Delapan Diaspora Filipina di Barcelona dan Madrid
Jauh sebelum pemain-pemain naturalisasi Indonesia berkiprah di pentas Eropa, para diaspora Filipina sudah lebih dulu pamer aksi dengan beragam rekor.
BEK timnas Indonesia Jay Idzes belakangan jadi perbincangan hangat setelah didapuk jadi kapten klub Seria A Italia, Venezia FC. Pun kompatriotnya, Rizky Ridho, santer digosipkan tengah dilirik klub Como 1907. Bersama Thom Haye (bermain untuk Almere City) dan beberapa pemain berpaspor Indonesia hasil naturalisasi yang juga berkiprah di liga-liga teratas Eropa yang lain, mereka sedang menikmati kebintangan mereka di hadapan publik tanah air.
Namun, mereka bukan pemain naturalisasi Indonesia pertama yang “abroad” dan pernah main di Eredivisie (Belanda). Adalah Arnold Wouter ‘Nol’ van der Vin yang tercatat sebagai pemain naturalasasi Indonesia pertama yang abroad. Di musim 1954-1955, Arnold merumput bersama Fortuna ‘54 (kini Fortuna Sittard). Ia tercatat jadi satu dari sekian “naturalisasi” berdarah Belanda yang memilih timnas Indonesia pasca-era kemerdekaan selain Boelard van Tuyl, Pieterseen, Van der Berg, dan Pesch.
Akar sejarah begitu mengikat di persepakbolaan antara negeri mantan penjajah maupun yang terjajah. Tidak hanya Indonesia dengan Belanda, tapi juga Filipina dengan Spanyol, yang menjajah sejak 1565 hingga Filipina mendeklarasikan kemerdekaannya pada 12 Juni 1898. Bahkan jauh sebelum Van der Vin tampil di liga top Belanda, pada akhir abad ke-19 sudah ada sejumlah pemain diaspora Filipina yang pernah membela klub-klub top Spanyol seperti Real Madrid, Atlético Madrid, dan FC Barcelona. Bahkan ada pula yang pernah berseragam timnas Filipina dan timnas Spanyol. Berikut delapan di antaranya:
Baca juga: Meneer Belanda Pengawal Mistar Indonesia
Samuel, Enrique, & Miguel Morris
Morris bersaudara (Samuel, Enrique, Miguel) yang merupakan putra dari pasutri berdarah Inggris-Basque Samuel James Morris dan María de Socorro de Olea y Marabea tercatat sebagai pionir dispora Filipina di persepakbolaan Spanyol. Samuel Alfredo Morris de Olea lahir di Manila, Filipina sekitar tahun 1870. Sang adik, Enrique Ramón Morris de Olea, lahir di kota yang sama pada 16 Juni 1876, dan Miguel Samuel Morris Yrisarry pun lahir di Manila pada 20 Agustus 1880. Ketiganya dibawa hijrah dari Filipina ke Barcelona pada 1886 lantaran ayah mereka bekerja di perusahaan trem kota Barcelona.
“Asal-usul koneksi FC Barcelona dengan Asia bisa terlacak jauh hingga ke awal berdirinya klub. Gejolak politik pada akhir abad ke-19 mendorong banyak pemuda kelahiran Filipina yang berasal dari keluarga Spanyol yang sudah menetap lama di Filipina, pindah ke Semenanjung Iberia bersama keluarga mereka. Di antara mereka terdapat beberapa pemain seperti Samuel Morris yang hanya bermain di laga-laga non-resmi atau Enroque Morris dan Miguel Morris,” tulis Carlos Pulleiro Méndez dan Fernando Gutiérrez Chico dalam artikel “FC Barcelona and the Middle Eastern, Chinese and Asian Markets: Eastern Frontiers” yang termaktub di buku FC Barcelona: History, Politics and Identity.
Adalah ayah mereka sendiri yang mengajari mereka mengolah si kulit bundar di lapangan yang terdapat di venue berkuda, Hippodrome of Can Tunis. Dari Keluarga Morris pula publik Katalan mengenal sepakbola modern ala Inggris lebih dalam. Samuel dan ayahnya turut jadi pendiri klub Sociedad de Foot-Ball de Barcelona pada 1882. Saat FC Barcelona akhirnya berdiri pada 29 November 1899, Samuel bersama kedua adiknya yang sebelumnya merumput bersama Hispania FC bergabung pada 1902.
Dari ketiganya, Enrique punya catatan terbaik dengan 10 kali tampil serta torehan tiga gol. Enrique dan Miguel lalu turut membawa Barça juara Campionat de Catalunya musim 1904/1905. Namun hanya Miguel sempat ikut tampil membela tim nasional Catalunya kendati itu terjadi di sebuah laga persahabatan kontra tim sekota, Sportmen’s Club, pada 17 Januari 1905.
Baca juga: Derita Barcelona
Manuel Amechazurra
Bek tangguh yang akrab disapa “Amecha” ini lahir di kota La Carlota, Filipina pada 8 Maret 1888. Ia diboyong kedua orangtuanya –yang juga kelahiran Filipina tapi berdarah Basque– ke kota Barcelona ketika usianya masih menginjak 4 tahun atau 3 tahun sebelum Filipina merdeka dari Spanyol.
Amecha meniti kariernya di klub lokal FC Irish pada 1902 sebelum bergabung ke FC Barcelona pada 1906. Ia dijuliki El Aventurero karena gemar bertualang. Sempat meninggalkan Barca pada 1908 untuk menjajal sepakbola Inggris bersama tim St. Boniface College, Star United, dan Stoke Churchife, ia balik lagi berseragam Barcelona pada 1909 hingga gantung sepatu pada 1915.
Amecha jadi pemain diaspora Filipina tersukses di Eropa lantaran ikut mempersembahkan berbagai titel. Selain tiga trofi Copa del Rey (1910, 1912, 1913), juga empat gelar Campeonato de Cataluna (1908-1911 dan 1912/1913) dan empat Copa Pirineos berturut-turut (1910-1913).
“Untuk mencegahnya berganti klub lagi, manajemen klub memanfaatkan fakta bahwa ia juga seorang yang terpelajar, ia dijadikan pemain profesional pertama secara terselubung –saat era sepakbola amatir– dengan memberinya pekerjaan sampingan mengajar bahasa Inggris kepada para direktur klub dengan bayaran 300 peseta per bulan,” tulis Paco Martínez Núñez dalam Las mejores anécdotas del Barça.
Uniknya, ia juga pernah enam kali membela timnas Catalonia kurun 1910-1915. Ia sempat “mudik” ke Filipina setelahnya dan ikut melatih timnas Filipina pada 1923, di mana Amecha membawa tim berjuluk The Azkals itu meraih medali perak di Far Eastern Championship Games 1923. Namun Perang Dunia II membuat Amecha kehilangan segalanya, pemerintah kota Barcelona “merepatriasinya” bersama sekira 500 diaspora Spanyol-Filipina.
Baca juga: Stadion Rizal Memorial Dulu dan Kini
Paulino Alcántara
Lahir di Iloilo, Filipina pada 7 Oktober 1896, Alcántara diboyong keluarganya ke Spanyol saat masih balita. Mereka mengungsi akibat Perang Revolusi Filipina (1896-1899). Alcántara direkrut bos Barcelona Joan Gamper saat masih bermain di tim pelajar medis FC Galeno pada Februari 1912.
Rekrutan yang tak keliru lantaran penyerang yang baru berusia 15 tahun ketika menjalani debutnya berseragam Blaugrana pada 25 Februari 1912 itu menyumbang hattrick dari total 9 gol yang dibuat timnya kala mengalahkan Catalá SC di laga Campionat de Catalunya. Momen itu mencatatkannya sebagai pencetak gol termuda dalam laga resmi yang dimainkan Bercelona, dan masih bertahan sampai sekarang.
“Alcántara punya kekuatan sebagai penyerang yang tajam, pemain versatile dengan tembakan keras di kaki kanan dan kirinya. Alcántara jadi tandem yang efektif bersama winger Emilio Sagi dalam transformasi Barcelona menjadi salah satu tim terbesar di Spanyol,” ungkap Jimmy Burns dalam Barca: A People’s Passion.
Kurun 1912-1927, Alcántara mencatatkan 399 penampilan dan 395 gol yang turut membuahkan 10 titel Campionat de Catalunya, lima trofi Copa del Rey, dan dua Copa Pirineos. Ia bahkan tercatat pernah membela tiga timnas: Catalonia (1915-1026), Filipina (1917), dan Spanyol (1921-1923).
Ia gantung sepatu pada 1927 untuk melanjutkan studi kedokteran dan kemudian terjun ke politik sebagai kader organisasi fasis, Falange Española. Ia bahkan ikut angkat senjata sebagai salah satu prajurit legiun brigade panah hitam Frecce Nere bentukan Il Duce Benito Mussolini yang mendukung Generalísimo Francisco Franco pada Perang Saudara Spanyol (1936-1939). Selepas Perang Dunia II (1939-1945), Alcántara sempat melatih timnas Spanyol pada 1951 dan timnas Catalonia pada 1953.
Baca juga: Titel Juara Barcelona yang Tak Diakui
Eduardo Teus
Sebagaimana para diaspora di atas, Teus yang lahir di Manila pada 6 November 1896 juga blasteran Spanyol-Filipina. Kiper berpostur 185 cm ini tercatat pernah 26 kali mengawal mistar Real Madrid kurun 1913-1916 dengan turut mempersembahkan masing-masing satu trofi Campionat de Catalunya dan trofi Copa del Rey.
Namun Teus tak bertahan lama di El Real karena cedera kaki memaksanya pensiun dini di usia 20 tahun. Meski begitu ia tetap tak bisa jauh dari sepakbola, dengan beralih jadi jurnalis sepakbola. Kedekatannya dengan rezim nasionalis juga membuatnya dipercaya menukangi timnas Spanyol dengan dibantu asisten Ricardo Zamora kurun 1941-1942.
“Eduardo Teus, mantan kiper Real Madrid yang kemudian menjadi jurnalis olahraga dengan pandangan politik sayap kanan yang kuat. Teus ditugaskan rezim Franco dengan misi spesifik: merekonstruksi La Furia (julukan timnas Spanyol, red.) dengan mendorong militer Spanyol untuk ikut ambil bagian dalam kultur nasional sepakbola,” tulis Jimmy Burns dalam La Roja: How Soccer Conquered Spain and How Spanish Soccer Conquered the World.
Selebihnya, Teus kembali ke meja redaksi dan tribun pers. Teus berkarier dengan meliput persepakbolaan Spanyol untuk suratkabar Ya yang berbasis di ibukota Madrid.
“Teus dikenal punya karakter yang emosional. Pada akhirnya ia pun wafat di tribun pers Stadion San Mames di Bilbao saat menyaksikan pertandingan antara tim kesayangannya (Real Madrid) dan Athletic Bilbao (8 Oktober 1958),” tandas Burns.
Baca juga: Santiago Bernabéu "Bapak Real Madrid"
Juan Garchitorena
Lahir dari keluarga kaya pebisnis otomotif di Manila pada 24 Maret 1898, Juan Garchitorena hijrah ke Argentina, lalu Spanyol bersama ayah dan kedua adiknya pada 1901, tak lama setelah ibunya wafat. Menurut Myles A. Garcia di kolom Positively Filipino, 13 September 2023, “From Manila Party Boy to Hispanic Hollywood Heartthrob”, ia bisa direkrut FC Barcelona pada 1916 seiring ayahnya, Jose Garchitorena Sr., jadi salah satu direktur klub dan mengaku berkewarganegaraan Argentina.
“Garchi tampil dalam 35 pertandingan untuk FC Barcelona dan mencetak 12 gol. Musim terbaiknya bersama klub terjadi pada 1916-1917 ketika ia menorehkan 10 gol dalam 29 laga hingga akhirnya konflik dan masalah tentang kewarganegaraannya terkuak,” tulis Roberto Martínez dalam Barçagentinos: Historia de los futbolistas argentinos del FC Barcelona.
Pada 1919, ia terpaksa gantung sepatu karena otoritas sepakbola Spanyol menjatuhinya sanksi larangan bermain seumur hidup karena memalsukan identitas kewarganegaraan Argentina. Bersama kakaknya, Angel, Garchitorena sempat kembali ke Filipina sebelum ia menjajal peruntungan lain, yakni merantau ke Hollywood di Amerika Serikat untuk menjadi aktor. Itupun karena kebetulan Garchitorena –sebagai penerjemah– ikut dalam rombongan pemilik galeri lukisan asal Katalan yang hendak menjual sejumlah karya reproduksinya ke galeri milik pasangan selebritis Hollywood, Douglas Fairbanks dan Mary Pickford, medio 1925.
“Ketika tiba di Los Angeles, kami mendatangi studio (seni) milik Douglas Fairbanks dan Mary Pickford. Kami pun sepakat untuk menjual beberapa karya dan di sela pertemuan itu, pasangan Fairbanks tetiba bertanya pada saya, ‘apakah Anda pernah bekerja di perfilman?’ Saya menjawab, ‘belum pernah.’ Selebihnya saya ditawarkan untuk uji coba berpose di depan kamera dan setelahnya saya mulai jadi aktor figuran di film-film mereka,” kenang Garchitorena dikutip Nick Deocampo dalam Film: American Influences onf Philippine Cinema.
Di kancah Hollywood, Garchitorena menggunakan nama panggung “Juan Torena” yang merupakan kependekan dari namanya. Garchitorena tercatat membintangi 11 film dan pada 1957 meminang salah satu aktris kawakan, Natalie Moorhead.
Baca juga: Sevilla Jawara Sepakbola dari Andalusia
Gregorio Ameztoy
Tak seperti beberapa nama di atas, Ameztoy asli Spanyol dari orangtua asal Basque yang sudah jadi pendatang di Filipina pada awal abad ke-20 untuk mencari peruntungan di perkebunan tebu. Tetapi sebagaimana banyak diaspora Spanyol, Ameztoy yang lahir di La Carlota, Filipina pada 15 Mei 1916, turut mendapat status kewarganegaraan Filipina.
Félix Martialay dalam El fútbol en la guerra: Federación regional aragonesa mencatat, Ameztoy dan keluarganya kembali ke Guipúzcoa menjelang Ameztoy melanjutkan studi di Spanyol pada 1928. Ameztoy mengasah skill sepakbolanya sembari bersekolah di Colegio Nuestra Señora del Buen Consejo di Lecároz.
Ameztoy, sebagaimana yang diuraikan Peter Luis Ferrer di kolom Diario AS, 14 Maret 2020, “Éstos eran los ‘Alifantes’”, memang bukan sosok dengan postur ideal. Posturnya pendek tetapi ia memaksimalkan keunggulan lainnya: kecerdasan dan skill kaki kanan yang apik untuk bermain di sisi sayap kanan. Variabel inilah yang membuat Real Zaragoza merekrutnya pada Januari 1934.
Di masa itu Real Zaragoza membangun barisan tulang punggung tim nan melegenda dengan julukan “Alifante” dengan Ameztoy sebagai salah satu kuncinya hingga membuat Real Zaragoza mampu promosi ke Primera División (kini La Liga) pada 1936 sehingga ia tercatat pemain berpaspor Filipina pertama yang tampil di kasta teratas sepakbola Spanyol itu, di mana kompetisi itu baru dibentuk dan dimulai pada 1929. Sayangnya studi dan karier Ameztoy sempat terganggu Perang Saudara Spanyol (1936-1939).
“Tetapi karena ia masih memegang status kewarganegaraan Filipina sampai berakhirnya perang, ia tak diwajibkan ikut mobilisasi sipil ke militer. Meski begitu ia tetap ikut serta sebagai paramedis sukarelawan di rumahsakit militer di Irun hingga Desember 1938,” tulis Martialay.
Selepas perang ia masih berseragam Los Blanquillos hingga 1943 dengan catatan 89 penampilan dan 13 gol, sebelum akhirnya hengkang ke Atletico Madrid kurun 1943-1946. Ameztoy lantas menghabiskan karier sepakbolanya di Gimnàstic de Tarragona sepanjang 1947-1948.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar