Tenggelamnya Kapal “Titanic” Kecil
Kapal MS Hans Hedtoft diluncurkan dengan kebanggaan sebagai kapal yang paling aman. Nahas, seperti halnya Titanic, kapal Denmark ini karam setelah menabrak gunung es.
HARI ini, 30 Januari 1959, enam puluh enam tahun yang lalu, kapal Denmark MS Hans Hedtoft karam setelah menabrak gunung es di selatan Greenland. Insiden nahas yang menewaskan 95 orang –seluruh penumpang dan awak kapal– itu mengingatkan publik pada tragedi Titanic tahun 1912. Seperti apa kisahnya?
Beragam penemuan maupun inovasi tak jarang memberikan celah bagi kesombongan manusia. Seperti halnya RMS Titanic yang dirancang Alexander Carlisle dan dibuat oleh Harland & Wolff pada awal abad ke-20. Tak hanya dijuluki sebagai kapal terbesar di dunia, Titanic juga digadang-gadang sebagai kapal paling aman karena dilengkapi peralatan keamanan mutakhir seperti kompartemen kedap air dan pintu kedap air yang bisa dioperasikan dari jarak jauh. Kemunculan kapal Hans Hedtoft juga disambut pujian penuh kebanggaan dan kesombongan.
Dalam artikel “High Seas: Little Titanic” di majalah TIME, 9 Februari 1959, dilaporkan bahwa Hans Hedtoft mulai dibuat di galangan kapal Frederikshavn, Denmark, pada Agustus 1958. Kendati dibangun dengan ukuran cukup kecil, kapal pengangkut bertenaga diesel itu kokoh dan ramping. Kapal seberat 2.857 ton itu dirancang khusus untuk pemerintah Denmark agar tahan terhadap hantaman ombak dan es yang membentang di daerah paling ekstrem di Samudra Atlantik Utara, di lepas pantai Greenland.
Baca juga:
“Kapal ini memiliki dasar baja ganda, haluan serta buritan lapis baja, dan dibagi menjadi tujuh kompartemen kedap air; kapal ini membawa berbagai perlengkapan dan instrumentasi paling modern, mulai dari radar hingga gyro dari Decca Navigator hingga sekoci penyelamat yang dilengkapi dengan teknologi radio. Kaptennya yang sudah berpengalaman, P.L. Rasmussen, 58 tahun, menyatakan: ‘Kapal ini adalah revolusi dalam navigasi Arktik.’ Seorang pejabat pemerintah menyombongkan diri: ‘Sekarang kita bisa berlayar ke Greenland sepanjang tahun.’,” tulis TIME.
Kala itu, Hans Hedtoft menjadi simbol kebanggaan masyarakat Denmark. Pujian publik terus mengalir untuk membanggakan kapal ini. Namun, sebagian besar orang Denmark mengabaikan kata-kata Knud Lauritzen, seorang pemilik kapal pribadi, yang menyatakan bahwa pelat baja pada Hans Hedtoft seharusnya dilas, bukan sekadar dipaku, karena pelat yang dipaku pada kerangka yang kaku tidak cukup kuat untuk menahan tekanan es. Alih-alih dijadikan bahan evaluasi, kritik yang dilontarkan Lauritzen justru dianggap tak berdasar. Bahkan, pendapatnya disebut sebagai komentar dari seorang operator swasta yang tidak terima dengan langkah pemerintah dalam kehadiran kapal ini.
Pada 7 Januari 1959, Hans Hedtoft meninggalkan Kopenhagen dalam pelayaran perdananya ke pelabuhan Greenland. Perjalanan ini berlangsung lancar dan kapal tersebut tiba di Godthaab (kini dikenal dengan Nuuk, ibu kota Greenland) dengan selamat. Selanjutnya, Hans Hedtoft bersiap memulai perjalanan kembali ke Denmark. Kapal yang mengangkut 40 awak kapal, sebuah muatan berisi ikan beku, dan 55 penumpang, dua di antaranya wakil rakyat Greenland di Parlemen Denmark; sementara enam orang lainnya anak-anak.
Mads Fægteborg menulis dalam “Augo Lynge”, termuat di Encyclopedia of the Arctic, salah seorang politisi yang menjadi penumpang kapal Hans Hedtoft adalah Augustinus Lynge. Bagi sebagian orang Denmark, pria kelahiran Greenland tahun 1899 yang akrab disapa Augo itu merupakan sosok kontroversial, terutama karena ia bersikeras mempromosikan gagasan bahwa orang Greenland sama dengan orang Denmark. Sikapnya ini memicu masalah serius terkait dengan pekerjaannya sebagai guru. Meski menuntut persamaan hak bagi orang-orang Greenland, Augo Lyne tetap pro-Denmark dan menentang pemisahan Greenland dari Denmark.
Dalam perjalanan pulang dari pelayaran perdananya, Hans Hedtoft mengitari Cape Farewell, ujung paling selatan pulau, yang dikenal sebagai “terburuk di utara” untuk badai, di mana kapal tersebut berjuang melawan arus Arktik, angin kutub sedingin es, dan laut setinggi 20 kaki. Keesokan paginya pukul 11:54, radio Hans Hedtoft mengeluarkan bunyi S.O.S: “Tabrakan dengan gunung es.” Kurang dari satu jam kemudian terdengar kabar bahwa ruang mesin dipenuhi air akibat kebocoran pada lambung kapal yang terpaku.
Sinyal darurat dari Hans Hedtoft ditangkap oleh kapal pukat ikan kecil milik Jerman Barat, Johannes Krüss, dan kapal penjaga pantai Amerika Serikat, Campbell, yang berbelok ke titik lokasi keberadaan kapal nahas tersebut. TIME melaporkan, pesan terakhir dari Hans Hedtoft muncul pada pukul 3:36 yang berisi: “Perlahan-lahan tenggelam dan membutuhkan bantuan segera.” Di Newfoundland, di mana pesawat-pesawat Amerika Serikat dan Kanada mendarat darurat atau berbalik arah karena cuaca buruk, petugas SAR memperkirakan bahwa siapa pun yang dipaksa masuk ke dalam lautan yang membeku hanya akan “bertahan lebih dari 60 detik.”
Ketika tiba di posisi terakhir yang dilaporkan dari MS Hans Hedtoft, tiga puluh tujuh mil di sebelah selatan Cape Farewell, kapal Campbell tak menemukan kapal yang menabrak gunung es di lepas pantai Greenland pada Jumat, 30 Januari 1959 itu. Pemandangan di sekitar lokasi hanyalah bongkahan es besar yang kemungkinan pecahan dari gunung es. Sementara itu, kapal Johannes Krüss menyisir area seluas delapan mil persegi selama tujuh jam tanpa hasil. Pencarian kapal Denmark itu dilakukan selama beberapa jam dan ketika hari mulai gelap kapal-kapal tersebut meninggalkan area pencarian untuk mengantisipasi cuaca buruk dan ekstrem yang membahayakan proses pencarian.
Dalam proses pencarian ini, kapal Campbell dibantu dua kapal untuk menyisir area di sekitar titik terakhir Hans Hedtoft pada siang hari. Kapal Johannes Krüss kembali ke area pencarian selama beberapa jam dan kapal Jerman lain, kapal motor Poseidon, juga ikut ambil bagian. Surat kabar The New York Times, 1 Februari 1959, melaporkan, meskipun jarak pandang hanya setengah mil dan ketinggian 100 kaki, sebuah pesawat Lancaster Angkatan Udara Kanada bergabung dengan Super-Constellation Angkatan Laut Amerika Serikat untuk melakukan pencarian.
“Dengan area yang dipenuhi es yang berbahaya dan tebal, kecil kemungkinan lima puluh lima penumpang dan empat puluh awak kapal Hedtoft dapat menyelamatkan diri. Sekoci harus berjuang melawan lautan setinggi delapan puluh kaki yang bergejolak akibat angin berkecepatan 60 mil per jam,” tulis The New York Times.
Baca juga:
Hans Hedtoft membawa tiga sekoci yang terbuat dari perpaduan logam ringan, sebuah motor peluncur, dan beberapa sekoci karet atau rakit penyelamat. Masing-masing dilengkapi pemancar radio yang dioperasikan dengan tangan. Selain itu, peralatan penyelamat Hans Hedtoft juga mencakup empat buah “Sarah” –peralatan pencarian dan penyelamatan serta pencarian lokasi– yang beroperasi pada 243 megacycles.
Insiden nahas yang menimpa pada Hans Hedtoft mengejutkan publik Denmark. Di Kopenhagen, kabinet Denmark mengadakan pertemuan luar biasa untuk membahas nasib kapal, yang dibangun oleh Royal Greenland Trading Company sebagai kapal utama. Setelah beberapa hari melakukan pencarian, Hans Hedtoft dinyatakan karam bersama seluruh penumpang yang sebelumnya dinyatakan hilang.
The New York Times, 7 Februari 1959, melaporkan, kapal penjaga pantai Amerika Serikat, Campbell, yang telah mencari Hans Hedtoft dan kemungkinan korban selamat sejak Sabtu (31/1), sehari setelah kapal tersebut menabrak gunung es, telah meninggalkan lokasi pencarian.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar