Empat Orang Pemberi Informasi Navigasi ke Nusantara
Pedagang Belanda buta cara berlayar ke Nusantara. Mereka memakai jasa pembuat peta dan pengelana.
AKHIR abad 16, tepatnya setelah tahun 1592, pasokan lada dari Asia ke Eropa yang terpusat di Lisbon, Portugis, menurun drastis dan harganya mahal. Penyebabnya armada dagang Portugis diganggu armada Inggris di wilayah selatan Atlantik.
Hal itu justru jadi peluang pedagang Belanda untuk mengambil lada langsung dari sumbernya, Nusantara. Mereka pun mengumpulkan segala informasi dunia pelayaran ke timur dengan mengontak beberapa ahli kartografi dan pelaut berpengalaman.
Petrus Plancius (1552-1622)
Kartografer ini membuat peta dunia pada 1592, berjudul Nova et exacta Terrarum Tabula geographica et hydrographica. Dia mengembangkan metode baru untuk menentukan garis bujur serta memperkenalkan proyeksi Mercator untuk peta navigasi.
“Posisi Plancius dalam Oude Compagnie (pra VOC, red.) mirip dengan cosmografomor untuk Portugis. Instruksinya soal pelayaran begitu diperhatikan oleh segenap saudagar elite dan pelaut Belanda,” tulis Kees Zandvliet, "Mapping the Dutch World Overseas in the Seventeenth Century," termuat dalam The History of Cartography.
Dirck Gerrits Pomp (1544-1608)
Dia menjadi petugas senjata di kapal Portugis ketika berlayar ke Cina dan Jepang sekira tahun 1581 atau 1582. Dia pun menjadi orang Belanda pertama yang mencapai kedua negara itu. Pada pelayaran kedua ke Jepang, dia menumpang kapal Santa Cruz yang berbobot 1600 ton. Baru pada 1590, dia pulang ke Belanda dan menulis pengalaman berlayarnya.
“Dia kemudian disebut sebagai Dirck Gerrits ‘Cina’. Kisah perjalanan ke beberapa wilayah kemudian menjadi bagian dari buku Lucas Jansz Waghenaer yang berjudul Thresoor der Zeevart, yang merupakan buku pegangan pelaut,” tulis Dirk J. Barreveld dalam The Dutch Discovery of Japan.
Para pedagang Belanda pun menghubunginya sebelum berlayar ke Nusantara.
Lucas Janszoon Waghenaer (1533-1606)
Pelaut ketiga yang menjadi rujukan ilmu pelayaran adalah Lucas Janszoon Waghenaer. Pada 1592, dia menyusun buku mengenai pantai-pantai di Eropa berjudul Thresoor der Zeevaert. Dengan biaya sendiri, buku yang didedikasikan kepada Pangeran Mauris Orange tersebut, dicetak oleh Francois van Raphelengien.
Menurut C. Koeman dalam "Lucas Janszoon Waghenaer: A Sixteenth Century Marine Cartographer," The Geographical Journal Vol. 131 tahun 1965, buku tersebut terdiri dari 250 lembar halaman dalam tiga jilid. Pada jilid ketiga berisi paparan mengenai pantai di kawasan Mediterania, perjalanan Sir Francis Drake, informasi mengenai Hindia Timur dan penunjuk arah menuju ke Cina melalui Laut Arktik, hingga panduan bagi nakhoda.
Jan Huygen van Linschoten (1563-1611)
Sedari muda, seorang perantau dan kartografer berkebangsaan Belanda ini, beberapa kali pindah kerja, mulai dari membantu saudagar di Lisbon, Portugis, hingga membantu uskup Vicente de Fonseca di Goa, India. Disinilah, dia mendapat kepercayaan dari uskup untuk mengakses informasi rahasia Portugis, seperti portolanos.
“Portolanos adalah bagan navigasi dari abad pertengahan Eropa (1300-1500). Grafik navigasi tertua adalah dari Genoa yang diproduksi oleh Petrus Vesconte pada 1311 dan disebut menandai awal kartografi profesional. Portolanos ditandai oleh garis rhumb, garis yang memancar dari pusat ke arah angin atau titik-titik kompas dan yang digunakan oleh pelaut untuk menandai satu pelabuhan ke yang lain. Bagan navigasi ini biasanya digambar di atas kertas vellum dan dihiasi dengan bingkai dan dekorasi lainnya,” seperti tertulis dari laman britannica.com.
Setelah uskup Vicente de Fonseca wafat pada 1592, Linschoten kembali ke Lisbon kemudian menuju Belanda. Di Belanda, dia menulis kisah perjalanan kemudian menjualnya kepada penerbit Cornelis Claesz di Amsterdam. Naskah tersebut dibukukan dengan judul Itinerario: Voyage ofte Schipvaert van Jan Huygen van Linschoten yang kaya ilustrasi, peta dan informasi strategis.
Itinerario, seperti termuat di laman oseanografi.lipi.go.id, ibarat menelanjangi Portugis dalam hal informasi maritim yang selama itu dijaga ketat rahasianya. Informasi-informasi strategis itu seperti titik pembekalan ulang (resupply points) Portugis di sekitar Afrika, stasiun-stasiun perdagangan di dunia Timur, informasi navigasi yang penting seperti pola arus, kedalaman laut, lokasi pulau-pulau dan gosong pasir (sand banks) yang dapat membahayakan pelayaran. Itinerario menyajikan panduan bagaimana menghindar dari Portugis di selat Malaka dengan menampilkan rute pelayaran alternatif lewat selat Sunda.
“Terbitnya Itinerario pada 1596, kemudian digunakan sepenuhnya oleh Belanda dalam ekspedisi pertamanya ke Nusantara,” tulis Karel A. Steenbrink dalam Dutch Colonialism and Indonesian Islam: Contacts and Conflicts, 1596-1950.
Baca juga:
Peta Sebagai Sumber Sejarah
Sepuluh Fakta Tentang VOC yang Belum Banyak Diketahui Orang
Hari ini, Empat Abad Lalu, Portugis Menyerah kepada VOC
Dokumen Saham Tertua VOC Ditemukan
Riwayat di Balik Berdirinya Kompeni Dagang VOC
Tambahkan komentar
Belum ada komentar