Masalah Sepatu Gagalkan Keikutsertaan India di Piala Dunia
Berkesempatan jadi wakil Asia kedua di Piala Dunia setelah Hindia Belanda, India ditolak keikutsertaannya gara-gara masalah sepele.
BAGI banyak negara, jangankan membawa pulang trofi Piala Dunia, bisa tampil di ajang empat tahunan sepakbola itu saja merupakan impian. Gengsi Piala Dunia yang mengalahkan Olimpiade itulah yang membuat mereka rela saling “bunuh” untuk bisa tampil di dalamnya.
Namun, hal itu tak berlaku bagi India. Tak lama setelah merdeka dari Inggris pada 1947, timnas negeri itu berhasil memukau banyak pihak di Olimpiade London 1948.
Timnas India akhirnya memang kalah 1-2 dari Prancis, tapi permainan yang mereka tampilkan membuat banyak pihak memujinya. “India bisa mencetak lebih banyak peluang gol (ketimbang Prancis -red). Setelah pertandingan usai, ratusan penonton memberi ucapan selamat atas tindakan sportif mereka di lapangan dan menyesal bahwa tim yang tampil lebih baik harus kalah,” kutip Paul Dimeo dan James Mills dalam Soccer in South Asia: Empire, Nation, Diaspora.
Usai olimpiade, India mengikuti kualifikasi untuk Piala Dunia 1950. Negeri itu berada di Grup 10 Zona Asia bersama Indonesia, Filipina, dan Burma (kini Myanmar). Namun karena ketiga negara mengundurkan diri, India otomatis lolos ke Piala Dunia. Kala itu, FIFA belum punya aturan: tim yang boleh mengikuti Piala Dunia hanyalah tim yang telah memainkan pertandingan kualifikasi.
Dalam drawing Piala Dunia, tim yang diawaki Sailen dan dan kawan-kawan itu terundi masuk ke Grup 3/Grup C. India akan bersaing dengan Swedia, Italia, dan Paraguay di grup itu.
Kans India untuk mengulang prestasi baik di Olimpiade amat besar. Bukan mustahil India bisa melewati fase grup. Paraguay saat itu merupakan tim “kemarin sore”. Sementara, pemegang dua gelar Piala Dunia Italia sedang tak meyakinkan performanya setelah kehilangan delapan pemain terbaiknya dalam kecelakaan pesawat pada Mei 1949. Praktis, hanya Swedia tim kuat yang harus dihadapi India.
Namun, menjelang bergulirnya turnamen, kabar yang berhembus justru mengatakan India batal mengikuti turnamen itu. Musababnya, kata literatur-literatur yang ada, FIFA tak mengizinkan India ikut Piala Dunia 1950 karena para pemainnya enggan mengenakan sepatu. Sejak Olimpiade 1948, para pemain India terbiasa bermain nyeker alias tak mengenakan sepatu. “India mundur ketika diinformasikan (FIFA) bahwa para pemainnya tidak bisa tampil dengan kaki telanjang, sebagaimana yang diinginkan India,” tulis John Snyder dalam Soccer’s Most Wanted.
Belakangan, soal sepatu bukan satu-satunya faktor yang membatalkan keikutsertaan India. Menurut Majalah Sports Illustrated (edisi) India terbitan Juni 2011, pernyataan resmi AIFF (induk organisasi sepakbola India) terkait hal itu berbeda dari pernyataan FIFA soal larangan tak bersepatu. Presiden AIFF Moin ul-Haq beralasan batalnya India disebabkan, “Karena tidak adanya kesepakatan terkait seleksi tim dan kurangnya waktu persiapan dan kekurangan biaya perjalanan.”
Perihal alasan terakhir itu, sebenarnya bisa teratasi karena panitia lokal Piala Dunia 1950 Brasil bersedia menanggung sebagian besar biaya perjalanan pulang-pergi timnas India. Brasil sebagai tuan rumah sangat mengharapkan setidaknya ada satu perwakilan tim Asia yang mau berpartisipasi sebagaimana tim Hindia Belanda (kini Indonesia) menjadi perwakilan Asia pertama di Piala Dunia Prancis 1938.
Toh, India menolak tawaran dari panitia lokal Brasil itu tanpa pernyataan balasan. “Sebuah studi menyingkap bahwa di bawah alasan kesulitan ekonomi yang diberikan sebagai penyebab pembatalan, terdapat kurangnya apresiasi AIFF terhadap pentingnya partisipasi dalam Piala Dunia, walaupun mendapat jaminan dari komite penyelenggara yang bersedia menanggung sebagian besar biaya perjalanan,” ujar Kaushik Bandyopadhay, editor jurnal Soccer and Society yang dikutip Sports Illustrated.
Kurang bergengsinya Piala Dunia kala itu dibanding kini membuat AIFF kemudian menyebutkan tim mereka lebih dipersiapkan untuk Asian Games 1951 di negeri sendiri dan Olimpiade 1952 di Helsinki, Finlandia.
Keputusan itu membuat publik dan mantan pemain nasional India kini menyesal. “Ketika itu kami belum mengerti tentang Piala Dunia. Seandainya kami tahu lebih banyak, kami akan mengambil inisiatif sendiri. Bagi kami saat itu, olimpiade adalah segalanya, tak ada yang lain,” sesal mantan pemain timnas India 1950, Sailen Manna kepada Arindam Basu, wartawan Sports Illustrated, setahun sebelum sang kapten meninggal (2012).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar