Umrah Bodong Ala Ponzi
Iming-iming umrah murah memakan banyak korban. Penipuan menggunakan Skema Ponzi ini sebetulnya barang usang.
KECUALI sufi atau pertapa, rasanya tak ada manusia yang tak ingin bergelimang harta. Kekayaan bahkan dianjurkan dalam banyak budaya atau agama, semisal Islam. Menurut Ibnu Taimiyah di Majmuu’ul Fatawaa, mencari kekayaan hukumnya bisa jadi wajib kalau berkaitan dengan perkara-perkara yang mesti dilakukan untuk menunaikan berbagai kewajiban seperti zakat atau haji. Tanpa kekayaan, dua rukun Islam itu mustahil ditunaikan.
Berdagang atau berbisnis merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Sayang, banyak orang justru menafsirkan anjuran berbisnis dengan cara tercela. Seperti yang dilakukan First Travel dan Abu Tours dengan tawaran umrah murah mereka.
Skandal First Travel mengemuka pada akhir 2017. Puluhan ribu calon jamaah umrah jadi korban penipuan Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari, pasutri pemilik First Travel. Total kerugian mencapai Rp848 miliar.
Belum juga persidangan kasus First Travel rampung, kasus investasi bodong serupa kembali muncul. Puluhan ribu calon jamaah umrah kena tipu Hamzah Mamba, pemilik Abu Tours. Kerugian ditaksir mencapai Rp1,8 triliun. Hamzah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka menipu dengan modus berkedok bisnis umrah.
Motif penipuan oleh First Travel maupun Abu Tours sebenarnya tak ubahnya modus tipu-tipu Skema Ponzi. “Memang skemanya adalah (skema) Ponzi berkedok MLM. Intinya umrah murah tapi harus mencari member baru. Ini yang marak di bisnis umrah karena pengawasannya lemah dari Ditjen (Penyelenggaraan) Haji dan Umrah (Kementerian Agama RI),” ujar Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), saat dihubungi Historia.
Menurut arsip US Social Security Administration 24 Desember 2008, Skema Ponzi intinya investasi di mana penyelenggara mengiming-imingi investor dengan keuntungan berlipat cepat dari pemasukan investor baru. Iming-iming atau harapan palsu menjadi faktor penting bagi kelancaran modus ini.
Model investasi ini dilahirkan pakar keuangan kelahiran Italia yang lantas jadi penipu ulung, Charles Ponzi, di akhir 1919 hingga 1920-an. Bermodalkan perusahaan yang didirikannya di Amerika Serikat, Securities Exchange Company, Ponzi menyalurkan laba dari para investor baru, yang termakan iming-iming, kepada para investor pertamanya. Para investor pertama senang bukan kepalang karena mendapat laba dengan cepat.
Keuntungan itu lantas dipromosikan terus-menerus kepada para calon investor baru agar mau berinvestasi besar. Mereka diberi harapan bisa sesukses para investor pertama.
Cara seperti itulah yang dijalankan First Travel dan Abu Tours. “Iming-iming berangkat umrah murah yang menarik minat para korban,” sambung Bhima. Para investor tak tahu posisi mereka rentan lantaran model bisnis itu sebetulnya amat lemah. “Kalau biaya untuk memberangkatkan jamaah membengkak dan member baru tak mencukupi, baru kelihatan bangkrut (skema) Ponzi-nya. Harusnya haram MLM umrah itu karena tujuannya ibadah, kok jadi skema bisnis yang kebablasan.”
Pada akhirnya, hanya anggota-anggota (investor) pertama yang bisa berangkat umrah. Anggota-anggota berikutnya belum tentu bisa. Pemasaran menggunakan MLM indikasi (skema) Ponzi-nya besar karena ada ketidakpastian berangkat bagi anggota yang daftar belakangan.
Bhima menyatakan, pemerintah diharapkan bertindak tegas dengan membekukan izin dan melakukan pengusutan mengingat kini korban sudah mencapai puluhan ribu. Bukan hanya terhadap dua kasus yang sudah “jadi bubur”, namun juga terhadap agen-agen perjalanan umrah dan haji lain yang banyak ditengarai menyontek Skema Ponzi.
“Pengawasan (pemerintah) lemah. Selama ini dibiarkan dan jadi fenomena gunung es. Pemerintah sekarang baru buat rencana penetapan batas bawah biaya umrah Rp20 juta. Itu kebijakan yang bagus,” cetus Bhima.
Oleh karena itu, sambung Bhima, masyarakat yang tertarik namun belum terjebak iming-iming semacam itu diharapkan bisa lebih cermat. Terlebih, kini pemerintah sudah menerapkan batas bawah biaya umrah.
“Kalau ada iming-iming umrah berbiaya di bawah Rp20 juta, berarti kemungkinan itu enggak bener. Cek kepastian pemberangkatan dan perjanjian kontraknya! Kalau jadwal umrah tidak pasti dan ada biaya yang dipungut di luar kesepakatan awal, itu juga indikasi agen bodong. Intinya, masyarakat harus pro aktif melaporkan ke Kemenag jika ditemukan agen umrah yang mencurigakan,” tutup Bhima.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar