Utami, Srikandi Bulutangkis Putri
Ratu bulutangkis era 1970-an. Berganti bendera setelah dinikahi jagoan bulutangkis Amerika.
SETIDAKNYA ada lima wakil Indonesia yang masuk nominasi BWF Player of the Year 2018, sebuah penghargaan yang diberikan kepada para pebulutangkis jempolan dunia saban akhir tahun. Tiga di antaranya pebulutangkis putri. Ini menandakan Indonesia belum kehabisan talenta di nomor putri kendati harus diakui belakangan sulit menyandingkan diri dengan China, Korea, India, Jepang, bahkan Denmark.
Tiga nama itu adalah Gregoria Mariska Tunjung dan Apriani Rahayu di kategori Eddy Choong Most Promising Player of the Year, dan Leani Ratri Oktila di kategori Female Para-badminton Player of the Year. Tentu ada harapan nama-nama itu akan menyambung kelegendaan putri-putri Indonesia di panggung bulutangkis dunia.
Pebulutangkis putri Indonesia sudah lama absen “bicara” di pentas dunia. Terakhir, era Susi Susanti dan Mia Audina yang sudah lebih dari 20 tahun. Keduanya merupakan pemegang tongkat estafet yang sudah dimulai sejak akhir 1960-an oleh Minarni Soedarjanto, Imelda Wiguno, Theresia Widiastuti, Regina Masli, dan Utami Dewi Kurniawan.
Baca juga: Perjuangan para srikandi Indonesia merebut Uber Cup 1975
Nama terakhir tak lain adalah adik maestro bulutangkis Rudy Hartono. “Utami dulu sama-sama main dengan saya memperkuat tim Uber Cup 1975,” ujar Regina Masli mengenang keberhasilan tim putri Indonesia merebut Uber Cup pertama, kepada Historia.
Lahir dari Keluarga Besar Pendiri Suryanaga
Utami merupakan satu dari delapan saudara kandung Rudy Hartono. Sam Setyautama dalam Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia mencatat, sosok bernama Tionghoa Nio Pik Wan itu lahir di Surabaya pada 16 Juni 1951. Sebagai anak dari pendiri PB Suryanaga Zulkarnain Kurniawan (Nio Siek In), Utami ketularan doyan bulutangkis sejak kecil.
Seperti Rudy, Utami, Eliza Laksmi Dewi, Freddy Harsono, Diana Veronica, Tjosi Hartanto dan Hauwtje Hariadi dilatih bulutangkis oleh ayahnya sendiri di perkumpulan bulutangkis yang sebelum 1966 bernama Naga Kuning. Seiring perjalanan waktu, hanya Rudy, Eliza, dan Utami yang mampu mengukir nama di pentas bulutangkis nasional, bahkan internasional.
Utami, sebagaimana diungkap Dhahana Adi Pungkas dalam Surabaya Punya Cerita: Vol 2 ½, sudah mampu mencicipi gelar kejuaraan nasional yunior pada 1967. Prestasinya bertambah dengan juara Kejurnas 1971-1975. Utami juga menyumbang medali emas untuk Kontingen Jawa Timur di Pekan Olahraga Nasional (PON) 1969 (tunggal dan ganda putri), 1973 (tunggal putri), dan 1977 (beregu putri).
Baca juga: Kiprah Minarni Soedarjanto, jagoan bulutangkis era 1970-an
Pada Olimpiade 1972 di Munich, Jerman, kala bulutangkis masih jadi olahraga demonstrasi (belum masuk cabang resmi), Utami turut ambil bagian di nomor tunggal putri. Utami melaju hingga partai puncak sampai dihentikan wakil Jepang Noriko Nakayama dalam dua set (11-5, 11-3).
Meski hanya runner up, pencapaian di tingkat internasional itu menambah deretan gelar yang disabet Utami. Sebelumnya, dia merengkuh gelar Kejuaraan Asia 1971 dan medali emas Asian Games 1970. Prestasi tersebut membuat Utami kembali diikutkan pada tim Uber Cup 1975. Sebelumnya, Utami menjadi bagian tim Uber Cup 1969 dan 1972.
Baca juga: Memori Regina Masli di ajang Uber Cup 1975
Prestasi itu merupakan buah kerja keras Utami, yang menurut Regina, “Orangnya serius. Gaya mainnya seperti Taty Sumirah.”
Di Negeri Paman Sam
Seperti Minarni dan Regina Masli, prestasi paling prestisius Utami dicapai ketika memenangi Uber Cup 1975. Selebihnya, Utami beberapa kali juara, seperti di Australian Open 1975, Mexican Open 1979, South African Open 1980 dan US Championship 1981.
US Championship 1981 alias Kejurnas-nya Amerika merupakan kejuaraan terakhir Utami. Itu jadi puncak kariernya hingga membuatnya masuk majalah olahraga ternama Sports Illustrated.
Saat mengikutinya, Utami sudah menjadi warga negara Amerika. Setelah dipinang pebulutangkis Amerika Chris Kinard, Utami pindah kewarganegaraan pada 1978. Sejak itu, dia hampir tak pernah komunikasi dengan mantan rekan-rekannya.
Regina, yang bekerja di Loma Linda University Behavioral Medicine Center, Redlands dan juga tinggal di California, mengakui hal itu. “Dia tidak suka media sosial untuk berkontak. Dia tinggal di Pasadena. Sekarang sibuk mendampingi anak-anaknya main tenis,” kata Regina.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar