Akhir Hidup Sang Imam Negara Islam Indonesia
Foto-foto eksekusi SM Kartosoewirjo mengakhiri kontroversi di seputar kematiannya.
Delapan puluh satu foto terpampang berurutan di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Foto-foto itu memperlihatkan adegan demi adegan saat-saat terakhir hidup imam DI/TII SM Kartosoewirjo. Dalam salah satu foto, Kartosoewirjo enggan menyantap makanan terakhirnya sebelum dia dieksekusi. “Makan terakhirnya nasi rendang,” kata Fadli Zon, penyusun buku Hari Terakhir Kartosoewirjo: 81 Foto Eksekusi Imam DI/TII yang diluncurkan pada 5 September 2012.
Foto-foto selanjutnya merekam tahap-tahap pelaksanaan eksekusi mati bagi pemimpin gerakan pendirian negara Islam Indonesia itu. Entah apa yang ada di benak tokoh Islam yang pernah sama-sama Sukarno dididik di rumah Tjokroaminoto itu. Dalam sebuah foto dia tampak termenung memikirkan apa pesan terakhirnya sebelum ajal menjemput.
“Bapak menyampaikan empat keinginan sebelum dia meninggal. Pertama, ingin bertemu perwira-perwira terdekatnya; kedua, ingin eksekusinya disaksikan keluarga; ketiga, jenazah minta dikembalikan kepada keluarga dan keempat, meminta bertemu terakhir kali dengan keluarga,” ujar Sardjono Kartosoewirjo, putra bungsu Kartosoewirjo yang saat eksekusi ayahnya terjadi berumur lima tahun.
Dari keempat permintaan Kartosoewirjo hanya permintaan bertemu keluarga yang dikabulkan. Tiga permintaan pertama tidak diluluskan oleh pihak militer dengan alasan yang tak diketahui. Eksekusi mati dilangsungkan di Pulau Ubi, Kepulauan Seribu pada 12 September 1962 setelah vonis bersalah dijatuhkan oleh hakim pada 16 Agustus 1962.
Sukarno, teman Kartosoewirjo semasa indekos di rumah Tjokroaminoto di Surabaya pun tak sampai hati menggoreskan pena pada secarik surat keputusan hukuman mati. “Sungguhpun demikian, seorang pemimpin harus bertindak tanpa memikirkan betapa pun pahit kenyataan yang dihadapi,” ujar Sukarno dalam otobiografinya. Keputusan penolakan grasi yang diajukan oleh Kartosoewirjo itu memupus harapan pembatalan hukuman mati.
Foto-foto yang dikoleksi oleh Fadli Zon itu sebenarnya tersimpan pula di Arsip Nasional RI. “Tapi foto yang ada di arsip nasional tak dilengkapi keterangan dan belum dibuka untuk publik,” tandas Fadli yang kini menempuh pendidikan doktoral sejarah di Universitas Indonesia itu.
Dipamerkannya koleksi foto eksekusi itu mengakhiri kabar burung di seputar kematian Kartosoewirjo. “Foto-foto ini membuktikan ayah saya seorang manusia biasa, tembus peluru juga,” kata Sardjono Kartosoewirjo.
Selain itu, foto ini memungkas kabar tak sedap yang menyebutkan kalau Kartosoewirjo diperlakukan secara tak Islami ketika dieksekusi mati. “Ternyata dia diperlakukan secara Islami, disalatkan. Dengan foto ini, kontroversi dan imajinasi yang mengawang-awang tersingkap,” pungkas Mohammad Iskandar.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar