- M.F. Mukhti
- 27 Agu
- 6 menit membaca
Diperbarui: 20 Nov
SOSOKNYA tak terlalu tinggi. Kumis tipis melintang dan jenggot lumayan panjang menghiasi wajah tirusnya. Hanya kacamata bundar dan pakaian sederhana yang selalu menemaninya ke mana pun dia pergi. Gaya hidupnya bersahaja. Namun sosok pendiam itu memiliki peran yang tidak sedikit dalam hari-hari di sekitar revolusi 17 Agustus. Tekadnya dalam berjuang memerdekakan rakyat begitu kuat. “Rakyat kita belum merasakan benar apa kemerdekaan itu,” ujar Ibrahim Isa, mengutip keterangan Wikana kepada Fransisca C. Fanggidaej, yang pernah menumpang di rumah dinas Wikana di Solo, suatu waktu.
Ingin membaca lebih lanjut?
Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.












