Frank Lenz, Pesepeda Amerika yang Hilang Ketika Berkeliling Dunia (Bagian I)
Frank Lenz berkeliling dunia dengan sepeda. Ia membawa kamera dan mengirimkan catatan perjalanannya ke sebuah majalah. Namun, ia menghilang di tengah perjalanan.
SELAMA enam hari berturut-turut hujan mengguyur kota Pittsburgh, Amerika Serikat. Setelah beberapa hari dibayangi cuaca buruk, hari Minggu pagi, 15 Mei 1892, matahari akhirnya menyembul dari balik awan tebal. Ratusan orang telah berkumpul di kantor pos pusat yang berlokasi di pusat kota Pittsburgh. Mereka datang berbondong-bondong untuk mengiringi kepergian Frank Lenz yang akan mengelilingi dunia dengan sepeda.
Senyum lebar menghiasi wajah ceria Lenz. Mengenakan pakaian berwarna biru tua dan topi yang dihiasi huruf-huruf emas bertuliskan Outing, sebuah majalah yang banyak membahas tentang perjalanan dan kehidupan alam bebas, kehadiran Lenz disambut sorak sorai dan teriakan gembira dari orang-orang yang telah menunggunya. Pria kelahiran Philadelphia, Pennsylvania, pada 15 Februari 1867 itu tengah menjadi sorotan setelah publik mengetahui rencananya keliling dunia dengan sepeda.
Lenz bukan satu-satunya atau orang pertama yang keliling dunia dengan sepeda. Namun, yang membuat rencana keliling dunianya menarik karena ia membawa kamera dan akan mengirimkan hasil jepretannya bersama catatan perjalanan ke majalah Outing untuk dipublikasikan.
Baca juga:
Sejarawan David V. Herlihy menulis dalam The Lost Cyclist, Lenz terinspirasi dari pengalaman Thomas Stevens yang telah lebih dahulu melakukan perjalanan keliling dunia dengan menggunakan sepeda. Stevens yang dijuluki “penjelajah dunia” paling terkenal itu berhasil menjelajahi tiga benua dengan total jarak tempuh sekitar 13.500 mil antara tahun 1884 dan 1887.
“Lenz dengan penuh semangat melahap kisah-kisah Stevens yang dipublikasikan di Outing, sebuah majalah bulanan olahraga dan perjalanan. Pria asal Pittsburg ini mengetahui semua petualangan Stevens yang mengerikan di tempat-tempat yang jauh dan eksotis, pertemuannya yang menyenangkan dengan para pejabat asing, misionaris, dan sesama pengendara sepeda, serta pelariannya yang mendebarkan dari orang-orang, binatang buas, dan elemen-elemen yang tidak bersahabat,” tulis Herlihy.
Dorongan melakukan hal serupa seperti sang idola membuat Lenz mulai mempersiapkan diri untuk mewujudkan mimpi besarnya. Ketika bersepeda ke sejumlah kota di luar Pittsburgh, ia mengirimkan berbagai foto dan catatan perjalanan ke suratkabar dan majalah, salah satunya Outing.
Beberapa minggu kemudian, sepulang kerja Lenz menemukan amplop bertuliskan Outing Magazine, 239 Fifth Avenue, New York City. Ia membuka amplop dengan jari-jari gemetar dan mengambil surat dari James Henry Worman, editor majalah tersebut. Majalah ternama itu tertarik pada proposal Lenz. Namun, mereka meminta Lenz melakukan tur keliling dunia dengan safety bike yang lebih aman. Lenz sesungguhnya lebih suka mengendarai sepeda beroda besar. Namun, demi mewujudkan keinginannya yang tinggal selangkah lagi, pria berdarah Jerman itu setuju dengan syarat yang diajukan Worman.
“Pada awal April 1892, Lenz dan Worman menyusun rincian akhir dari perjanjian kerjasama mereka. Sang editor akan menanggung biaya perjalanan hingga $2.000, hampir dua kali lipat dari gaji tahunan Lenz. Worman juga setuju untuk mengambil polis asuransi senilai $3.000 untuk Lenz, yang dibayarkan kepada ibunya. Meskipun selalu ceria dan percaya diri, pesepeda ini tahu betul bahwa ia akan mempertaruhkan nyawanya dan berpotensi membuat ibunya tidak hanya kehilangan kebanggaan dan kegembiraannya, tetapi juga pilar keuangannya,” tulis Herlihy.
Setelah kesepakatan tercapai, Worman dan Lenz pergi ke Chicopee Falls, Massachussets, untuk mengunjungi pabrik Overman Wheel Company, tempat pembuatan Victor, safety bike yang akan digunakan Lenz. Setelah berkonsultasi, Lenz memesan sepeda berlapis nikel khusus yang cukup kuat untuk menahan kerasnya perjalanan keliling dunia. Untuk memastikan perjalanan cukup aman, bahkan di jalanan yang kasar dengan beban yang berat, ia meminta agar sepedanya dilengkapi sadel kulit yang memiliki pegas dan memanjang. Selain itu, Lenz juga memesan dua sprocket pada hub belakang sehingga ia bisa membalik roda untuk menentukan gigi yang disesuaikan dengan medan. “Dalam sebuah pertaruhan yang berani, Lenz memilih ban pneumatik terbaru daripada jenis bantalan anti bocor,” jelas Herlihy.
Baca juga:
Kembali ke Pittsburgh, Lenz segera mengundurkan diri dari pekerjaannya di A.W. Cadman and Company, yang telah ia jalani selama tujuh tahun. Kendati bos dan ibunya pada mulanya tak setuju dengan rencana Lenz, keduanya akhirnya memberikan restu kepada pemuda itu untuk mewujudkan mimpinya. Bosnya bahkan berjanji akan menerima Lenz kembali setelah berhasil menjalankan misinya.
Lenz memulai perjalanannya dari Pittsburgh pada musim semi tahun 1892. Setelah mencapai National Road, ia melanjutkan perjalanan menuju Washington D.C. Dari ibu kota negara, rutenya berbelok ke utara menuju New York City, lalu Albany, dan dari sana ke arah barat di sepanjang koridor Kanal Erie menuju Air Terjun Niagara, di mana ia menyeberang ke Kanada, memutar ke Toronto sebelum melanjutkan perjalanan ke arah barat menuju Detroit dan Chicago.
Menurut Robert L. McCullough dalam Old Wheelways: Traces of Bicycle History on the Land, berbeda dengan Stevens, Lenz memilih perjalanan melintasi bagian utara melalui Minnesota, Dakota Selatan, Dakota Utara, Montana, Idaho, dan Washington sebelum mencapai Portland, Oregon pada akhir September, dan San Fransisco pada 20 Oktober, dengan jarak tempuh 107 hari perjalanan dan 5.412 mil dari Pittsburgh. Selama perjalanan itu, Lenz mencatat berbagai informasi yang didapatnya. Seperti sebuah buku panduan perjalanan, catatan Lenz yang diterbitkan Outing merangkum tentang kota-kota penting, rute perjalanan, produktivitas pertanian dan industri di sejumlah kota, keramahan anggota klub sepeda setempat, hingga karakteristik serta bentang alam dari setiap kota yang dikunjungi.
“Kamera Lenz menjadi pembeda dalam catatan perjalanannya yang dipublikasikan oleh Outing dan diberi judul ‘Around the World with Wheel and Camera’. Perjalanan keliling dunia yang dilakukan seorang diri membuat Lenz harus memutar otak untuk dapat mengabadikan momen perjalanannya. Untuk itu, ia merancang kabel perjalanan panjang yang terpasang pada rana kamera, dan juga pengatur waktu. Alat ini memungkinkannya untuk mengambil foto ketika ia tengah melangkah maupun sedang mengendarai sepedanya di tengah perjalanan,” tulis McCullough.
Baca juga:
Setelah berbulan-bulan mengayuh sepeda ke berbagai wilayah dan negara bagian di Amerika Serikat, Lenz bersiap memulai perjalanan yang lebih menegangkan di benua lain, yakni Asia. Namun, sebelum berlayar menuju Jepang, Lenz sempat mampir ke Hawaii pada awal November 1892. Terpesona dengan panorama indah yang dilihatnya, Lenz pun berkeliling pulau tersebut dengan sepeda. Ia juga sempat memotret dirinya dan sepedanya di depan Istana Iolani, kediaman para penguasa Kerajaan Hawaii. Tak lama berada di Hawaii, Lenz segera menaiki kapal Oceanic yang berangkat menuju Yokohama.
Sembari berjuang melawan mabuk laut, Lenz berdiri di geladak dan menatap kosong ke arah laut yang tak berujung. Di pikirannya bergelayut berbagai pertanyaan, “apa yang akan menanti saya di negeri seberang,” tulisnya dalam laporan pertama sejak meninggalkan daratan, “dan apakah saya akan menghadapi bahaya yang serius”.
Lenz mencoba mengusir keresahan yang dirasakannya. Ia menyadari tak ada jalan kembali begitu kapal berlayar meninggalkan Amerika. Ambisi besar Lenz berkeliling dunia dan antusiasme melihat kehidupan lain di luar dari yang selama ini dijalani di Pittsburgh, membantunya mengatasi kekhawatiran. Namun, tanpa ia sadari sesuatu yang besar tengah menanti, yang membuatnya tak mungkin lagi menginjakkan kaki di kampung halamannya. (Bersambung ke bagian dua).*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar