskan huruf alif. Maksud alif adalah Esa: hendaknya manusia ingat kepada Tuhan Yang Mahaesa. Terkadang ia memberikan air putih untuk diminum.
Hubungan Sukarno dan Sosrokartono seperti murid dan guru yang sangat dihormatinya. "Mungkin banyak pemikiran, kata-kata, dan tindakan yang diungkapkan dan dijalankan oleh Bung Karno bersumber pada gurunya itu," kata Soeharto.
Kendati menguasai banyak bahasa asing, Sosrokartono agak gagap kalau bicara sehingga kurang jelas bagi pendengarnya. Karena itu untuk memahami nasihatnya diperlukan seseorang yang dapat menafsirkan dan menerjemahkannya.
Baca juga: Pengembaraan Sosrokartono, Kakak Kartini
Sebelum berangkat ke Bandung, Soeharto mampir ke rumah Abdurachim untuk menyampaikan tugas yang diberikan kepadanya oleh Sukarno. "Tidak usah khawatir, Dik. Saya ikut ke Bandung. Anggaplah perjalanan malam ini sangat istimewa. Mari kita berangkat sekarang," kata Abdurachim.
Mereka berangkat menuju Bandung pukul 23.00. Sepanjang jalan mobil mereka berapa kali dihentikan serdadu Jepang yang bersenjata bayonet dan barisan rakyat yang membawa bambu runcing. Akhirnya, mereka tiba dengan selamat menjelang subuh.
Setiba di rumah Sosrokartono seolah-olah sudah ditunggu. Pembantunya mempersilakan mereka masuk. Sosrokartono sudah duduk di dipan besar yang berkaki rendah. Soeharto mengemukakan maksud kedatangannya. Namun, belum selesai mengatakan semuanya, Sosrokartono berbicara dengan cepat. Soeharto tak bisa menangkapnya. Seorang pembantu segera menjelaskan perkataan Sosrokartono: "Saya merasa kecewa, Bung Karno yang sudah lama ditunggu tidak kunjung datang, padahal banyak hal yang perlu disampaikan."
"Katakan kepadanya, Nak," kata Sosrokartono, "bahwa kita masih memerlukan perjuangan yang lama sebelum Indonesia merdeka terwujud, sedangkan perjuangan itu sering diwarnai dengan kekacauan, pertengkaran, dan jatuhnya banyak korban. Namun, akhirnya Indonesia merdeka terwujud juga. Ya, ya, saya akan membantu, tetapi Karno mesti eling terus."
Selanjutnya Sosrokartono berkata, "Maaf, jika saya tadi berbicara dengan keras. Selamat, selamat."
Pembantunya memberi isyarat bahwa mereka sudah bisa mengundurkan diri.
"Kata Jawa eling secara harfiah berarti ingat," kata Soeharto menafsirkan, "tapi dalam pengertian ketuhanan, kata itu bermakna sadar akan kodratnya sebagai hamba Allah, karena itu wajib mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya."
Matahari sudah terbit ketika mereka bertolak kembali ke Jakarta. Setiba di Jakarta, Soeharto menyampaikan pesan dan nasihat Sosrokartono itu kepada Sukarno. Seperti dikatakan Sosrokartono, Indonesia pun berjuang mempertahankan kemerdekaan dari 1945 hingga akhir 1949.
Sosrokartono yang lahir pada 10 April 1877 meninggal dunia pada 8 Februari 1952.