Berburu Kesenangan di Pagelaran Rakyat Jakarta
Sejak awal diselenggarakan, pesta rakyat tahunan ini tetap mempertahankan fondasi utamanya.
SORE itu Jakarta Internasional Expo (JIEXPO) di Kemayoran terlihat diserbu oleh ribuan orang. Mereka silih berganti berdatangan. Jakarta Fair Kemayoran (JFK) 2019, perayaan tahunan di ibu kota RI tersebut, adalah salah satu tujuan. Farizi Fatwa (24), adalah salah seorang dari pengunjung . Antrian yang mengular di pintu masuk tidak menajadi soal baginya untuk ikut larut menikmati JFK 2019 ini.
“Seumur hidup saya belum pernah mengunjungi PRJ. Karena promosi besar-besaran di media massa dan pemerintah akhirnya saya tertarik untuk datang ke sini,” ucap Farizi kepada Historia.
Terlahir dari ide Ali Sadikin (salah satu gubernur DKI Jaya yang terkemuka), Jakarta Fair menjadi pagelaran tahunan masyarakat ibu kota. Digelar pertama kali pada Juni 1968, festival rakyat ini diberi nama ‘Djakarta Fair’. Bang Ali, sapaan akrab Ali Sadikin, ingin menghidupkan kembali pasar malam yang pernah digelar masa Belanda di Jakarta (sebutannya masih Batavia kala itu).
“Saya ingat, dulu semasa kecil ada Pasar Gambir. Itu merupakan keramaian yang menyenangkan,” kenang Ali Sadikin dalam biografinya, Bang Ali: Demi Jakarta.
Gelaran Pasar Gambir dilakukan sebagai bentuk perayaan atas hari kelahiran Ratu Wilhelmina dan penobatannya sebagai Ratu Belanda pada 1921. Dalam perayaan itu disajikan banyak hiburan untuk masyarakat Batavia.
Dalam buku Keadaan Jakarta Tempo Doeloe: Sebuah Kenangan 1882-1959 karya Tio Tek Hong, sulap, komidi putar, dan American Carnaval Show menjadi acara yang paling diminati. Permainan panjat-panjatan juga menarik banyak perhatian pengungjung karena hadiah yang ditawarkan.
Perayaan Pasar Gambir terhenti pada masa pendudukan Jepang. Setelah itu tidak ada lagi gagasan tentang festival rakyat ini. Barulah pada 1953, pemerintah kotapraja Jakarta menggelar acara bertajuk Pekan Raya Nasional. Masih di tahun yang sama, pemerintah Indonesia juga mengadakan sebuah perayaan yang dinamai Pekan Raya Internasional.
Namun sayang kedunya hanya bertahan dua tahun. Tak ada lagi perayaan di Jakarta, baik bersakala nasional maupun internasional. Gagasan membangkitkan pekan raya di Jakarta kembali muncul pada 1968. Pemerintahan Bang Ali saat itu merasa kebutuhan perayaan semacam ini sudah mendesak di ibu kota.
“Selain sebagai wadah promosi industri dan perdagangan, pekan raya juga dimaksudkan untuk menambah tempat-tempat hiburan yang sehat bagi warga kota,” tulis Ali Sadikin dalam Gita Jaya: Catatan H. Ali Sadikin.
Setelah melalui berbagai persiapan, Djakarta Fair –selanjutnya dikenal sebagai ‘Pekan Raya Jakarta (PRJ)’ –yang pertama terselenggara pada 15 Juni 1968, sebagai bagian dari kemeriahan HUT Kota Jakarta ke-441. Acaranya berlangsung selama 30 hari.
Sebagai penyelenggara, pemerintah Jakarta bekerja sama dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jaya membentuk sebuah kepanitiaan. Lokasi yang dipilih untuk acara utama adalah bagian selatan Lapangan Monas, di areal seluas kira-kira 11 hektar. Terdapat 161 peserta, terdiri dari pengusaha dalam dan luar negeri, serta pemerintah daerah, yang mengisi booth dalam acara tersebut.
Antusiasme yang tinggi dari masyarakat membuat pemerintah Jakarta segera menetapkan PRJ sebagai acara tahunan. Melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah tanggal 16 Desember 1968 No. Jb.3/3/28/1968 tentang Pembentukan Yayasan Penyelenggara Pekan Raya Jakarta, didirikan badan kepanitiaan tetap perayaan tersebut.
Pada perjalanannya, PRJ terus mengalami perubahan. Baik itu dalam isi acara yang dihadirkan, maupun jenis hiburannya. Tercatat pada perayaan tahun 1969, panitia menambah waktu penyelenggaraan menjadi 71 hari. Keputusan itu diambil setelah melihat sambutan yang begitu tinggi dari masyarakat pada gelaran sebelumnya. Tapi setelah itu acara tidak pernah digelar lebih dari 40 hari.
Walau terus berubah, ada yang tetap dipertahankan dalam gelaran PRJ, yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi dan sebagai pusat hiburan rakyat. Keduanya menjadi fondasi utama pagelaran rakyat di Jakarta, baik saat perayaan Pasar Gambir, Pekan Raya Nasional, Pekan Raya Internasional, hingga Pekan Raya Jakarta.
Hal itulah yang terlihat pada JFK 2019 ini. Ada lebih dari 200 booth perusahaan besar dan kecil, mulai dari fashion, kuliner, furniture, elektronik, hingga otomotif yang meramaikan acara tahun ini. Mereka menghadirkan ribuan produk unggulannya dengan harga yang cukup terjangkau. Tidak lupa, diskon besar pun dipampang untuk menarik perhatian para pengunjung.
Jika pada awal kehadirannya para pengunjung dikenakan tarif Rp25 (dewasa) dan Rp5 (anak-anak), tahun ini biaya masuknya sebesar Rp25.000 sampai Rp40.000. Setiap harinya JFK akan diramaikan dengan berbagai pertunjukan, baik musik maupun budaya di dua panggung utama yang dipersiapkan.
Tidak hanya bagi dewasa, anak-anak pun terlihat sangat menikmati setiap acara yang disuguhkan JFK. Areal Gambir Expo, Kids Area dan Wara-Wiri menyediakan banyak booth rekreasi yang mampu menghibur mereka. Ada lempar bola, panahan, Bianglalaa, Snow Park, dan lain sebagainya yang aman untuk dimainkan.
Berbagai fasilitas yang disediakan dalam pagelaran JFK 2019 ini sudah baik. Pengunjung tidak perlu khawatir kesulitan mencari toilet. Bahkan tempat ibadah pun tersedia di banyak tempat. Namun sayang sejauh yang saya lihat, panitia penyelenggara tidak tersebar secara merata. Banyak tempat yang tidak mendapat penjagaan dari panitia, sehingga agak sulit untuk menemukan mereka.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar