Peraih Derajat Tertinggi dari Universitas Al-Azhar
Janan Thaib mendirikan madrasah di Makkah dengan nama Indonesia.
Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir, merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam. Universitas tertua di dunia ini jadi tujuan para pencari ilmu keislaman dari Nusantara. Orang Indonesia pertama yang belajar di Masjid al-Azhar, cikal bakal Universitas al-Azhar, adalah Abdul Manan Dipomenggolo sekira tahun 1850. Dia merupakan pendiri pesantren Tremas, Pacitan, Jawa Timur, dan juga kakek dari Syekh Mahfudz Tremas.
Sedangkan orang Indonesia pertama yang meraih derajat tertinggi (alamiyya) dari Universitas al-Azhar adalah Janan Thaib. Dia lahir di Bukittinggi, Sumatra Barat, tahun 1891. Dia pergi untuk belajar ke Makkah pada 1911. Delapan tahun kemudian, pada 1918, dia menempati peringkat ketujuh di Universitas al-Azhar. Dia lulus dengan gelar alamiyya pada 1924.
Janan Thaib memimpin organisasi mahasiswa Indonesia di Universitas al-Azhar, yaitu Jam'iyyah al-Khairiyyah al-Thalaba al-Azhariyyah al-Jawiyyah (Asosiasi Pelajari Jawi al-Azhar untuk Kebaikan), yang dibentuk pada 14 September 1923. Organisasi ini memberi layanan kesejahteraan bagi mahasiswa komunitas Jawi.
“Perkumpulan ini, dengan Janan Tayyib dari Minangkabau sebagai presiden pertamanya, menjadi forum penting bagi komunitas Jawi di Kairo,” tulis Jajat Burhanudin dalam Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Politik Muslim Dalam Sejarah Indonesia.
Jam'iyyah al-Khairiyyah dibubarkan pada 1937 karena terlalu masuk ke ranah politik. Sementara para mahasiswa mestinya fokus pada pendidikan. Penggantinya Perhimpunan Pemuda Indonesia dan Malaya tetap tak bisa menghindari politik.
Baca juga: Muslim Nusantara Pertama Pergi ke Mekah
Menurut Muhammad Zein Hassan dalam Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, waktu itu nama “Indonesia” belum dikenal orang dan nama “Jawa” meliputi seluruh wilayah Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaya, Siam, dan Filipina. Meskipun dalam surat izin berdirinya No. 323 untuk kegiatan-kegiatan sosial, perhimpunan itu juga mulai memperkenalkan dan mendorong rakyat Indonesia untuk memenangkan tuntutan-tuntutan nasional seperti dikumandangkan dalam majalahnya, Seruan Azhar.
Seruan Azhar yang dipimpin Janan Thaib terbit pertama kali pada Oktober 1925 dengan dukungan keuangan dari seorang pelajar Melayu yang kaya, Haji Othman bin Abdullah. Seruan Azhar berhenti terbit pada Mei 1928 karena kesulitan keuangan.
Setelah penerbitan pertamanya, Janan Thaib memutuskan untuk meninggalkan Kairo. Dia ingin meluaskan wawasannya dengan pergi ke Eropa. Setelah mengunjungi Paris, dia pergi ke Belanda
Di Belanda, catat Zein, Janan Thaib menemui Mohammad Hatta, ketua Perhimpunan Indonesia, dalam rangka koordinasi perjuangan Indonesia di luar negeri. Berkat usaha mereka, pada 1926 Indonesia diundang ke Konferensi Islam di Kairo, yang diwakili oleh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan Abdullah Ahmad. Pada 1929, Abdul Kahar Muzakkir (Indonesia) dan Abubakar Asy’ari (Malaya) menghadiri Konferensi Buraq (Islam) di Palestina.
“Dalam konferensi-konferensi Islam dan lain-lainnya itu diutamakan memperkenalkan bangsa dan aspirasi-aspirasi nasional Indonesia,” tulis Zein.
Baca juga: Empat Tokoh Islam di Indonesia
Dari Belanda, Janan Thaib menuju dan menetap di Makkah. Dia mendirikan Madrasah Indonesia al-Makkiyah. Madrasah lain yang juga penting dan didirikan oleh orang Indonesia, Syaikh Muhammad Yasin al-Padani, adalah Dar al-Ulum al-Diniyyah.
“Nama ‘Indonesia’ telah mulai dikenal di Timur Tengah pada pertengahan tahun dua puluhan, seperti terbukti dari nama ‘Madrasah Indonesia’ yang didirikan Janan Thaib di Makkah, sekembalinya dari melawat ke Eropa, dan menetap di Tanah Suci,” tulis Zein.
Madrasah Indonesia, lanjut Zein, telah mengembangkan kesadaran berbangsa pada warga Indonesia-Malaya yang bermukim di sana. Mereka yang dipecah oleh soal-soal khilafiah dan perbedaan suku yang diembuskan agen-agen Belanda dan Inggris di Jedah, sedikit demi sedikit menyadari akan bahaya fitnah dari agen-agen kolonial itu. Sehingga pada pertengahan tahun tiga puluhan mereka berhimpun dalam satu ikatan Pertindom (Persatuan Talabah Indonesia-Malaya).
Menurut Arief Subhan dalam Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Abad ke-20, di samping untuk mengembangkan ilmu dan kebudayaan Islam di kalangan murid-murid mukimin Indonesia dan Malaya, Madrasah Indonesia juga mengajarkan bahasa Melayu. Janan Thaib memimpin madrasah ini sampai wafat pada 1946. Madrasah ini terpaksa ditutup tahun 1970 karena kesulitan keuangan dan kalah bersaing dengan madrasah negeri yang mendapat dukungan dari pemerintah Arab Saudi.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar