Pertemuan Terakhir Sukarno dan Abdurachim
Duta besar Amerika Serikat menyebut Sukarno menolak saran guru spiritualnya dan tetap pada jalan yang menjatuhkannya.
Abdurachim seorang guru spiritual berasal dari Banten. Ia memiliki tempat penyembuhan bernama Darul Annam di Petojo Selatan, Jakarta. Pada 1937, ia berkenalan dengan dr. Soeharto saat mengobati pasien. Mereka kemudian menjadi akrab.
Pada 1942, Soeharto menjadi dokter pribadi Sukarno dan Mohammad Hatta. Ia memperkenalkan Abdurachim kepada Sukarno. Abdurachim pun menjadi salah satu guru spiritual Sukarno sampai akhir hayatnya.
Setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, Sukarno jatuh dari kekuasaannya. Pertanggungjawabannya ditolak MPRS. Rezim Orde Baru menjadikan Sukarno yang sakit sebagai tahanan kota kemudian tahanan rumah.
Howard Palfrey Jones, duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia, dalam memoarnya, Indonesia: The Possible Dream, mengaku mengenal beberapa tokoh agama yang memiliki spiritual yang dalam dan berdedikasi, seperti Abdurachim, yang dikenal selama bertahun-tahun sebagai penasihat spiritual Sukarno, dan dihargai karena menyembuhkan ratusan orang.
Baca juga: Pertemuan dr. Soeharto dan Abdurachim
Pada 10 Februari 1967, Sukarno meminta Soeharto menemui Abdurachim. Sudah beberapa bulan Abdurachim sakit, sukar berjalan. Sebelumnya, Soeharto sempat menengoknya dan diizinkan masuk ke kamar tidurnya.
"Jangan cemas dan bersusah hati, Dik," kata Abdurachim. "Apa yang saya alami ini adalah ujian. Dan saya menerimanya dengan penuh kesabaran."
Ketika Soeharto datang membawa pesan Sukarno, Abdurachim sedang berbaring di tempat tidur. Ia duduk sendiri tanpa dibantu. Namun, kalau berjalan harus dibantu.
"Saya diminta oleh Bung Karno supaya menemui Kakak," kata Soeharto dalam memoarnya, Saksi Sejarah.
"Sebaiknya saya langsung bertemu dengan Bung Karno di tempatnya. Atur saja," kata Abdurachim.
"Bisa, Kak?" tanya Soeharto.
"Insyaallah," jawab Abdurachim. "Ingatlah, Dik, saya juga lahir pada tanggal 6 Juni 1901, sama dengan Bung Karno. Meskipun jarang bertemu, tapi saya merasa kami berdua seolah-olah saudara kembar. Saya senang jika ia senang, saya sedih jika ia sedih."
Abdurachim melanjutkan, "Saya masih ingat akan peristiwa pada akhir Agustus 1945 dulu, ketika tengah malam mengantarkan Dik Harto atas nama Bung Karno menghadap Ndoro Sosrokartono di Bandung. Dengan Ndoro Sosro saya pun mempunyai hubungan batin yang akrab."
Baca juga: Dr. Soeharto dan Abdurachim Menemui Sosrokartono
Soeharto mengatur pertemuan Abdurachim dan Sukarno masih di bulan Februari 1967, sekira pukul 10:00 pagi di guest house istana. Soeharto menjemput Abdurachim dari rumahnya. Ia memapahnya karena susah berjalan.
Mereka berbicara di salah satu kamar guest house istana. Ketika pembicaraan meningkat serius, Soeharto pergi keluar kamar meninggalkan mereka. Ia masuk lagi ke kamar sekitar pukul 11.30 karena Abdurachim ingin pulang sebelum zuhur. Begitu membuka pintu kamar, ia menyaksikan adegan mengharukan: Sukarno berhadapan dengan Abdurachim, kedua tangannya memegang pundak Abdurachim, sambil mencucurkan air mata.
Ketika berpisah, Soeharto mendengar Sukarno berkata, "Baiklah Kak, saya akan bertobat."
Dalam perjalanan pulang, Abdurachim berdiam diri. Ia tak mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Sukarno. Soeharto pun tak menanyakannya. Namun, Soeharto berkesimpulan Abdurachim dapat meyakinkan Sukarno untuk bertobat, mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Pertemuan Abdurachim dan Sukarno ternyata yang terakhir. Abdurachim meninggal dunia pada 28 Maret 1967, lebih dulu dari Sukarno. Ia dimakamkan di desa kelahirannya di Banten.
Sementara itu, Jones menyebut ketika Sukarno berbelok ke kiri, ia tidak lagi berkonsultasi dengan Abdurachim. Saat terakhir dalam keadaan sakit, Abdurachim meminta bertemu Sukarno.
"Ia memberi tahu presiden bahwa ia mengambil jalan yang salah. Ia mendesaknya agar berpaling dari komunisme dan bekerja sama dengan Jenderal Soeharto dan Nasution. Sukarno menolak dan tetap pada jalan yang menjatuhkannya," kata Jones.
Baca juga: Sukarno Dimakamkan Tidak Sesuai Wasiatnya
Setelah berhenti sebagai menteri dan dokter presiden, Soeharto mendapat izin mengunjungi dan memeriksa Sukarno di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Kesehatannya sudah sangat menurun.
Ketika Soeharto minta diri, Sukarno berkata, "Sampaikan salamku kepada teman-teman, terutama Kakak Abdurachim." Soeharto tidak memberitahu Sukarno kalau Abdurachim sudah meninggal dunia.
Soeharto pulang dengan sedih. Namun, ia yakin Sukarno mantap untuk bertobat. "Saya yakin pula bahwa ia kemudian meninggal dalam Islam," kata Soeharto.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar